Gus Jari, Pria Jombang yang Mengaku Nabi Akhir Zaman

Gus Jari, Pria Jombang yang Mengaku Nabi Akhir Zaman

TerasJatim.com, Jombang  – Gus Jari bin Supardi (44), warga Dusun Gempol, Desa Karangpakis, Kecamatan Kabuh, Kabupaten Jombang, Provinsi Jawa Timur mendadak tenar namanya.

Klaimnya mendapat wahyu dari Allah SWT sebagai Nabi akhir zaman sontak membuat gempar.

Padahal diungkapkannya, klaim wahyunya itu diterima sejak akhir 2004 ketika mondok di salah satu pondok pesantren di daerah Brangkal, Kecamatan Sooko, Kabupaten Mojokerto.

Ia menyatakan diri sebagai Nabi Isa Al Habibullah dan menyebarkan ajaran Agama Islam melalui Pondok Pesantren (Ponpes) Kahuripan Ash-Shiroth di Dusun Gempol yang didirikannya dua tahun kemudian.

Kini di kompleks Ponpes itu berdiri sebuah masjid yang dijadikan tempat untuk mengajar dengan 100 orang pengikut.

Ada sebuah batu di masjid tersebut yang dipercayai Gus Jari, panggilan Jari bin Supardi sebagai simbol maqom (tempat berdirinya) Rasulullah Nabi Muhammad SAW.

Di atas batu itu pula Gus Jari menyampaikan ceramah rutin agamanya pada tanggal 1 dan 15 setiap bulannya sebagai Nabi Isa Habibullah (kekasih Allah). Sebagai Nabi Isa Habibullah, ia dipercaya sebagai kehadiran kedua dari Nabi Isa Almasih (Yesus Kristus) yang pernah hidup sebelum masa Nabi Muhammad SAW.

Gus Jari ketika dikonfimasi tentang diperolehnya wahyu Illahi itu menyebutkan, bahwa ketika itu ia menjalankan salat tengah malam di Brangkal, Kabupaten Mojokerto. Ketika itu ia sedang dalam posisi sujud dan mendapatkan bisikan gaib yang menyebutnya, Wahai Isa. Kemudian terdengar sebutan (Surat) Yasin sebanyak tujuh kali dan dilanjutkan dengan lafaz bacaan Walquranul Khakiim hingga selesai.

“Dada saya terasa ditekan dan saya tidak mampu berkata-kata dan hanya bisa menangis. Wahyu Illahi itulah yang memberanikan diri saya untuk membangun Ponpes dua tahun kemudian,” ujar Gus Jari sambil mengatakan, bahwa ia bukanlah nabi terakhir, nabi penutup, namun hanya sebagai nabi akhir zaman.

Dalam wahyu itu pula Gus Jari diminta untuk meluruskan banyaknya penyimpangan yang terjadi dalam syariat, thoriqot, hakikat dan ma’rifat.

“Apa yang ada dalam Al Quran dan Al Hadist itu benar adanya, tetapi tidak sedikit yang dalam pelaksanaannya justru menyimpang. Ini yang mesti saya luruskan,” aku Gus Jari yang menyadari bahwa ia tidak memiliki tanda-tanda lain (mujizat) yang bisa meyakhinkan orang lain bahwa dirinya adalah nabi akhi zaman yang menerima wahyu dari Illahi.

Sedang didalami

Ilham Rohim, Penyelenggara Syariah Kantor Kemenag Jombang, menyatakan, bahwa pihaknya bersama Kejaksaan Negeri, Polri dan MUI sudah melakukan pemantauan atas aktivitas Gus Jari dan Ponpes Kahuripan Ash-Shiroth di Dusun Gempol, Desa Karangpakis, Kecamatan Kabuh, Kabupaten Jombang.

Namun Kemenag sendiri belum bisa menuduh ajaran Gus Jari sebagai sesat, karena yang bersangkutan masih memakai Al Quran dan Al Hadist sebagai pegangan ajarannya.

“Yang jadi masalah kan yang bersangkutan mengaku sebagai Nabi Isa Al Habibullah. Itu ditandai dengan pembacaan Syahadat (yang disempurnakan) sebagai pernyataan seseorang memeluk agama Islam sebagaimana diajarkan Nabi Muhammad SAW,” ujar dia.

