Pak Bupati, Ini Jeritan Anak Rantau asal Pacitan di Ibu Kota

Pak Bupati, Ini Jeritan Anak Rantau asal Pacitan di Ibu Kota
Ilustrasi

TerasJatim.com, Pacitan – Di tengah merebaknya Corona Virus Disease (Covid-19), sejumlah warga perantau khususnya asal Kabupaten Pacitan Jatim, yang berada di Jakarta, mengaku bingung. Terlebih, saat ini mereka sebagian sudah tidak bekerja dan diimbau tidak mudik untuk sementara waktu.

Saat dihubungi TerasJatim.com, sejumlah perantau asal Pacitan, mengaku memikul beban berat akibat dampak pandemi Corona. Bahkan keinginannya untuk kembali ke kampung halaman serasa tak terbendung. Namun, lantaran situasi yang tidak memungkinkan membuat mereka tidak bisa berbuat banyak dan hanya pasrah dengan keadaan.

MA (inisial) salah satunya. Pria yang merantau dan bekerja sebagai kuli bangunan di Jakarta ini mengaku dalam beberapa waktu terakhir ini dirinya sudah tidak bekerja lagi. Hal itu karena proyek yang dikerjakan telah ditutup untuk sementara waktu hingga batas yang belum ditentukan. “Iya saya sudah tidak kerja lagi sekitar seminggu ini, karena proyek sudah ditutup,” ujarnya, via telepon selulernya, Minggu (29/03/20).

Ia menjelaskan, jika proyek ditutup karena telah usai dalam pengerjaannya, MA pun bisa pindah kerja di tempat lain. Namun, penutupan proyek tersebut karena dampak wabah Corona yang membuatnya harus berdiam diri di kontrakan, karena belum diizinkan untuk balik ke kampung halaman.

Hal itu membuat pria 31 tahun ini sangat terpukul dan harus berpikir keras bagaimana caranya bertahan ke depan. Terlebih ada keluarga di rumah (Pacitan) yang menjadi tanggung jawabnya.

“Bagaimana kita bertahan di perantauan, padahal kita juga punya tanggungan harus menafkahi anak istri di rumah. Kita harus bagaimana dan anak istri kita juga bagaimana. Sedangkan dulu perantau di luar negeri tidak tahu caranya bisa dijemput harus pulang ke Indonesia. Lha ini yang merantau di Indonesia sendiri tidak bisa pulang kampung. Aku yo kangen anak bojo (saya juga kangen anak istri), belum tentu kita balik membawa penyakit,” ungkapnya sedih.

Terlihat, dalam story WhatsApp MA, ia menuliskan beberapa paragraf dengan diberi judul Cerita Anak Rantau. Adapun poin yang disampaikan diantaranya, “Jemput kami, bawa petugas medis, itu lebih manusiawi. Bayangkan kita di sini di kota terdampak Covid-19, kita tinggal di kontrakan, tidak tahu tetangga, sudah terpapar atau belun, itu lebih mengerikan. Sebenarnya anak rantau pengin pulang, apalagi yang pulang hanya 1 tahun sekali. Coba para camat, bupati, kepala desa jemput kami di tanah rantau, mungkin akan lebih baik untuk warganya,” tulis MA.

Hal senada diungkapkan YN (37) warga asal Pacitan lainnya di Jakarta. Ia berharap kepada pemerintah mengambil kebijakan yang bersahabat dengan rakyat kecil. “Yang jadi pikiran saya itu biaya hidup di perantauan, keluarga di rumah, belum angsuran motor di rumah, kemarin istri sudah bilang untuk bayar bon ke warung sudah ditagih, belum lainnya. Padahal ini sudah tidak kerja. Semoga ada kebijakan yang riil dengan rakyat kecil,” ungkap bapak 2 anak.

Sementara itu, Iwan, perantau asal Pacitan lainnya merespon baik imbauan dari pemerintah yang meminta kepada perantau untuk tetap tinggal sementara waktu, dan tidak balik ke kampung halamannya. Meski ia mengaku berat hati dan ingin segera segera melepas rindu dengan keluarganya di kampung.

“Sebagai buruh yang hanya mendapat upah sekitar Rp100-Rp130 ribu per hari, sementara kita ikuti imbauan pemerintah. Wong cilik isone mung manut (orang kecil bisanya cuma patuh). Cuma, saya minta kepada pemerintah untuk memberikan kebijaksanaan lebih kepada buruh harian baik yang diperantauan maupun yang di kampung, karena berbeda dengan pegawai yang menerima upah setiap bulan. Mereka berdiam di rumah ada yang diharapkan. Kalau kuli seperti saya ini, tidak gerak tidak makan,” tuturnya. (Git/Kta/Red/TJ)

Subscribe

Terimakasih Telah Berlangganan Berita Teras Jatim