Perang Dingin Walikota dan Ketua DPRD Kota Malang

Perang Dingin Walikota dan Ketua DPRD Kota Malang

TerasJatim.com, Malang – Walikota Malang H. Moch. Anton dan Ketua DPRD Kota Malang Muh. Arief Wicaksono, terlibat perang dingin dan perang statement di berbagai media lokal di Kota Malang. Hal ini terjadi akibat batalnya PT. Amerta Indah Otsuka yang berencana membiayai revitalisasi Hutan Kota Malabar, melalui dana Coorporate Social Responsibility atau CSR.

Kondisi ini bisa jadi awal bagi memburuknya hubungan eksekutif dan legislatif di Kota Malang. Padahal biasanya, keduanya tampak selalu akrab, runtang-runtung dan cenderung nempel kayak perangko.

Perang dingin ini dipicu statement Abah Anton, sapaan akrab Walikota Malang, yang menyalahkan DPRD atas batalnya CSR revitalisasi Hutan Kota Malabar dari PT. Amerta Indah Otsuka senai 2.5 miliar rupiah. Karena tidak terima, Arif pun bereaksi keras dengan tudingan tersebut, dan mengatakan tindakan Otsuka sudah benar. “Kalau diteruskan, kemudian ada brand Otsuka di Taman tersebut dan masyarakat kemudian menghujat apa gak tambah besar masalahnya?” tegas Arief.

Saat ditanya mengenai tudingan Walikota Malang, yang menyalahkan DPRD sebagai biang keladi batalnya CSR Hutan Kota Malabar, Arief semakin meradang dan nada bicaranya semakin tinggi. “Walikota tidak tahu apa apa. Dia kurang paham dalam masalah ini,” ujarnya dengan keras. Arief juga mengatakan bahwa seharusnya ada sinergitas dalam pemerintahan.

Legislatif dan eksekutif harus saling sejalan, dengan saling mengingatkan jika salah satunya melakukan kekeliruan. “Kami ini ngeman Pemkot, kalau tidak pasti kami biarkan,” lanjut Arief. Ia juga menambahkan bahwa CSR Revitalisasi Hutan Kota Malabar ini melanggar Perda dan UU Lingkungan.

Sementara itu Walikota Malang H. Moch. Anton mengatakan, tidak akan meneruskan rencana pembangunan revitalisasi Hutan Kota Malabar, apalagi sampai menganggarkannya pada APBD 2016. “Tidak ada pembangunan itu, biarkan saja seperti itu. Kan itu yang diinginkan masyarakat,” tegas Anton ketus.

Abah Anton juga menegaskan, bahwa sesungguhnya revitalisasi Hutan Kota Malabar adalah aspirasi masyarakat, yang menganggap kondisi satu satunya hutan kota di Malang ini meresahkan, karena sering digunakan sebagai tempat maksiat, mesum dan mabuk mabukan.

Selanjutnya pihak Pemkot berusaha keras untuk mengembalikan fungsi hutan kota dengan mencarikan dana CSR dari pihak swasta. Disaat ada perusahaan yang mau terlibat membiayainya, justru ada hambatan dari sebagian warga dan juga anggota dewan.

“Yang kami pentingkan adalah dampak sosial. Tapi ternyata dampak sosial itu justru tidak berarti bagi anggota dewan atau masyarakat. Jadi ya sudah, kamipun tidak akan melakukan apa apa,” pungkasnya. (Dim/TJ)

Subscribe

Terimakasih Telah Berlangganan Berita Teras Jatim