Kalau syahadat itu aslinya adalah; Ashaduallahillahailallah Wa Ashadu Anna Muhammadarosulillah. Maka oleh Gus Jari ditambah (yang dianggap sebagai penyempurnaan) dengan kalimat, Wa Isa Habibulloh. “Jadi pinsipnya kita sedang mendalami manakala ada ajaran yang dinilai sesat disebarluaskan kepada jemaatnya,” tandas Ilham Rohim.

Berbeda dengan Sekretaris Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jombang, KH Junaidi Hidayat, dalam menyampaikan ajaran agamanya, Gus Jari selama ini memang belum diketemukan adanya penyimpangan. Dari pengakuan sejumlah penganutnya, dalam ajaran yang disampaikan Gus Jarim selama bertahun-tahun, memang relatif tidak ada yang aneh karena (masih) mengacu pada ayat-ayat suci Al Quran dan Al Hadist.

Hanya saja, mengaku sebagai nabi akhir zaman, Nabi Isa Habibullah, kemudian memasang batu besar di dekat bilik imam masjid sebagai makam Rasullullah, adalah sesuatu yang sesat.

Batu besar yang biasa dipakai duduk Gus Jari dalam menyampaikan ceramah agamanya itu dinilai sebagai sesuatu yang mengada-ada. Belum lagi adanya asesoris gambar banteng, wayang dan harimau, juga merupakan sesuatu yang tidak wajar dan bisa disebut dengan kebohongan.

“Kalau kemudian Gus Jari sendiri mengaku bukan sebagai nabi penutup, tetapi nabi akhir zaman dengan perintah meluruskan syariat, thoriqot, hakikat dan ma’rifat yang disebutkannya banyak menyimpang, itu juga kebohongan,” ujarnya.

Menurut KH Junaidi Hidayat, zaman sekarang sudah tidak ada orang yang menerima wahyu dari Allah. Karena yang terakhir kali menerima wahyu dari Allah adalah Nabi Muhammad SAW. “Kalau kemudian ada orang yuang mengaku menerima wahyu, itu kebohongan besar. Apalagi dia memposisikan sebagai Nabi Isa kedua,” tandas KH Junaidi.

Diakui KH Junaidi, memang ada dalil yang menyebut Nabi Isa Al Masih, akan turun ke bumi pada akhir zaman. Turunnya Nabi Isa ini untuk melaksanakan dan menyempurnakan syariat Nabi Muhammad SAW.

Namun tentu untuk itu ada kualifikasi dan ketentuan yang ditentukan sesuai agama. Bukan lalu sembarang orang bisa mengklaim sebagai Nabi Isa,” ujar KH Junaidi yang juga Pengasuh Ponpes Alaqobah, Desa Kwaron, Kecamatan Diwek, Jombang itu.

Terkait kewajiban bagi pengikut Gus Jari untuk membaca kalimat syahadat yang sudah ditambah kalimat tertentu, KH Junaidi menyebut itu sebagai bentuk kemurtadan.

Dalam ajaran Islam, syahadat itu merupakan sesuatu yang nash, yang sudah pasti, tidak boleh ditambah dan dikurangi. Jika ada yang menambah atau mengurangi, itu bentuk kekufuran atau murtad, tandas KH Junaidi lagi.

Menurut dia, MUI juga akan berkoordinasi dengan Kemnag, Kejari, Polri dan Pemkab Jombang guna mengklarifikasi hal tersebut, karena kini sudah mulai meresahkan warga masyarakat.

Terhadap sekitar 100 orang jemaat pengikut Gus Jari jika ajarannya dinilai sesat, KH Junaidi menyatakan, mereka akan diluruskan sesuai ajaran agama Islam yang benar.

MUI akan menanganinya sebagaimana menangani kasus Gafatar (Gerakan Fajar Nusantara) belum lama ini. “Ini menjadi kewajiban kita untuk meluruskan yang sesat,” tandas KH Junaidi Hidayat. (TJ-dari BeritaSatu)

Subscribe

Terimakasih Telah Berlangganan Berita Teras Jatim