Dewan “Pantes-Pantesan” Rakyat
TerasJatim.com – Sebetulnya saya tidak sedang ada nafsu untuk menulis tentang pertemuan ketua, wakil ketua dan unsur pimpinan DPR dengan salah satu capres Amerika dari Partai Republik Donald Trump.
Selain esensinya tidak begitu penting buat saya dan warga jawa timur, nuansa politiknya begitu kental.
Tapi ketika saya mengamati issue ini semakin membesar, rasanya kurang elok kalau saya dan TerasJatim.com “MBIDEG” dan seolah-olah tidak terjadi apa-apa.
Mungkin saya akan menulis dari sisi yang lain, yaitu psikologi publik. Selama ini kita sudah “WAREG” mendengar sebagian oknum anggota dewan yang tabiat dan perilakunya menjadi sebuah gunjingan media. Publik tidak kaget jika selama ini ada akrobat dan ketidak normalan dalam tata perpolitikan kita.
Saya tidak perlu menulis data empiris di tulisan saya, tentang berapa banyak hal yang kurang patut dilakukan oleh (oknum) anggota dewan.
Tentu belum hilang dari ingatan kita, tentang kasus-kasus korupsi, pemerasan, perselingkuhan dan hal-hal maksiat lainya yang dilakukan oleh beberapa orang anggota dewan.
Beberapa kali anggota dewan yang baik-baik dan manis-manis dibuat malu oleh kelakuan “ANEH” sebagian sejawatnya.
Masih belum hilang dari ingatan kita, insiden pengusiran yang dilakukan oleh Perkumpulan Pelajar Indonesia di Australia terhadap rombongan anggota parlemen yang sedang kunker (liburan) ke Melbourne. Disambung lagi, pelajar dan mahasiswa di jerman, pernah mengirim gambar video yang merekam beberapa anggota dewan yang sedang shooping di pusat perbelanjaan mewah.
Belum lagi hal kontroversial yang lain yang sering dilakukan oleh sebagian (oknum) anggota dewan di daerah. Ada yang ketangkap basah sedang dugem di rumah karaoke sambil menghisap narkoba, ada yang sedang digaruk petugas saat ber-hoho-hihi dengan gadis di bawah umur di sebuah hotel jam-jam an, ada juga yang sedang kusut dan menutupi wajahnya ketika ditersangkakan karena menjadi makelar calon PNS dan masih banyak lagi hal-hal yang “SARU” lainnya.
Dan yang membuat kita sering geli adalah banyaknya diantara oknum anggota dewan bermain dan ngentit bahkan ngerayuki proyek jasmas yang notabene usulan sendiri, diperuntukan bagi konstituennya di dapilnya sendiri, pelaksananya diatur sendiri, fee nya diambil sendiri. Pokoknya full kemaruk hehehe.
Kita semua tahu, menjadi anggota dewan tidaklah gratis. Diperlukan sangu dan perbekalan yang cukup untuk melenggang ke gedung dewan. Tapi kita rakyat yang selama ini dianggap bodoh dan “nurutan” pun tahu, kalau menjadi anggota dewan bukanlah tempat untuk mengembalikan modal dan investasi yang sudah mereka tanam untuk tujuan berpolitik mereka. Apalagi niat menjadi anggota dewan hanya karena alasan pantes-pantesan, tinimbang nganggur, terimo luwung dan alasan konyol lainnya.
Buat saya, profesi sebagai politisi adalah sama mulianya dengan profesi-profesi lainnya.
Seseorang yang terjun di dunia politik sesungguhnya sudah memperhitungkan konsekuensinya, bahkan seharusnya sudah mewakafkan jiwa dan raganya untuk kemakmuran rakyat. Menjadi politisi adalah panggilan hati dan jiwa.
Saya tidak ingin “NUTURI” siapapun apalagi nuturi politisi. Saya dan rakyat di TerasJatim.com hanya sekedar mengingatkan fungsi masing-masing profesi.
Kami menghargai peran anda dalam menjalankan tugas dan fungsi anda sebagai wakil kami. Kami ingin, disuguhi oleh hal baik, inspiratif dan patut untuk kami teladani.
Kami tidak peduli dengan fasilitas dan kemewahan yang anda terima dari uang hasil keringat kami. Asal yang kami berikan sebanding dan “sumbut” dengan prestasi dan kinerja nyata anda.
Kalau cuman hal yang berbau ngentit, main wedokan dan selingkuh, tanpa ada yang mengajari mungkin kami lebih jago.
Seharusnya kalianlah yang mempunyai titel “yang terhormat”, membimbing kami tentang kehormatan. Profesi anggota dewan yang mewakili rakyat, adalah profesi yang melekat selama 24 jam nonstop tanpa libur dan henti. Psikologi rakyat terhadap anda oknum politisi (abu-abu) jatuh dititik rendah. Sebagian dari kami gemas karena nila “SEPANCI” yang anda tumpahkan.
Padahal kita meyakini, masih banyak orang baik di parlemen, masih banyak politisi yang “sesungguhnya”. Hanya saja karena soliditas partai dan lembaga, kawan-kawan mereka yang masih sehat nalarnya, cenderung terlalu pendiam. Bukankah esensi berpolitik adalah bicara dan kadang kalau memang perlu, dibutuhkan teriakan lantang. Seharusnya nyali dan nurani mereka jujur, apa adanya.
Kita berharap, predikat sebagai wakil rakyat seyogyanya dianggap sebagai amanah, bukan sekedar anugerah apalagi hadiah.
Anggota dewan, kami anggap sebagai wakil dan lidah kami. Masak kita mau punya wakil yang profesinya dinilai hanya sebagai profesi pantes-pantesan dan tinimbang nganggur ?
Salam Kaji Taufan