Qurban “opo” Bro ?

Qurban “opo” Bro ?

TerasJatim.com – Karena saking sok sibuk-nya, saya sampai tidak tahu kalau besuk rabu (23/9), saudara kita yang di Muhammadiyah melaksanakan sholat Idul Adha.

Awalnya saya berpikiran pelaksanaan hari raya Qurban kali ini bareng dan sama dengan saat lebaran kemarin. Buat saya dan kita semua, ini bukan sebuah  persoalan. Toh sama-sama melaksanakan Idul Adha. Apalagi perbedaan hari dalam pelaksanaan hari raya yang dulu-dulu juga lumayan sering terjadi, dan di antara kita semuanya saling menghargai.

Menyikapi adanya perbedaan tersebut, justru kita banyak mendapatkan pengetahuan tentang banyaknya organisasi massa yang punya cara dan metode pendekatan yang sama-sama kita anggap baik.

Faktor perhitungan dan penentuannya yang menggunakan metode yang berbeda, justru harus disikapi dengan positif. Paling tidak selain menjadi khasana pengetahuan untuk kita pelajari, buat kita yang awam bisa mengenal adanya istilah-istilah semacam Rukyatul Hilal dan Hisab.

Kebetulan saya ini tidak tahu sebagai wong Muhammadiyah atau wong NU. Yang pasti saya dilahirkan sebagai muslim dan hingga kini masih dalam taraf dan terus belajar tentang ke-muslim-an saya. Keluarga Ibu saya kebetulan aktif dan menjadi pengurus fatayat hingga kini di kampungnya.

Bapak saya juga NU. Tapi saat saya SMP diminta untuk sekolah ke perguruan Muhammadiyah, termasuk ngaji-nya. Saya mempelajari Kemuhammadiyaan, saya aktif di Hizbul Wathan dan tiap puasa ramadhan saya juga diwajibkan mengikuti pondok Darul Arqam.

Saat bapak saya meninggal, saya juga mengikuti adat kampungnya, dengan mengundang kyai dan jamaah masjid untuk ngaji dan tahlil. Mantan pacar saya, yang sekarang sudah jadi istri, dari TK sampai Perguruan Tinggi juga selalu dididik termasuk ngajinya, juga di Perguruan Muhammadiyah.

Ketika sudah waktunya harus berhenti untuk sholat dan saya masih dalam perjalanan, saya mencari masjid juga sekenanya. Tidak harus saya memilih masjid NU atau Muhammadiyah.

Saya termasuk pengagum pandangan-pandangan Buya Syafii, saya juga menyukai pemikiran-pemikiran Gus Dur. Saya menganggap bahwa ke-duanya adalah tokoh pluralis besar yang dimiliki oleh bangsa ini. Mereka terus menebar ajakan untuk terus menghormati adanya perbedaan, tanpa melihat suku agama ras dan golongan, apalagi perbedaan kecil tentang ke-NU-an dan Ke Muhammadiyahan-nya.

Bagi saya dalam agama dan berkeyakinan, seharusnya kedewasaan berpikir yang patut kita kedepankan. Dikotomi dalam cara pandang termasuk metode berhitung  dalam organisasi massa adalah hal yang biasa. Esensi yang wajib kita jaga adalah bagaimana kita menjalankan kewajiban kita sebagai umat yang beragama. Saya yakin dalam setiap agama selalu mengajarkan tentang kebaikan. Saya yakin di NU dan Muhammadiyah, punya misi yang sama-sama mulianya.

Kita tentu meyakini, bahwa kedua ormas tersebut dan ormas-ormas Islam yang lain hadir, ada dan tumbuh karena pesan yang kuat, bahwa Islam yang  kita yakini sebagai Rahmat untuk semuanya, termasuk semua dengan segala perbedaanya.  Bisa jadi diantara kita semua mempunyai perspektif yang beda dalam pendekatannya, tapi hakikatnya kita sama mempunyai satu destinasi, Kalau sudah destinasi-nya sama, lalu untuk apa kita mempersoalkan hal-hal yang tidak esensial ?

Jadi sederhananya, ojo umek dengan perkara yang tidak perlu di umek-umek. Kalau kita meyakini perhitungan Idul Adha yang kita anggap mendekati kebenaran adalah tanggal 23 September besuk, monggo. Demikian juga yang mempercayai tanggal 24 September adalah Idul Qurban, dipersilahkan.

Saya tidak mengajak anda memilih yang mana, tapi saya mengajak anda untuk terus menjaga tali kerukunan dan silaturrahim dengan siapapun.

Anda NU dan Muhammadiyah, adalah bagian integral dari kebersamaan muslim dan umat yang beragama.

Selamat Idul Adha untuk yang tanggal 23 dan 24.

Yok opo bro, nyembelih opo qurban sesuk ?”

Salam Kaji Taufan

Subscribe

Terimakasih Telah Berlangganan Berita Teras Jatim