Surabaya Dinilai Jadi Kota Termacet di Indonesia, Ini Tanggapan Pemkot dan Pakar Transportasi

Surabaya Dinilai Jadi Kota Termacet di Indonesia, Ini Tanggapan Pemkot dan Pakar Transportasi

TerasJatim.com, Surabaya – Pemkot Surabaya menanggapi hasil survey dari Global Traffic Scorecard pada 2021 yang dirilis INRIX, sebuah perusahaan analisis data lalu lintas (lalin), yang menyebutkan bahwa Surabaya menjadi kota termacet di Indonesia.

Kepala Dinas Perhubungan (Dishub) Kota Surabaya, Tundjung Iswandaru menyatakan, berdasarkan data yang dimilikinya, lalu lintas di Kota Surabaya saat ini dinilai relatif lancar.

“Ditandai dengan survei dan data kami bahwa vc ratio di Kota Surabaya cukup bagus, yaitu 0,6 berarti masih kondisi yang cukup bagus. Artinya, kendaraan yang melewati jalan tersebut masih bisa ditampung,” kata Tundjung, saat menggelar konferensi pers di Kantor Dinas Komunikasi dan Informatika Kota Surabaya, Jumat (14/01/2022).

Sedangkan untuk kecepatan rata-rata atau kecepatan antar kendaraan, berada di angka 40 sampai 41. Kemudian, terkait dengan adanya 63 jam atau waktu kehilangan akibat kemacetan, Tundjung menguraikan, apabila dibagi menjadi 360 hari, maka sekitar 10 menit waktu yang terbuang di setiap kemacetan.

Tundjung mengaku, pihaknya tidak mengetahui indikator apa saja yang digunakan dalam survey tersebut yang menjadikan Surabaya sebagai kota termacet di Indonesia. Sebab, bila dilihat pada situasi dan kondisi saat ini, Kota Surabaya hanya menunjukkan kemacetan pada pagi dan sore hari.

“Saya tidak tahu yang menjadi dasar apa Surabaya menjadi kota termacet. Mereka dihubungi juga tidak bisa. Tapi di situ ditulis bahwa membandingkan jam sibuk dengan jam tidak sibuk, memang ada waktu yang terbuang, tetapi mereka tidak berbicara soal waktu yang ditempuh,” ungkap dia.

Oleh karena itu, sambung Tundjung, sebagai upaya untuk menekan angka kemacetan di Kota Surabaya, pihaknya akan memperbanyak moda transportasi, seperti angkutan massal. Bahkan, di tahun 2022 ini pihaknya mengaku akan mengembangkan feeder.

“Kita juga ada Suroboyo Bus hingga BTS Trans Semanggi Suroboyo, tahun ini juga ada rencana pengadaan feeder sebanyak 36 unit. Mungkin kita menggunakan mobil yang cukup bagus, tapi disesuaikan dengan lebar jalan yang ada,” jelas dia.

Di tempat yang sama, Kasatlantas Polrestabes Surabaya, AKBP Teddy Chandra menjelaskan, bahwa Polrestabes Surabaya setiap hari melakukan pengaturan, penjagaan dan patroli di bidang lalu lintas dengan melakukan pemetaan waktu, terkait ruas jalan di Kota Surabaya yang terjadi peningkatan volume kendaraan.

“Secara aplikatif kami akan menugaskan personel dan mempertebal personel bila terjadi kemacetan di suatu titik di Kota Surabaya. Untuk Kota Surabaya berdasarkan tugas kami di bidang lalu lintas, arus lalu lintas bersifat situasional,” jelas Teddy.

Ia juga memaparkan, kepadatan arus lalu lintas di sejumlah ruas jalan Surabaya terjadi saat pagi hari ketika masyarakat mulai beraktifitas. Ini disebabkan pula karena Surabaya menjadi daerah aglomerasi keluar masuknya kendaraan para pekerja dari dalam maupun luar kota.

“Ada masyarakat dari luar Kota Surabaya, tentunya terjadi peningkatan volume ketika pagi hari dan pada sore hari saat mereka pulang kerja. Kemudian secara situasional ketika di ruas jalan tersebut terdapat kegiatan yang bersifat insidentil (aksi unjuk rasa),” papar dia.

