Mediasi Sengketa Lahan Tambak Deadlock, Warga Cumpleng Lamongan Blokir Akses Jalan PT SBM

Mediasi Sengketa Lahan Tambak Deadlock, Warga Cumpleng Lamongan Blokir Akses Jalan PT SBM

TerasJatim.com, Lamongan – Usai mediasi sengketa lahan kerapu di Desa Labuhan, Kecamatan Brondong, Kabupaten Lamongan, yang mengalami deadlock, akhirnya warga Dusun Cumpleng, Desa Brengkok, bersama ahli waris menutup akses jalan masuk menuju lahan tambak yang dipersengketakan.

Sengketa lahan ini diduga bermula karena adanya penyerobotan lahan tambak yang dinamai KM-1, hasil kerjasama budidaya kerapu, antara 2 warga asal Desa Brengkok Kecamatan Brondong, Muntaha (alm) dan Soekarno, dengan Killy Chandra, asal Medan.

Seiring berjalannya waktu, lahan tambak KM-1 yang terdiri dari 18 petak (kolam) yang dibeli secara bersama dari Sujarwo dengan nilai Rp2 Miliar tersebut, diduga secara sepihak telah diserobot oleh Killy Chandra selaku Direktur PT. SBM (Sumatera Budidaya Marine), yang sebelumnya melakukan kerjasama budidaya tersebut.

Dari kesepakatan sebelumnya, hak masing-masing dari kerjasama ini adalah 30 persen untuk Muntaha, 30 persen untuk Soekarno, lalu 40 persen untuk Killy. Singkatnya, tiba-tiba lahan KM-1 ini diduga hanya dikuasai sendiri oleh Matt Kyne, anak Killy, secara 100 persen atas dasar surat pernyataan jual beli tanah KM-1 antara Sujarwo dengan pihaknya tertanggal 11 September 2013 silam.

Kuasa Hukum penggugat atau ahli waris Muntaha (alm), Khoirul Amin menyampaikan, bahwa atas perbuatan sepihak yang dilakukan Killy dan anaknya ini menyebabkan kliennya mengalami kerugian yang besar dan memutuskan untuk melayangkan gugatan di Pengadilan Negeri (PN) Lamongan.

“Kita sudah menawarkan sesuai gugatan, namun mediasi deadlock. Pemblokiran jalan ini dilakukan oleh ahli waris bersama warga karena modus kerjasama yang dilakukan sebelumnya mau dikuasai secara pribadi oleh tergugat,” ujar Khoirul, kepada wartawan, Kamis (24/02/2022) lalu.

Khoirul menambahkan, bahwa penutupan akses jalan ini dilakukan oleh warga sebagai bentuk solidaritas dalam membantu ahli waris melawan PT SBM, demi menuntut keadilan dan memperoleh haknya.

“Ini bukan akses jalan dusun, tapi selama ini pihak ahli waris mengikhlaskan jalan pribadi ini untuk akses jalan PT SBM. Tapi karena PT SBM tidak menghargai masyarakat Cumpleng, akhirnya kami memutuskan untuk menutup akses jalan ini untuk PT SBM yang notabennya perusahan asing bukan asli Lamongan, sebagai bentuk perlawanan,” tegasnya.

Sebelumnya, Khoirul menceritakan, bahwa warga dan pemuda setempat juga sempat melakukan pemblokiran jalan dusun karena lalu lalang truk PT SBM yang dinilai telah merusak jalan.

Berbeda dengan sebelumnya, jalan yang ditutup kali ini berada di lahan pribadi milik Sarbuning (82) yang disewa oleh Muntaha (alm) dan dilanjutkan oleh ahli warisnya.

Selama dalam masa sewa, Sarbuning memberikan kuasa penuh kepada Muntaha (alm) beserta ahli warisnya untuk mengelola dan memanfaatkan lahan tersebut, termasuk wewenang memberikan izin atau tidaknya kepada pihak lain saat melewati akses jalan lahan tambaknya.

