Pacitan Songsong Wajib Sertifikasi Halal Pada Batik di 2026

TerasJatim.com, Pacitan – Batik, merupakan salah satu barang gunaan yang pada 2026 mendatang wajib bersertifikat halal. Batik yang selama ini malamnya pakai parafin, kini para perajin di Pacitan dan sejumlah daerah di Jatim, mulai dikenalkan menggunakan bahan turunan dari kelapa sawit.
Malam atau acap disebut lilin, dari bahan sawit merupakan komoditas turunan dari minyak kelapa sawit. Sedangkan malam parafin, adalah produk turunan dari hasil pengolahan minyak bumi hingga lemak hewani.
“Malam, salah satunya terbuat dari lemak hewani, dan tidak diketahui apakah hewan itu halal atau sebaliknya,” kata Aan Eddy Antana, Ketua Tim Pengembangan Jasa Industri, Balai Besar Standardisasi Pelayanan Jasa Industri Kerajinan dan Batik, Yogyakarta, Selasa (22/10/2024) siang.
Menurut Aan, dengan membuat malam batik dengan bahan sawit, parifin dari lemak hewani dan nabati sudah bisa disubtitusi atau diganti dengan stearin produk turunan dari kelapa sawit, yang sudah dijamin halal ketika melakukan sertifikasi.
“Karena untuk komponen pembuatan batik halal ini ada di malamnya, kemudian kuas batik,” jelasnya, di sela-sela workshop pembuatan malam batik sawit yang digelar di Pacitan.
Pada 2026 mendatang, lanjut Aan, ada ketentuan yang mewajibkan barang gunaan salah satunya batik, harus berijazah halal. Pun Kementerian Agama, kata dia, juga sudah mewajibkan seragam haji pakai batik cap bukan printing, yang dua persyaratannya adalah tersertifikasi batikmark dan sertifikat halal.
“Kalau saat ini (2024) diwajibkan halal adalah makanan dan minuman untuk industri besar. Kalau industri kecil belum,” katanya.
Pembuatan malam berbasis sawit ini, diikuti puluhan peserta dari sejumlah kabupaten/kota di Jatim. Selain Pacitan, para peserta tersebut berasal dari Blitar, Nganjuk, Madiun, Bangkalan, Jember, Kabupaten Malang, Kabupaten Mojokerjo, Tuban hingga Bojonegoro.
Pacitan, dipilih jadi venue pelatihan pembuatan malam batik sawit berbasis kompetensi, tidak lain karena daerah ini terdapat perkebunan sawit yang cukup luas. Selain itu, di kota 1001 gua ini juga terdapat perajin batik yang sudah eksis secara nasional.
“Outputnya, teman-teman ini dapat sertifikat pembuatan malam sawit. Kemudian mereka juga akan melakukan uji kompetensi dan dapat sertifikat berbasis kompetensi dari BSNP,” imbuh Aan.
UMKM Berbasis Sawit, Sumbang Kontribusi Pertumbuhan Ekonomi
Pada kegiatan yang berlangsung selama 3 hari mulai 21-23 Oktober 2024 di Pacitan, para peserta selain diberikan pemahaman mengenai penggunaan malam sawit pada batik, juga diajari cara membuat pun mempraktikan langsung.
Menurut Helmi Muhansyah, Kepala Divisi Usaha Kecil Menengah dan Koperasi (UKMK), Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS), kegiatan tersebut merupakan salah satu kampanye tentang kebaikan sawit, dan berharap dengan penggunaan malam sawit dapat mensubstitusi impor parafin dengan produk dalam negeri.
“Tugas kami adalah bagaimana menjaga sawit ini terus berkelanjutan. Kita ingin menunjukkan kebaikan sawit dan menangkal kampanye negatif terhadap sawit, yang merupakan perang dagang dari negara-negara Eropa yang kalah bersaing,” katanya.
Di satu disi, BPDPKS tengah berupaya turut berkontribusi untuk pertumbuhan ekonomi 8 persen, dengan mendukung Usaha Kecil Menengah dan Koperasi (UKMK) berbasis sawit. “Ini upaya kami untuk berkontribusi pada pemerintahan baru, yang salah satu targetnya adalah pertumbuhan ekonomi 8 persen,” terang Helmi.
“Salah satu penyumbangnya adalah sektor usaha menengah dan inflasi, maka kami dari BPDPKS mendukung dan mensupport UKMK-UKMK berbasis sawit ini, bisa menjadi kontributor atau penyumbang dari pertumbuhan ekonomi yang 8 persen ini,” sambungnya.
Pacitan Cocok Untuk Komoditas Kelapa Sawit
Beberapa tahun silam, Kabupaten Pacitan dikenal dengan komoditi cengkeh. Namun karena tidak sedikit pohon yang terkena virus mengering, para petani kemudian mencoba peruntungan dengan beralih ke sawit.
“Sekitar 6-7 tahun lalu kena virus. Pohon cengkeh itu kering, sehingga beberapa dari petani itu mengganti sebagian ke kelapa sawit,” ujar Prayitno, Kepala Dinas Koperasi Usaha Mikro dan Perindustrian Pacitan.
Berawal dari mencoba peruntungan tersebut, ternyata sebagian tanah di Pacitan ini cocok dan subur untuk ditanami kelapa sawit, bahkan sudah bisa sampai berbuah dan memetik hasilnya.
“Asosiasi petani sawit di Pacitan ini sangat optimis untuk pertumbuhan komoditas ini, karena tumbuhnya subur. Ini sudah terbukti subur, cocok, dan sudah berbuah sekitar 2 tahun lalu,” katanya.
Para petani sawit Pacitan tersebut, lanjut Prayitno, sebagian dari mereka menjual hasil panennya ke luar daerah, seperti ke Ponorogo dan Blitar. Sedangkan sisanya, mereka berusaha untuk memproduksi minyak sawit atau Crude Palm Oil (CPO) secara mandiri.
“Saat ini mereka menjualnya berupa prodak mentah, dan ada beberapa yang berusaha untuk memproduksi CPO. Harapan mereka (petani sawit), minimal ke depan bisa membuat CPO sendiri,” ungkapnya.
Kini, Kabupaten Pacitan punya lahan dengan luas 19 ribu hektar yang ditanami kelapa sawit. Komoditas tersebut tersebar di 3 kecamatan, yakni Kecamatan Sudimoro, Tulakan dan Tegalombo.
“Mudah-mudahan dengan adanya ilmu pembuatan turunan dari kelapa sawit berupa stearin, maka para petani sawit di Pacitan makin bergairah dan harga dari sawit ini meningkat,” tukasnya. (Git/Kta/Red/TJ)