Longsor di Kemuning Pacitan Disebut Fenomena Debris Flow

Longsor di Kemuning Pacitan Disebut Fenomena Debris Flow

TerasJatim.com, Pacitan – Cuaca ekstrem pada akhir tahun lalu, masih menyisakan selaksa rasa di benak sebagian warga, di Desa Kemuning, Kecamatan Tegalombo, Kabupaten Pacitan, Jatim.

Sejak November 2022 lalu, Gunung Ijo, warga menyebutnya, sebagian badan gunung cerai dari tubuhnya. Material batu, pasir, lumpur, air, berbondong-bondong turun gunung, melewati aliran sungai yang berkelok, hingga menggilas 2 jembatan yang membentang di atasnya.

Seketika, akses bagi warga terputus. Tercatat, ada 106 Kepala Keluarga (KK) dari 5 RT, yakni 5-9, di RW 8, Dusun Sempu, Desa Kemuning, terisolir.

Hingga Februari ini, Gunung Ijo masih kerap dipeluk basah. Hampir setiap hari. Kadang ringan, kadang juga menderas. Material dari badan gunung itu masih terus mengalir, lalu melandai ketika rintik mulai berhenti.

Fenomena itu disebut serupa dengan banjir batu di Desa Karangrejo, Kecamatan Arjosari, yang hingga saat ini masih terjadi. Dampaknya, selain membuat dangkal sungai, puluhan hektar lahan persawahan di sepanjang Sungai Brungkah kena imbasnya.

Namun, pemkab setempat tidak tinggal diam. Mereka hadir dan terus bergerak mencari solusi. Pun dengan langkah-langkah yang harus ditempuh untuk penanganannya.

Demikian pula dengan kejadian di Desa Kemuning. Pemkab Pacitan juga telah mengetahuinya. Dua dinas, yakni Dinas Pendidikan dan Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Pacitan, sudah duduk bersama. Mereka berembuk guna mencari solusi terbaik terkait persoalan yang terjadi di wilayah itu.

“Kita sudah komunikasi dengan PUPR untuk meminta bantuan agar dilakukan penanganan secara darurat, karena selain menjadi akses pendidikan, kita juga tahu akses tersebut juga menjadi akses vital bagi warga di wilayah tersebut,” ujar Wahyono, Kepala Bidang Pembinaan SD, Dinas Pendidikan Kabupaten Pacitan, Kamis (23/02/2023) kemarin.

Selain penanganan darurat, pemkab melalui Dinas PUPR juga akan membuat kajian terkait penanganan yang tepat ke depannya, mengingat kasus tersebut mirip banjir batu yang terjadi di Desa Karangrejo, Kecamatan Arjosari.

“Akan diupayakan untuk membuka jalur terlebih dulu,” kata Yudo Tri Kuncoro, Sekretaris Dinas PUPR Pacitan, saat ditemui TerasJatim.com di ruang kerjanya, Kamis siang.

“Permasalahannya hampir sama dengan yang di Karangrejo. Tapi tetap akan kita tangani, menunggu sampai aliran debris berhenti atau tidak membahayakan,” sambung Yudo.

Medan menuju lokasi tersebut tidak mudah. Perbukitan yang menjadi ciri khas kota 1001 gua ini juga menjadi tantangan tersendiri, sebelum sampai di lokasi. Terlebih, cuaca hingga saat ini masih belum bersahabat, sehingga tidak memungkinkan ketika alat berat diturunkan bisa bekerja maksimal.

“Karena medannya menuju lokasi sulit, sehingga masih menunggu kondisi benar-benar aman, untuk alat bisa kerja, mengingat material batu dan lumpur masih mengalir,” jelas dia.

“Kami juga masih akan melakukan kajian, untuk memberikan penanganan seperti apa yang tepat terkait persoalan tersebut,” timpal Muslih, Kepala Bidang Bina Marga Dinas PUPR Pacitan, sesaat sebelum berangkat menuju titik longsor di Desa Kemuning.

Meski belum bisa dipastikan kapan akan dimulai pengerjaannya, tetapi penanganan darurat kabarnya akan segera dilakukan dalam waktu dekat ini, oleh pihak Dinas PUPR Pacitan.

BACA: https://www.terasjatim.com/sengsaranya-anak-anak-di-tegalombo-pacitan/

Sebagai asupan informasi tambahan tentang Debris Flow, TerasJatim.com menemukan penjelasan terkait peristiwa alam itu dari akun Instagram @dongenggeologi. Akun sosial tersebut menerangkan bahwa fenomena banjir batu yang menerjang perbatasan antara Desa Karangrejo-Karanggede itu dinamai Debris Flow.

“Fenomena tersebut sebenarnya wajar terjadi ketika adanya banjir yang membawa material debris dari daerah hulu sehingga dinamakan Debris flow, dimana massa yang bergerak dari lumpur, pasir, tanah, batu, dan air yang bergerak menuruni lereng di bawah pengaruh gravitasi. Hal ini dapat dipicu oleh curah hujan yang tinggi atau pencairan salju, atau banjir glasial,” tulis @dongenggeologi, di laman sosial Instagram, November 2021 lalu.

“Jadi memang kandungan air dari aliran tersebut relatif sedikit membuat seakan batuan saja yang bergerak. Aliran lahar dari gunung api, juga memiliki mekanisme aliran yang mirip dengan kejadian ini. Itulah sebabnya kita akan melihat batuan dengan diameter hingga 5 meter yang terdapat disungai-sungai di lereng yang jauh dari puncak gunung,” tutupnya. (Git/Kta/Red/TJ)

Subscribe

Terimakasih Telah Berlangganan Berita Teras Jatim