‘Kleduk Kleneng’ Tradisi Masyarakat Blitar Setiap Ada Gerhana

‘Kleduk Kleneng’ Tradisi Masyarakat Blitar Setiap Ada Gerhana

TerasJatim.com, Blitar – Ada tradisi unik yang masih dipelihara dan dilakukan hingga kini oleh  masyarakat di desa Gogodeso Kecamatan Kanigoro Kabupaten Blitar Jawa Timur ini pada setiap ada peristiwa gerhana. Tradisi yang sudah turun temurun tersebut, dinamai Kleduk Kleneng.

Tradisi ini dilestarikan warga desa sebagai media menguatkan silaturahmi antar warga yang selama ini sering disibukkan aktifitas mereka sehari-hari.

Begitu gerhana matahari sudah mencapai 90 persen, warga yang berkumpul di rumah sesepuh desa mulai menyalakan obor yang dipasang mengelilingi halaman.

Begitu alam sudah tampak temaram dan gelap, para pria yang kebanyakan bapak-bapak mulai menabuh lesung, gerabah, atau benda apa saja yang ada di sekitar mereka untuk dibunyikan bersama-sama.

Irama nada dari berbagai alat yang dibunyikan itu dipadu dengan tembang Jawa yang berisi tuntutan menjalani hidup sederhana dan pasrah pada Kuasa Tuhan Yang Maha Esa.

“Gerhana matahari  itu memang hanya fenomena alam, namun dari pengalaman sebelumnya pasti ada peristiwa besar sebagai runtutannya (kelanjutannya),” jelas budayawan Blitar, Heirdianto.

Untuk itu, tambah Lek Hir panggilan akrab Heirdianto, dengan menabuh lesung dan berbagai alat bunyi ini sebagai simbol untuk mengusir dampak negatif dari munculnya gerhana matahari pagi ini. “Kalau jaman dulu istilahnya mengusir Bathara Kala supaya tidak mencaplok bumi,” imbuhnya.

Usai menabuh lesung dan gerabah, warga menyiapkan ember berisi air untuk melihat penampakan gerhana matahari. “Jaman dulu sebelum ada himbauan dari dokter atau pemerintah untuk tidak melihat gerhana matahari langsung, orang Jawa sudah punya metode sendiri untuk melihatnya,” kata Murdianto, salah satu seniman.

Selain Desa Gogodeso, rupanya tradisi serupa juga dilakukan oleh masyarakat di Desa Genengan Kecamatan Doko Blitar ini.

Bedanya, penabuh lesung di sini harus wanita yang sudah pernah dan bersuami (bukan perawan-red), karena sudah punya pengalaman dalam mengarungi hidup.

Sementara bagi wanita yang sedang hamil, diwajibkan menggigit. “Kreweng” atau pecahan tembikar.

Menurut Zaini, tokoh desa setempat, kepercayaan ini masih banyak diyakini warganya yang sedang mengandung.

“Tembikar itu asalnya dari tanah, dengan menggigit kreweng, ibu hamil mendapat keberanian untuk tidak takut karena berpengaruh pada kondisi calon jabang bayi jika psikologisnya sedang ketakutan,” pungkasnya. (Aji/TJ)

Subscribe

Terimakasih Telah Berlangganan Berita Teras Jatim