Selanjutnya adalah faktor cuaca. Menurut Teddy, dengan adanya curah hujan dan terjadinya genangan air, menyebabkan kendaraan memperlambat laju kecepatan dan bisa menimbulkan antrian yang panjang. Namun, kemacetan yang terjadi di Kota Surabaya tidak membuat arus lalu lintas menjadi terhenti, melainkan tetap bisa bergerak.

“Jumlah traffic light yang ada di Kota Surabaya dan bidang jalur kereta api juga bisa menjadi hambatan. Tetapi pantauan kami selaku petugas di lapangan, lalu lintas Kota Surabaya masih masuk kategori aman dan lancar,” tegas dia.

Sementara itu, pakar Laboratorium Transportasi ITS Surabaya, Hera Widyawati menjelaskan, pihaknya juga tidak bisa menghubungi perusahan analisis data lalu lintas tersebut. Oleh karena itu, Hera mengaku akan terus melakukan pemantauan melalui pemberitaan pada beberapa media.

“Perhitungannya adalah selisih gate (gerbang) antara pada waktu macet dan tidak macet. Jadi kalau macetnya pendek, maka gate-nya banyak, kalau melihat dari itu akan susah,” jelas dia.

Padahal, menurut dia, kemacetan yang terjadi di Kota Surabaya adalah pada waktu tertentu, serta pada beberapa akses keluar masuk kendaraan di Kota Pahlawan. Indikator lainnya adalah menggunakan GPS anonim.

“Dulu kami memiliki ide, bahwa untuk melihat suatu kepadatan jalan adalah menggunakan big data yang diambil dari mobile atau dari provider. Kemudian yang tidak bisa terdeteksi adalah jenis kendaraan,” ujar dia.

Sebagai pengamat sekaligus pengguna jalan, Hera menyampaikan, bahwa arus lalu lintas Kota Surabaya masih bisa terjangkau. Maka, menurutnya, alangkah lebih bijak bila melihat sebuah kemacetan adalah berdasarkan travel time.

“Kalau kita mau melihat suatu kemacetan, satu jalan saja itu mungkin akan berbeda dengan kalau kita melihat beberapa jalan. Jadi mungkin akan lebih bijak kalau kita melihat travel time,” ungkap Hera.

Senada, pakar Laboratorium Transportasi ITS Surabaya lainnya, Wahyu Herianto menyampaikan, bahwa dia juga heran dengan kesimpulan hasil survei tersebut. Menurutnya, apabila survei yang dilakukan pada tahun 2021 saat pandemi dan pengguna angkutan umum yang kurang maksimal, maka bisa menjadi catatan penting.

“Sebetulnya melalui aplikasi Maps akan memudahkan para pengguna untuk memantau kepadatan lalu lintas. Semoga di masa depan bila angkutan umum semakin banyak, maka pengguna kendaraan pribadi bisa beralih atau pindah ke angkutan umum,” imbuh dia.

Wahyu menambahkan, apabila melihat situasi kepadatan lalu lintas sebelum dan sesudah pandemi Covid-19, terlihat jika kondisi saat ini level service di Kota Surabaya menunjukkan pada kategori C. Artinya, cukup bagus, padahal sebelum pandemi, Kota Surabaya berada pada kategori D yang berarti relatif macet.

“Jika survei dilakukan pada saat pandemi, artinya belum normal bila kita semua tidak berupaya agar pengendara kendaraan pribadi itu beralih ke angkutan umum, maka akan terjadi Surabaya semakin macet,” pungkasnya.

Sebelumnya, Kota Surabaya dinobatkan menjadi kota termacet di Indonesia pada 2021 dan mengalahkan Jakarta. Hal itu berdasarkan analisis tingkat kepadatan lalu lintas yang disampaikan oleh Inrix, sebuah perusahaan yang menganalisis dan penyedia data pengelolaan lalu lintas. Inrix merilis hasil penelitian tersebut dalam laporan Global Traffic Scorecard 2021.

Global Traffic Scorecard menghitung kehilangan waktu atau durasi yang terbuang dengan menganalisis data kecepatan maksimal saat lalu lintas padat, dan kecepatan saat lalu lintas lancar. (Kta/Red/TJ)

Subscribe

Terimakasih Telah Berlangganan Berita Teras Jatim