Revolusi Mental Dangdut Koplo

Revolusi Mental Dangdut Koplo

TerasJatim.com – Saya termasuk tipikal laki-laki yang tidak setiaan kepada musik. Selera musik saya dinamis, cenderung progresif dan terus berubah. Perubahan ini terjadi sejak saya masih SD, remaja, dewasa dan hingga sekarang yang setengah matang ini, Hehehe.

Saat kecil kalau disuruh nyanyi maju ke depan kelas, ‘Garuda Pancasila’ adalah lagu nasional favorit saya. Ketika remaja, saya paling demen dengan lagu-lagunya Soneta, Mara Karma. Itu yang bergenre dangdut.

Sedang penyanyi pop kesukaan saya adalah Dian Piesesha, Rafika Duri atau mendengar lengkingan khasnya Endang S. Taurina.

Saat saya pertama kali jadi penyiar Radio AM, otomatis saya harus banyak menguasai library musik. Pelan tapi pasti saya mulai meninggalkan dangdut dan mencoba berkenalan dengan irama rock. Penyanyi dan group yang saya gandrungi saat itu adalah God Bles, Nicky Astria dan Fire House.

Saat saya naik pangkat siaran di Radio SCFM (Trijaya), saya jadi terpengaruh dengan nuansa musiknya Genesis, Wham dan aliran-aliran pop adult. Padahal  musik yang sering diputar di list siaran radio saya, kebanyakan bernuansa pop jazz.

Jujur, saya tidak begitu suka dengan jazz, meski yang ringan, ngepop dan yang easy listening sekalipun. Apalagi jazz dengan aroma yang kental.

Ketika saya diundang oleh sponsor untuk menjadi MC di konser-konser jazz  saya  pura-pura bisa menikmati, dengan harapan biar diundang lagi. Hehehe.

Andai saja disuruh memilih, saya lebih suka menikmati lagu-lagu karya Ki Narto Sabdo saja daripada saya harus mendengar dan mencerna suara piano dan bas yang menurut saya terkesan diawur tak beraturan.

Mungkin orang menganggap selera musik saya rendah, tapi dibanding jazz, saya lebih menyukai klenengan macam tembang perahu layar dan ojo lamis. Buat saya lagu-lagu itu penuh makna dan ajaran hidup serta bisa menyejukkan hati.

Sekarang revolusi selera saya pada musik berubah. Di mobil saya, banyak dvd live dangdut-nya Monata, Sera dan group-group dangdut koplo Jawa Timuran.

Entah kenapa, ketika memutar dangdut koplo, saya merasa terbawa emosi, saya ikut gelengkan kepala atau ikut menggerakkan kaki. Kadang ilusi nakal saya membayangkan, seandainya saya ikut joget dan nyawer penyanyinya di atas panggung. Hehehe.

Buat saya, arranger dan pengubah musik di dangdut koplo adalah orang-orang yang kreatif dan revolusioner. Lagu-lagu ori yang awalnya terdengar biasa-biasa saja, setelah dipermak sana-sini, hasilnya menjadi luar biasa.

Saya tidak peduli dengan stigma yang berkembang, jika dangdut koplo adalah norak dan kampungan. Tapi nyatanya setiap kali saya putar musik dan lagu-lagu itu, volume suaranya pasti saya besarkan sampai mentok.

Kebetulan saya punya satu jeep yang audionya lengkap kayak sound kampung yang ditanggap orang hajatan. Jadi ketika saya putar musiknya dan saat berhenti di lampu abang ijo, pengendara yang lain bisa ikut manggut-manggut. Lumayan kan, anggap ibadah bisa berbagi kebahagiaan dengan yang lain. Hehehe.

Terlepas dari banyaknya kontroversi dan komentar miring, saya beranggapan, dangdut koplo harus tetap diberi ruang untuk terus berkreasi dan ber-revolusi. Bisa jadi dangdut koplo adalah revolusi bermusik di era sekarang.

Faktanya, setiap gelaran musik dangdut di daerah manapun, belum pernah sepi penonton. Penyanyi dan pemain musiknya tidak pernah sepi job dan laku dimana-mana.

Buat saya, kekuatan dangdut koplo ada pada ketukan kendang dan harmoni kebersamaan alat-alat musiknya. Itulah salah satu ikhtiar musik dalam ber-revolusi.

Mungkin program Revolusi Mental-nya Pak Jokowi patut untuk meniru dan sedikit belajar dari strateginya dangdut koplo. Dimana semuanya diawali dari ketukan dan harmoni.

Untuk me-Revolusi Mental diperlukan ketukan kendang sang pemimpin sebagai isyarat kapan dimulainya dan dari mana perubahan mental dilakukan.

Perubahan harus dimulai dengan aksi bersama tanpa pandang tingkatan dan kasta. Perubahan harus diawali dari pemerintah untuk merevolusi regulasi yang selama ini dibuat payung kesempatan “BERMAIN”.

Disadari atau tidak, piranti birokrasi-lah yang selama ini wajib untuk di reparasi.

Ibarat mesin motor, bisa jadi ada packing yang keropos, busi yang mulai mati atau platinanya sudah aus dan bolong-bolong. Dari situlah akan diketahui, mana spare part yang harus dipertahankan, diganti dan dibuang jauh-jauh, syukur-syukur ke tengah laut.

Revolusi memang kadang membawa dampak kerugian bagi sebagian kecil golongan oportunis status quo. Tapi revolusi hakekatnya karena sebuah kebutuhan dasar dan alasan untuk keperluan yang lebih besar. Bangsa ini harus berubah dan sangat membutuhkan perubahan yang cepat.

Program Revolusi Mental patut untuk didukung bersama. Kita mencoba untuk berubah bersama-sama, meng-aplikasikan dalam bentuk nyata dan bukan sebatas jargon atau hanya menjadi tag line semata.

Saat ini hasil dari perubahan cepat masih samar-samar dan masih tampak pada permukaan saja. Belum menyentuh pada akar dan esensi masalahnya.

Kita masih mendengar, masih banyaknya saweran-saweran liar di berbagai instansi pelayanan publik, iuran siluman di dunia pendidikan, cukong dan mafia ekonomi masih merasa kuat memonopoli harga kebutuhan sembako. Anak dan keluarga pejabat di sejumlah daerah masih dominan mengendalikan proyek dan masih banyak lagi hal-hal yang menjadikan kesulitan dan preseden buruk selama ini.

Mungkin sebagian orang berpikir, bahwa revolusi dangdut ori ke dangdut koplo merupakan hal yang sepele. Tapi buat saya, dari hal-hal yang selama ini dianggap ecek-ecek, naif dan tidak penting itulah, bisa menjadikan inspirasi untuk membuat perubahan besar.

Ayooo….Revolusi Dangdut, Eh…Revolusi Mental……

Salam Kaji Taufan

(kajitaufan@terasjatim.com)

Subscribe

Terimakasih Telah Berlangganan Berita Teras Jatim