Jual Beli Spare Part Manusia

Jual Beli Spare Part Manusia
ilustrasi

TerasJatim.com – Beberapa hari belakangan, jagad media massa tanah air diramaikan dengan berita heboh tentang kembalinya trend perdagangan organ dalam manusia, seperti halnya praktek jual beli ginjal.

Bisa jadi, publik tidak terlalu kaget dengan kabar tersebut, jika hal ini terjadi di negara-negara yang selama ini terstigma sebagai negara berpopulasi besar dan penuh dengan masalah sosial dan kemiskinan, seperti halnya yang sering terjadi di China, India, Pakistan dan negara-negara miskin lainnya. Sebab hal tersebut, telah lama santer terdengar oleh publik dan menjadi hal yang biasa terjadi di negara-negara tersebut.

Hal ini dilakukan karena banyaknya warga miskin yang ingin mencoba merubah nasib mereka agar menjadi lebih baik.

Namun, belakangan hal ini terjadi, di negara kita. Kabarnya, untuk sebiji ginjal, dipatok harga ratusan juta rupiah. begitu juga dengan organ-organ penting lainnya, yang nilainya bisa miliaran rupiah.

Banyak yang berpendapat, bahwa perdagangan organ manusia adalah sebuah eksploitasi dengan memberi harapan palsu pada orang yang membutuhkan uang. Sementara menjadi bisnis besar dan menggiurkan, pagi para pelaku yang meraup untung gede dari bisnis tersebut.

Organisasi “Organ Watch” memberikan bagaimana jomplang-nya gambaran tipikal penerima dan donatur organ. Di Amerika Serikat, Arab Saudi atau Australia misalnya, penerima organ berusia di atas 48 tahun, dan mereka berpendapatan 53.000 dollar AS per tahun. Sementara donatur organ-nya yang biasa berasal dari India, Cina, Moldova dan Brazil, berusia rata-rata sekitar 28 tahun, dan hanya memiliki pendapatan tahunan sebesar 480 dolar AS.

Tahun 2010, Badan Kesehatan Dunia (WHO) meneguhkan resolusi, bahwa pemberian organ tubuh seharusnya bersifat sukarela dan tidak dibayar.

Namun, karena permintaan akan organ tubuh dan jaringan tubuh manusia semakin pesat dan tidak terbatas pada lingkaran keluarga saja, sementara belum ada lembaga yang bisa memiliki kontinuitas stock organ donor, maka hal ini membuka peluang terjadinya over demand organ tubuh manusia, yang kemudian dimanfaatkan oleh sebagian kalangan untuk mencari keuntungan.

Sebuah keuntungan besar yang diperoleh dari permintaan yang besar dan persediaan yang sangat terbatas dari organ manusia, akhirnya melahirkan praktek bisnis dan perdangangan organ serta jaringan tubuh manusia di pasar gelap dan “setengah remang-remang”.

Saya sengaja menggunakan pasar “setengah remang-remang”, karena dalam bisnis ini melibatkan banyak lini termasuk para dokter ahli dan bedah bersama lingkarannya, termasuk klinik yang mempunyai fasilitas lengkap, atau bahkan bisa jadi melibatkan sebuah rumah sakit yang tidak sembarangan.

Tidak mungkin, ketika transaksi penjualan organ vital manusia ini telah terjadi, hanya melibatkan penjual, calo, pembeli dan seorang mantri kesehatan serta fasilitas kelas puskesmas semata.

Bisnis penjualan organ manusia ini, membutuhkan waktu dan jaringan yang lumayan rumit, jlimet, penuh kehati-hatian dalam tindakan medis, dan yang pasti bukan perkara sepele. Bisnis ini bukanlah sebuah bisnis ecek-ecek yang bisa ditangani dengan cara serampangan. Tentu, memerlukan skil dan ditunjang dengan fasilitas yang komplet.

Dengan terdengarnya kabar seperti ini, paling tidak kita bisa sedikit membuka mata kita, bahwa ternyata bisnis transplantasi organ dan jaringan tubuh manusia, bisa jadi sudah tumbuh dan berkembang di sekeliling kita lumayan lama. Hanya saja, karena kerapian jaringan ini lah yang hingga kini baru mencuat ke permukaan.

Bisa jadi, beberapa hari ke depan akan banyak sebuah diskusi panjang tentang praktek jual beli organ manusia ini. Apakah perlu dilegalkan guna mencegah perkembangan jual beli organ manusia di pasar gelap ataukah dengan tegas melarang jual beli, selain atas dasar kemanusian dan dengan cara cara legal dilakukan.

Faktanya, dengan alasan ekonomi dan kemiskinan, pasar jual beli organ tubuh manusia di negeri ini, kini nyaring terdengar.

Salam Kaji Taufan

(Dari berbagai sumber)

Subscribe

Terimakasih Telah Berlangganan Berita Teras Jatim