Sosialita Batu Akik

Sosialita Batu Akik

TerasJatim.com – Baru-baru ini, saya sengaja melakukan perjalanan yang lumayan jauh. Pengertian jauh, bukan dari jarak dan berapa banyak kilometer yang saya tempuh. Tapi buat saya jauh karena melewati beberapa daerah kabupaten dan kota di jawa timur dan sebagian jawah tengah.

Maklum, kebetulan saya ini tipikal orang rumahan. Rutinitas keseharian saya, 70% saya lakukan dan kendalikan dari rumah sambil sarungan. Selain efektif, ngirit bensin, paling tidak saya bisa sedikit punya kulit putih dan kinclong hehehe.

Ketika saya sampai di Madiun, saya mampir di sebuah warung pecel dekat kantor Kota Madya. Kemudian saat di Ponorogo saya sempat berhenti ngopi sejenak di alun-alun kota. Perjalanan berikutnya saya lanjutkan ke Pacitan.

Di kota yang baru pertama kali saya datangi ini, saya mendapat banyak kesan. Selain dijamu makan gratis oleh Bupati dan istri di rumah dinas, saya juga diajak jalan-jalan melihat Pacitan. Karena ada kesempatan, saya memutuskan untuk menginap semalam.

Ke esokan harinya, perjalanan saya lanjutkan ke wilayah jawa tengah menyusuri hutan yang masih elok. Tujuan pertama saya adalah kota jamu Wonogiri dan Solo.

Dalam perjalanan ke kota-kota tersebut, saya selalu menyempatkan diri untuk ngopi di warung-warung kecili. Saya sengaja tidak memilih coffe shop atau rumah makan, karena selain sangu saya cekak, buat saya cangkruk di warung-warung kecil lebih menyenangkan dan lebih terasa membumi.

Dari persinggahan dan interaksi dengan pemilik, penjaga dan pengunjung warung, hampir semuanya membicarakan tentang susah dan sulitnya perekonomian sekarang. Kebetulan memang sudah kebiasaan, setiap ketemu dan ngobrol dengan orang lain, pertama kali saya selalu menanyakan kabar. Entah itu dianggap SKSD (sok kenal dan sok dekat) atau apalah, itulah kebiasaan saya.

Kalimat “kabare pripun ?” buat saya adalah bagian awal untuk sebuah relationship. Dari sapaan awal itulah, saya bisa melihat antusias atau tidaknya lawan bicara saya, ramah atau “mbesengutan” atau bisa jadi orang tersebut sok jaim.

Buat saya, menjadi sosialita itu tidak harus memasuki dunia gemerlap. Tidak harus bergaul dengan ukuran Strata Economy Social (SES) tinggi. Tidak harus memilih lawan diskusi. Tidak harus ngomongin politik dengan topik kelas atas. Tidak harus eksklusif dan gaya sok-sok an lainnya.

Ngomong tentang akik, susahnya air hujan, banyaknya tarikan karnaval agustusan dan kesulitan ekonomi kelas kecilpun, itu lebih produktif dan bermakna. Saya bisa menyimak dan ikut larut menikmati kesulitan-kesulitan mereka. Bahasa kerennya ikut berempati.

Dulu (saat masa kampanye), saya sering mendengar kalimat dari calon-calon pemimpin untuk menumbuhkan ekonomi kerakyatan. Tapi dari pengalaman perjalanan ngopi saya di beberapa kota tersebut, yang sering kita temui sekarang adalah menumbuhkan ekonomi kesusahan.

Saya mungkin orang yang selalu mencoba untuk berpikir positif. Bisa jadi pemerintah sekarang sedang belajar untuk merasakan beratnya jadi pemimpin Dan kini mereka sedang berjuang, bekerja keras untuk menumbuhkan ekonomi rakyat seperti yang mereka janjikan. Sebagai rakyat kecil, kita tentu terus mengapresiasi segala langkah dan  tindakan yang diambil oleh pemerintah.

Kita tentu mendengar upaya-upaya lain yang ditempuh, seperti menghilangkan mafia beras, sapi, garam dan mafia-mafia lainnya.

Kita tentu berharap paket-paket kebijakan berupa de-regulasi di bidang ekonomi yang telah dikeluarkan untuk iklim usaha, pelan tapi pasti (harus) menumbuhkan ekonomi nasional. Dan nanti pada gilirannya, muara dan hasilnya akan menyentuh rakyat kecil. Tapi itu kapan ?

Kita sering mendengar selentingan tentang fenomena kembalinya batu akik yang kini sedang ramai menjadi trend perbincangan di masyarakat kecil, adalah salah satu issu untuk mengalihkan perhatian kita pada kesulitan ekonomi bangsa.

Kalau memang issu  itu disetting demikian, maka kita berharap dari batu akiklah masyarakat memulai kemandirian dalam menumbuhkan ekonominya sendiri.

Sehingga rakyat kecil tidak perlu lagi menunggu hasil paket-paketan dan perubahan kebijakan ekonomi dari pemerintah.

Ekonomi rakyat seyogyanya dari jaman baehula dikondisikan untuk kuat dan mandiri.

Jadi ketika ekonomi dunia sedang oleng karena pengaruh global, rakyat kecil tidak merasakan “lindu”nya.

Mudah-mudahan diawali dari batu akik inilah, pasar desa, pasar tradisional,  bakul dawet, warung kopi dan pecel, tukang becak dan ojek di terminal, bisa memberikan senyum bahagia saat dirumah istrinya minta uang belanja.

Semoga tidak kita dengar lagi di media, ada berita seorang ibu mengajak anak-anaknya untuk mengakhiri hidupnya karena kesulitan ekonomi.

Kita berharap dari hal yang kecil, ekonomi kerakyatan bisa tumbuh menjadi besar. Biarlah rakyat kecil asyik dengan akiknya, pemerintah tenang dan konsentrasi dalam bekerja untuk menyejahterakan rakyatnya, dan biarlah saya menikmati sebagai sosialita kelas batu akik hehehe.

Salam Kaji Taufan.

Subscribe

Terimakasih Telah Berlangganan Berita Teras Jatim