Puncak Hari Santri Kabupaten Malang

Puncak Hari Santri Kabupaten Malang
Pagelaran Wayang Kulit Puncak Hari Santri Nasional di Kabupaten Malang (Sabtu malam 24/10)

TerasJatim.com, Malang – Aswaja NU Center Kabupaten Malang, menyelenggarakan puncak Hari Santri Nasional, Sabtu (24/10) malam, bertemakan “Meneguhkan Islam Nusantara Untuk Peradaban Indonesia dan Dunia”.

Dalam acara puncak ini diadakan pagelaran wayang kulit, dengan lakon “Werkudoro Meguru” oleh dalang asli Arema Ki Ardi Poerboantono, di halaman Balai Desa Tumpang, Jl. Raya Tumpang, Kecamatan Tumpang Kabupaten Malang.

Ketua PCNU Kabupaten Malang, KH. Bibit Suprapto dalam sambutannya menyampaikan rasa syukur dan terima kasih yang setinggi tingginya, dengan ditetapkannya Hari Santri Nasional yang tidak lepas dari peristiwa Resolusi Jihad, hasil pertemuan para kyai dan Ulama se Jawa – Madura pada 21 dan 22 Oktober 1945 di Surabaya, untuk mengusir penjajah Belanda dan Jepang yang ingin kembali menjajah Indonesia setelah Proklamasi Kemerdakaan. Para Kyai, Ulama dan santri-santrinya punya andil besar untuk mempertahankan NKRI, yang patut mendapatkan penghargaan khusus.

Sementara itu Bupati Malang, H. Rendra Kresna dalam sambutannya menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan yang setinggi tingginya atas diselenggarakannya puncak peringatan Hari Santri Nasional. Rendra juga berharap dengan meneladani sifat-sifat Kyai, ulama dan santri, dapat menumbuhkam sikap yang bijak, taat agama, toleransi antar sesama dan peduli terhadap nasib bagi mereka yang kurang beruntung.

Pagelaran Wayang Kulit dengan Lakon “Werkudoro Meguru”, menceritakan tentang Pangeran Bima atau Werkudoro yang akan menimba ilmu dan berguru kepada Batara Guru, untuk lebih mendalami agama dan “netepi” ilmu yang diwariskan oleh Rasulullah SAW. Ki Ardi Poerboantono juga memberi petuah melalui wayangnya, bahwa ilmu itu didasari atau dimulai dari lingkungan keluarga. Karakter seseorang mencerminkan bagaimana dia dididik di lingkungan keluarga. Batara Guru juga menceritakan bagaimana pendidikan karakter yang diberikan di pondok pesantren, dimana saat ini para santri tidak hanya dibekali ilmu tentang akhlak dan agama, tetapi santri jaman sekarang juga dituntut “melek” teknologi dan mengikuti perkembangan zaman. Bekal teknologi dan perkembangan zaman inilah yang dituntut untuk diaplikasikan dalam berdakwah menyebarkan agama Islam kapanpun dan dimanapun.

Ki Ardi Poerboantono juga mengkritisi golongan tertentu yang sering menjelekkan golongan lain. Golongan yang dengan mudah mengkafirkan golongan lain, sedikit-sedikit amalan dianggap bid’ah. Golongan inilah yang patut dipertanyakan dimana mereka nyantri dan ngilmu.

Ahklak para pemimpin yang merugikan rakyat bahkan negara, juga tak luput dari kritikan Ki Ardi Poerboantono. Mereka memiliki kecerdasan intelektual tetapi tidak dibarengi dengan kecerdasan spiritual, sehingga tidak pernah memikirkan bagaimana nasib rakyat, nasib negara kita. Mereka lebih mengutamakan kepentingan sendiri dan golongannya. Sibuk memperkaya diri sendiri tanpa berfikir merugikan negara dan rakyatnya.

Pemimpin semacam ini, lanjut Ki Ardi yang harus di”ajari” ahklak para santri. Pemimpin semacam ini patut kembali mengenyam pendidikan di pondok pesantren, agar memiliki akhlak yang lebih baik dan bisa menjadi panutan bagi rakyatnya. (Dim/TJ)

Subscribe

Terimakasih Telah Berlangganan Berita Teras Jatim