Di sekitaran lokasi lahan tambak sengketa ini, ahli waris dan warga juga mendirikan Posko Gerakan Pribumi Bangkit sebagai simbol perlawanan. Bahkan, aksi mereka juga mendapat dukungan penuh dari sejumlah aktivis dan organisasi.

Berdasarkan pantauan di lapangan, sejumlah aktivis tersebut di antaranya berasal dari Lembaga Kajian dan Pemberdayaan Masyarakat (LKPM), Gerakan Pemuda Islam (GPI Jatim), Kesatuan Pemuda Pantura Lamongan (Kapal), Madani Institut, Forum Diskusi Poros Pantura (FDPP), Aliansi Petani Indonesia (API) Jatim, dan Aliansi Petani Tambak Pantura (Alpatara).

“Dulu mereka sempat membayar kompensasi sebesar Rp25 juta untuk pemakaian jalan dusun. Namun untuk jalan yang kami blokir hari ini adalah jalan pribadi, bukan jalan dusun. Jalan ini akan terus ditutup selama PT SBM atau Killy Chandra tak bisa diajak negosiasi secara kekeluargaan,” paparnya.

Sementara itu, kuasa hukum para tergugat, Harimuddin mengungkapkan, jika pihaknya sangat menyayangkan atas adanya aksi pemblokiran jalan yang dilakukan warga dan ahli waris tersebut.

“Kami sangat menyayangkan sikap penggugat (ahli waris Muntaha) yang menutup jalan untuk klien kami memasukan pakan ke tambak KM-1, di tengah proses hukum yang sedang berjalan di PN Lamongan,” ungkap Harimuddin, saat dikonfirmasi secara terpisah, pada Selasa (01/03/2022).

Menurut Harimuddin, mestinya aksi penutupan jalan ini tak terjadi karena saat ini masih menunggu putusan PN Lamongan. Ia menyebut, sebelum putusan tersebut berkekuatan hukum tetap, baik penggugat maupun tergugat masing-masing seharusnya masih bisa memanfaatkan 50 persen atas KM-1 maupun KM-2.

Masih kata Harimuddin, ia dan kliennya bahkan mengaku sangat keberatan dengan adanya narasi melalui banner bertuliskan “Gerakan Pribumi Bangkit” yang terpasang di jalan menuju tambak.

“Ini jelas berbau Sara. Karena penggunaan istilah pribumi dan non pribumi sudah dihapus dengan Inpres Nomor: 26 Tahun 1998 tentang Menghentikan Penggunaan Istilah Pribumi dan Non-Pribumi dan juga tidak sejalan dengan UU Nomor: 40 Tahun 2008 Tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis,” bebernya.

Oleh sebab itu, pihaknya berharap agar penggugat kembali membuka akses jalan untuk kliennya sambil menunggu putusan PN Lamongan hingga berkekuatan hukum tetap. “Ini persoalan perdata antara klien kami selaku tergugat dengan ahli waris bapak Muntaha selaku penggugat. Klien kami tidak bermasalah dengan pemuda dan warga Dusun Cumpleng, termasuk masyarakat petambak di Lamongan pada umumnya,” tandasnya.

Seperti diketahui, pengukuran lahan tambak kerapu di desa setempat sempat berlangsung tegang dan ricuh, pada Jumat (14/01/2022) lalu. Kala itu, petugas BPN bersama aparat yang hendak melakukan pengukuran dihadang oleh warga setempat lantaran status sengketa lahan tambak masih diproses secara hukum di PN.

Lalu, hasil mediasi antara kedua belah pihak yang berlangsung di ruang mediasi Pengadilan Negeri (PN) Kabupaten Lamongan, pada Kamis (24/02/2022), menemukan jalan buntu atau deadlock.

Sehingga, sidang sengketa ini akan digelar pada 9 Maret 2022 mendatang, dengan agenda pembacaan gugatan dari pihak penggugat. Kemudian persidangan akan dilanjutkan kembali terkait jawaban tergugat dalam menindaklanjuti gugatan tersebut. (Mh/Red/TJ)

Subscribe

Terimakasih Telah Berlangganan Berita Teras Jatim