Liput Penyegelan Diskotek Ibiza, 5 Jurnalis di Surabaya Dikeroyok

Liput Penyegelan Diskotek Ibiza, 5 Jurnalis di Surabaya Dikeroyok

TerasJatim.com, Surabaya – Kasus kekerasan terhadap wartawan kembali terjadi. Kali ini 5 orang jurnalis dari sejumlah media di kota Pahlawan jadi korban. Mereka dianiaya saat melakukan tugas jurnalistik, di depan Diskotik Ibiza, di Jalan Simpang Dukuh, Surabaya, Jumat (20/01/2023) kemarin.

Kelima wartawan itu adalah Firman, jurnalis Inews, Anggadia dari Beritajatim, Rofik dari LensaIndonesia, Ali Fotografer Inews, dan Didik Fotografer LKBN Antara. Saat itu mereka akan meliput rencana penyegelan Diskotik Ibiza yang akan dilakukan pihak pemerintah kota setempat.

Informasi resmi yang diterima TerasJatim.com dari Komunitas Jurnalis Jawa Timur (KJJT) menyampaikan, penyegelan diskotik itu dilakukan lantaran ada dugaan peredaran narkotika di dalamnya, yang berawal dari penangkapan tersangka berinisial SLH, di tempat kosnya, wilayah Dukuh Kupang, pada 8 Januari 2023 lalu.

Dari keterangan polisi, tersangka mengaku membeli barang haram itu di diskotik Ibiza. Kemudian saat dilakukan pengembangan, 2 hari kemudian pelaku berinisial IK pun turut diamankan, di salah satu apartemen yang ada di Kota Pahlawan Surabaya.

Kasat Narkoba Polrestabes Surabaya AKBP Daniel Marunduri, dalam penjelasannya mengatakan, tersangka mengaku berjualan narkotika jenis ineks itu di diskotik Ibiza.

Karena hal itulah, pihak pemerintah mulai Satpol PP, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Jatim dan Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Jatim, mendatangi diskotik tersebut. Mereka berencana akan menyegel tempat Rekreasi Hiburan Malam (RHU) itu.

Mengetahui ada rencana tersebut, kelima wartawan itu mendatangi diskotik Ibiza, di sebuah gedung lantai 5. Mereka tidak masuk ke dalam, tetapi duduk di warung depan gedung tersebut, sembari menunggu kedatangan pihak-pihak yang dimaksud.

Di sela-sela menunggu, kelima wartawan didatangi seorang pria tak dikenal, yang meminta agar menemui seseorang bernama Wahyu. Hanya saja, kelima wartawan itu menolak, dan berniat menunggu tiga organisasi perangkat daerah (OPD).

“Kami rencana hanya mau doorstop. Mau menanyakan apa yang dilakukan di dalam,” kata Rofik, salah satu jurnalis korban kekerasan.

Tiba-tiba, seorang perempuan datang dengan perkataan menghina dan ditujukan kepada awak media. Semua perkataannya merendahkan kelima jurnalis tadi. Karena kondisi tersebut, mereka memutuskan untuk pindah tempat ke lobby gedung itu.

Kemudian, Rofik sempat kembali ke warung, berniat mengajak Didik yang sejak awal tidak ikut pindah. Sesampainya Rofik di warung, perkataan menghina kembali dilontarkan perempuan yang tidak diketahui namanya tersebut. Bahkan lebih kasar dengan mengeluarkan kata-kata yang menyebut nama-nama binatang.

“Malah dia telepon suaminya. Membalikkan semua fakta yang terjadi. Perempuan itu bilang saya yang menghina dia. Saya tegaskan tidak ada seperti itu,” terang Rofik.

Beberapa saat kemudian, sekelompok orang datang. Tidak mengetahui berapa jumlah mereka pastinya, sekitar puluhan orang. Namun, yang memukul Rofik hanya sekitar 4 orang. “Mereka mukul area telinga, mencakar area leher, pipi, lengan, sikut hingga menendang kaki. Parahnya mereka juga sempat mukulkan kursi kepada saya,” jelasnya.

