Lapindo dan Warga Sidoarjo

Lapindo dan Warga Sidoarjo
ilustrasi

TerasJatim.com – Rencana  Lapindo Brantas Inc untuk melakukan aktivitas pengeboran sumur baru di Sumur Tanggulangin, Desa Kedungbanteng Kecamatan Tanggulangin, Sidoarjo, banyak mendapat resistensi dan penolakan dari masyarakat setempat. Kendati pihak Lapindo dikabarkan sudah berusaha mendekati warga guna untuk meraih simpatinya dengan melakukan sosialisasi serta memberikan kompensasi dan membuat perjanjian dengan warga.

Dalam sosialisasi tersebut, kabarnya juga sudah ada MoU dan kesepakatan bersama tentang pemberian ganti rugi, bila terjadi hal-hal yang di luar perkiraan. Namun, kenyataannya warga hingga kini masih bersikukuh menolak rencana kegiatan eksplorasi baru Lapindo Brantas tersebut.

Selain melakukan aksi protes secara terbuka, warga menolak rencana pengurukan atau Drill Site Preparation (DSP) untuk persiapan pengeboran di Sumur Tanggulangi Desa Kedungbanteng itu, dengan mengumpulkan tanda tangan yang berisi petisi penolakan.

Aksi penolakan warga ini, didasari trauma atas musibah yang terjadi di lokasi pengeboran di Desa Renokenongo, Kecamatan Porong, yang menimbulkan semburan lumpur sejak akhir Tahun 2006 silam itu. Oleh karenanya, kini warga wilayah Desa Kedungbanteng Tanggulangin Sidoarjo tersebut menolak rencana  kegiatan pengeboran Lapindo Brantas Inc di wilayahnya. Yang menarik, warga mengijinkan Lapindo Brantas melaksanakan pengeboran, asalkan rumah warga dibebaskan terlebih dahulu dan sekalian diberi ganti rugi.

Rencananya, Lapindo Brantas akan melakukan pengeboran yang akan imulai pada Maret 2016 mendatang. Saat ini Lapindo Brantas, seharusnya sudah melakukan segala persiapan termasuk pengurukan dan pemadatan tanah atau kegiatan drill site preparation (DSP), sebagai tahap awal eksplorasi di lokasi Sumur Tanggulangin. Lokasi baru ini hanya berjarak sekitar 2,5 km dari pusat semburan lumpur panas di Desa Renokenongo, Porong.

Atas penolakan warga tersebut, pemerintah akhirnya turun tangan untuk mendinginkan situasi, dengan menghentikan rencana aktivitas di lokasi. Kebijakan ini datang mulai dari Pemerintah Kabupaten Sidoarjo, Pemprov Jawa Timur hingga ke tingkat pusat.

Pemerintah pusat melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyatakan, bahwa pihaknya tidak mengizinkan Lapindo Brantas Inc untuk memulai pengeboran di Blok Brantas tahun ini. Lewat Dirjen Migas, pemerintah belum dapat memberikan persetujuan kepada Lapindo untuk melakukan pengeboran sumur gas di Sidoarjo, Jawa Timur tersebut.

Pemerintah masih harus melakukan evaluasi kembali tentang keamanan pengeboran sumur baru Lapindo Brantas di wilayah Tanggulangin (TGA) 6 di well pad TGA-1 dan Tanggulangin (TGA)-10 di well pad TGA-2. Evaluasi ulang akan dilakukan baik dari aspek geologi maupun aspek sosialnya.

Bisa jadi, Lapindo Brantas secara legal formal sudah mendapatkan lampu hijau dari jajaran pemerintah. Entah hal tersebut sudah didapat ditingkat Kabupaten, Provinsi atau Pusat sekalipun. Namun dari sisi sosial, Lapindo kali ini menghadapi tantangan berat dalam hal aksi penolakan warga.

Paling tidak, Lapindo harus benar-benar bekerja keras untuk menjinakkan hati warga sekitar lokasi, jika Lapindo ingin melakukan kegiatan operasinya di wilayah tersebut. Harus diakui, sebagian besar warga terdampak lumpur  Lapindo mengalami pengalaman yang pahit atas musibah yang terjadi, serta lamanya waktu dan berbelitnya penyelesaian kewajiban Lapindo terhadap hak warga yang terdampak. Kendati hal ini sekarang sudah diselesaikan dengan baik atas bantuan pemerintah.

Kita tentu dapat memahami jika Lapindo masih ingin terus berusaha mencari sumber minyak baru di wilayah yang menjadi hak operasinya. Mengingat dalam hal ini Lapindo masih memiliki tanggungan hutang terhadap Pemerintah hampir 782 Miliar rupiah. Lapindo berkewajiban mengembalikan uang tersebut dalam kurun waktu 4 tahun, dengan jaminan sebidang tanah peta terdampak milik Lapindo yang bila dikonversikan senilai Rp 3,8 triliun.‎ Bila dalam waktu yang ditentukan dana pinjaman tidak dilunasi, jaminan tanah akan disita oleh pemerintah.

Dengan fakta seperti itu, paling tidak, upaya Lapindo dari sisi untuk berusaha mendapatkan dana agar dapat mengembalikan hutangnya pada pemerintah layak untuk di apresiasi.

Namun harus diingat, persoalan sosial seperti halnya aksi penolakan warga, harus benar-benar didengar oleh Lapindo, termasuk juga pemerintah dan jajarannya. Jangan karena Lapindo mempunyai hutang dan harus segera membayar, kemudian serta merta tanpa mendengar dan melihat kondisi psikologi warganya, pemerintah dengan enteng dan gampangnya memberikan lampu hijau kepada Lapindo untuk segera mengebor minyak dan mendapatkan duit.

Lapindo membayar hutang terhadap pemerintah itu penting. Namun jangan karena kepentingan salah satu pihak, kemudian ada pihak yang lebih besar merasa dirugikan kepentingannya. Dan hal ini adalah masyarakat sekitar lokasi.

Terpenting, adalah bagaimana komunikasi dan sinergi terbaik untuk mendapatkan solusi kongkret bagi Lapindo dan Masyarakat sekitar lokasi. Ending terbaik yang diharapkan adalah bagaimana Lapindo dapat membayar tanggungannya, namun masyarakat hidup tenang tanpa kecemasan.

Salam Kaji Taufan

(Dari berbagai sumber)

Subscribe

Terimakasih Telah Berlangganan Berita Teras Jatim