Harga Kebutuhan Pangan Mahal di Bulan Suci, Tradisi Yang Sulit Terhenti

Harga Kebutuhan Pangan Mahal di Bulan Suci, Tradisi Yang Sulit Terhenti

TerasJatim.com – Seperti menjadi tradisi tahunan, ketika jelang bulan puasa tiba, harga-harga sembako dipasaran melonjak tinggi. Begitu juga saat akan memasuki akhir puasa dan jelang lebaran.

Meroketnya salah satu kebutuhan dasar tersebut,  membuat masyarakat resah dan pada akhirnya mengurangi daya belinya. Sementara di tengah derita rakyat kecil itu, ada segelintir orang yang mengambil kesempatan untuk meraih keuntungan dengan cara mempermainkan harga kebutuhan pokok untuk kekayaan pribadi. Fakta inilah yang terjadi dan sudah berjalan selama puluhan tahun.

Karena itu, saat jauh-jauh hari Presiden Jokowi mengintruksikan kepada para pembantunya untuk menjaga stabilitas harga pangan jelang puasa dan lebaran, masyarakat mempunyai harapan tinggi.

Namun, rupanya perintah Presiden tersebut, tak serta merta membuat sebuah perubahan di pasaran. Hingga jelang puasa dan puasa memasuki hari yang ketiga, harga-harga kebutuhan pangan di berbagai daerah masih menunjukan tren yang tetap dan cenderung naik.

Daging sapi di beberapa pasar tradisional bahkan ada yang menyentuh di angka 120 hingga 135 ribu rupiah perkilonya. Begitu juga dengan harga gula pasir, bawang merah, yang bagi ibu-ibu harganya dianggap irasional.

Pemerintah daerah juga tak tinggal diam. Mereka gencar melakukan operasi pasar. Hal ini tentu saja disikapi antusias (walaupun untuk sementara waktu) oleh warga yang ingin mendapatkan kebutuhan dasar hidupnya dengan harga yang rasional.

Namun, lagi-lagi upaya yang telah dilakukan tersebut, sepertinya belum membuat pasar menjadi lebih landai. Tren kenaikan, atau setidak-tidaknya harga tak mau turun, rupa-rupanya masih bertahan di pasaran.

Komisi Pengawas Persaingan usaha (KPPU), yang notabene sebagai wasit akhir-akhir ini gencar memelototi pergerakan harga-harga di pasaran. Diharapkan,  KPPU  menemukan aktor atau paling tidak mendapatkan gambaran yang jelas tentang skema apa yang selama ini menjadikan harga kebutuhan pangan rakyat bisa ‘seruwet’ ini.

Di saat harga menjulang tinggi, pemerintah jangan hanya mengadakan operasi pasar tanpa harus berupaya tegas mencari pihak yang bisa dikategorikan sebagai kartel serta menindak keras mereka yang melanggar ketetapan harga pasar. Sehingga hal yang berkaitan dengan  “expensive of price” (mahalnya harga) pangan di pasaran tak terulang kembali.

Jika kondisi seperti ini terjadi dan terus terulang, dampak selanjutnya adalah menyebabkan maraknya penyakit sosial.

Kita khawatir aksi kriminalitas di kalangan masyarakat sebagai simbol ketidakmampuan mereka dalam mencukupi kebutuhan hidupnya akan kembali marak.

Kita tentu tak menginginkan jika makna Ramadhan sebagai bulan yang penuh kemuliaan harus ternodai dengan gegap gempitanya  praktek kartel dan kapitalisme yang ikut mengail kesucian di dalamnya.

Seharusnya rakyat diberi ruang untuk mendapatkan kebutuhan  barang  primer dan sekunder dengan mudah didapat dengan harga yang bisa dijangkaunya.

Di sisi lain para pelaku pasar dan para pedagang yang menawarkan barang dagangannya, harus memahami bahwa menjual sesuatu dengan keuntungan yang wajar, adalah halal hukumnya di negeri ini.

Paradigma  profit oriented yang berorientasi untuk menghasilkan keuntungan sebesar-besarnya tidak diharamkan. Namun menumpuk kekayaan yang sebesar-besarnya di atas penderitaan orang lain, adalah sebagai cerminan kenaifan.

Salam Kaji Taufan

Subscribe

Terimakasih Telah Berlangganan Berita Teras Jatim