Melihat Rofik mengalami kejadian itu, Didik sempat mengeluarkan kameranya. Ia sempat mengabadikan beberapa momen. Hanya saja, beberapa orang langsung mengintimidasi Didik, dengan meminta agar memasukkan kameranya. Tak hanya itu, Didik juga mendapat kekerasan dari mereka dengan menghadiahkan pukulan kepada Didik.

Sedangkan Angga dan 2 rekannya yang sedari tadi di loby gedung, langsung mendatangi lokasi keributan, berniat melerai. Namun Angga juga mendapat intimidasi.

Para jurnalis tersebut kemudian memutuskan untuk pergi. Hanya saja, motor Angga dan Rofik ditahan oleh kelompok tersebut. Mereka pun, langsung mendatangi Polrestabes Surabaya dan melaporkan kejadian tersebut.

“Laporan polisinya sudah keluar. Setelah itu, kami diminta polisi untuk visum. Kami langsung berangkat ke RS Bhayangkara,” bebernya.

Terpisah, Kasat Reskrim Polrestabes Surabaya, AKBP Mirzal Maulana, saat dikonfirmasi wartawan membenarkan kabar pelaporan tersebut. Mereka (5 wartawan) telah didampingi oleh Resmob.

“Nah ini kan tadi mereka menginformasikan, sedang laporan di Polrestabes saya minta didampingi Resmob,” ucapnya kepada wartawan, saat dikonfirmasi pasca 5 wartawan berada di SPKT.

BACA: https://www.terasjatim.com/pegawai-spbu-jogoloyo-jombang-intimidasi-dan-pukul-wartawan/

Sementara, Ketua Umum KJJT, S. Ade Maulana menyampaikan, jika dirinya sudah berkomunikasi kepada lima wartawan/jurnalis yang menjadi korban keganasan sekelompok orang.

“Kami mempertanyakan satu persatu kondisi rekan-rekan jurnalis usai mendapat kekerasan oleh sekelompok yang diduga pihak Ibiza. Ke limanya saya hubungi lewat seluler,” katanya.

Atas kejadian itu, Ade mengajak rekan-rekan jurnalis untuk kompak dan bersatu. Tak hanya itu, ia juga menghimbau agar lebih berhati-hati saat melakukan peliputan. “Karena keselamatan jurnalis di lapangan tidak ada yang menjamin, meski dalam undang-undang tertulis pekerja pers dilindungi oleh undang-undang. Maka, satu sama lain rekan seprofesi saling menjalin komunikasi yang baik,” seru Ade.

Berdasarkan surat tanda bukti lapor polisi nomor : TBL / B /89 /I /2023 /SPKT/Polrestabes Surabaya/Polda Jatim, yang diterima 5 orang wartawan usai melapor di Polrestabes Surabaya, menurut Ade, hal ini menambah daftar panjang kekerasan terhadap insan pers.

Sehari sebelumnya, kata dia, Edi Supriadi wartawan Jombang juga mendapat kekerasan fisik.

Untuk itu, dia meminta kepada pihak kepolisian, Kapolrestabes Surabaya dan Kapolda Jatim, untuk memberantas segala aksi kekerasan atau premanisme di Jatim, khususnya pelanggaran pasal pidana nomor: 90 Tahun 1999, Tentang Pers.

“Meski keselamatan kami di lapangan tidak ada yang menjamin saat melakukan peliputan. Setidaknya beri rasa nyaman dan aman untuk kami yang menyandang profesi sebagai jurnalis,” ungkapnya.

“Seperti masyarakat pada umumnya, berantas aksi main hakim sendiri. Tangkap mereka dan adili. Kami menolak aksi kekerasan, kami menolak aksi premanisme dan main hakim sendiri. Kami juga ingin mengajak semua pihak tidak melakukan intimidasi terhadap pekerja pers. Kami juga bekerja atas nama undang-undang,” tutup Ade, yang juga pernah menjadi korban persekusi oleh sekelompok orang, beberapa waktu lalu. (Git/Kta/Red/TJ)

Subscribe

Terimakasih Telah Berlangganan Berita Teras Jatim