Tangan di Bawah, Lebih Baik dari Tangan di Atas

Tangan di Bawah, Lebih Baik dari Tangan di Atas

TerasJatim.com, – Saat usai sholat isya’, saya  melihat sebuah tayangan talk show di tv nasional, yang berjudul, “107 hari bencana asap”. Walaupun saya agak ketinggalan untuk mengikuti acaranya dari awal, saya lumayan paham dengan alur pembicaraannya. Kebetulan, beberapa waktu lalu saya juga pernah menulis “Cegah Generasi Mengguk“. Jadi, paling tidak topik bahasan-nya tidak jauh-jauh dari bencana asap.

Dalam acara tersebut menghadirkan narasumber yang menurut saya pas. Selain dari wakil Kementrian Lingkungan Hidup, ada juga yang dari Wahana Lingkungan Hidup (WALHI) serta Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT). Dari pihak kementrian lingkungan hidup, seperti biasa memaparkan hal-hal yang normatif dan memberikan penjelasan tentang langkah-langkah pemerintah untuk mengatasi bencana asap tersebut. Sementara yang dari Walhi, mencoba memberikan saran dan kajian alternatif  yang harus dilakukan oleh semua pihak untuk menyelesaikan bencana ini dan langkah penanganan sesudahnya. Begitu juga yang dari BPPT, mereka meyakinkan kita, bahwa pihaknya dengan segala upayanya secara teknis juga sudah berbuat maksimal dan terus mencoba formula baru untuk memadamkan api kebakaran hutan dan lahan yang sudah berjalan 3 bulan lebih, salah satunya dengan membuat hujan buatan.

Kita semua, tentu sangat mengapresiasi langkah-langkah yang sudah dijalankan pemerintah beserta segala kekuatan dan unsurnya. Saya yakin, dalam hal ini pemerintah tidak duduk berpangku tangan dalam menyelesaikan bencana ini. Pihak kepolisian setempat juga sudah merilis ratusan orang dan perusahaan yang ditersangkakan bermain api. Begitu juga TNI, mereka menerjunkan ribuan personelnya untuk berperang dengan kobaran api dan kepulan asap.

Tapi faktanya, hingga 107 hari berjalan, saudara kita di sumatera dan kalimantan setiap detiknya menghirup oksigen yang mengandung racun. Sudah banyak kita dengar, ratusan bahkan mungkin ribuan orang menderita ISPA dan harus masuk rumah sakit. Sudah sering kita melihat di media-media sosial terpampang jelas, gambar dan simbol dari anak-anak korban bencana asap yang protes akan nasibnya. Kita seharusnya membayangkan, bagaimana jika kita sendiri saat berada dalam kepungan kabut asap yang begitu lama dan berbulan-bulan.

Tentu tanpa mengurangi rasa hormat atas segala langkah dan upaya yang sudah dilakukan, kita semua patut untuk nggerundel. Kenapa negara dalam hal ini seolah-olah kehilangan akal untuk mengatasi bencana yang menimpa rakyatnya. Kenapa orang-orang “pintar” yang banyak dimiliki oleh negeri ini, tidak kita dengar solusi konstruktifnya. Kenapa kita harus menunggu penyelesaian dari langit lewat berkah hujan. Dan itu sampai kapan ?

Saya mendengar, dari awal september lalu banyak tawaran bantuan dari beberapa negara untuk membantu memadamkan api dan asap. Begitu juga negara-negara yang termasuk ikut menikmati dampak asap kita seperti singapura dan malaysia. Tapi dengan alasan kedaulatan dan harga diri bangsa, kita dengan bahasa lain menolaknya. Kita menganggap diri kita mampu mengatasinya. Padahal, kalau kita mau jujur, tidak mudah memadamkan kobaran api sebegitu besar dan luasnya area yang terbakar atau memang ada yang sengaja membakar. Butuh banyak sumber daya dan dana untuk operasi pemadaman.

Untungnya, kali ini pemerintah berpikir logis. Kita dengar bantuan sosial sudah diijinkan untuk masuk ke wilayah kita. Tidak pada tempatnya jika kemampuan kita yang memang belum mampu, harus dipaksakan untuk mampu. Tidak elok jika kita dengan ego yang kita punya, tapi membiarkan saudara kita megap-megap kelempoken asap setiap harinya. Bukannya kita juga sering membantu negara manapun yang butuh bantuan akan kemampuan kita. Ini memang terlambat, tapi bukan berarti kita sudah tamat. Bantu dan membantu seharusnya ada disetiap hati dan pikiran kita. Tidak ada salahnya kita membantu, pun demikian jika kita suatu ketika perlu mendapat bantuan.

Kita berharap, penderitaan akibat bencana asap segera berakhir untuk hari ini dan masa depan. Kita ingin, negeri ini damai tanpa bencana dan azab. Sehingga kita bisa menjadi bangsa yang mempunyai kemampuan untuk selalu memberikan bantuan kepada siapa saja yang perlu untuk dibantu. Cukup sekali ini saja, kita menikmati sebagai kaum yang dibantu.

Demi masa depan anak negeri, biarlah kita anut peribahasa “tangan di bawah, lebih baik dari tangan di atas“.

Salam Kaji Taufan

Subscribe

Terimakasih Telah Berlangganan Berita Teras Jatim