“Gak” Sumbut Karo Sambate

“Gak” Sumbut Karo Sambate

TerasJatim.com, Bojonegoro – Saya punya kebiasaan rutinitas yang tak begitu penting, namun selalu saja saya lakukan. Hobby saya itu adalah nyangkruk di pinggir jalan mengamati lalu lalang kendaraan yang melintas, siapa tahu ada ceblokan duit atau paling tidak ada inspirasi baru hehehe.

Saat tengah asyik ngobrol dengan teman-teman, tiba-tiba saya dihampiri kawan lama, yang kebetulan menjadi Kepala Desa (Petinggi).

Kitapun saling say hello dan saling menanyakan kabar dengan sedikit basa-basi. Selanjutnya teman saya yang petinggi itu akhirnya berani menanggalkan sedikit gaya penguasanya dan mulai menunjukkan sikap sebagai teman seperti masa lalu. Ia banyak bercerita bagaimana susahnya menjadi Kades yang harus melayani warganya.

Sebagai teman yang agak baik, saya berusaha mendengarkan dengan seksama apa yang di keluhkan oleh teman Kades yang mengaku “pekoh  dan kesel” karena menjabat sebagai orang nomor satu di desanya. Ia banyak bercerita, bahwa menjadi Kades ternyata tak senikmat apa yang ia bayangkan sebelumnya.

Dulu, ia membayangkan menjadi Kades bisa mendapatkan banyak fasilitas dengan segala kemudahan termasuk kecek duit anggaran desa. Nyatanya, setelah hampir dua tahun menjabat, yang ada dirinya malah sering tombok dan nomboki lantaran mengatur warga desa tak semudah menata ikan pindang belanjaan di pasar hehehhe.

Ia juga mengaku galau tingkat kecamatan jika memasuki bulan “Besar” menurut orang jawa. Karena di bulan ini akan banyak warganya yang mengadakan hajatan. Ada yang sunatan, mantu bahkan ada pula yang yang tingkepan Sudah ada setumpuk undangan di rumahnya, dan sebagai Kades, itu adalah sebuah kewajiban untuk datang dan tentu saja wajib membawa amplop yamg isinya buwoh-an.

Ia menghitung-hitung untuk sekali buwoh minimal ia harus menyelipkan  Rp. 200.000 di dalam amplop.  itu pun katanya dengan merem-mereman, ngempet isin, karena menurutnya itu konsekuensi sebagai Kades. “Masak Petinggi buwoh seket ewu, lak diguyu tengu,” Kelakarnya.

Dia menghitung, untuk anggaran buwoh dan datang ke hajatan warganya di bulan Besar ini saja, dibutuhkan jutaan rupiah.

Saat perbincangan mau akhir saya ngomong sekenanya sambil bertanya. “Nek ngrungokno sambatmu, kiro-kiro sampean sok mben lak wis emoh dadi Petinggi bro ? opo yo tetep nyalon Kades maneh ?,” ungkapku.

Ternyata jawaban dari Kades itu menjawab tanpa beban dengan entengnya. “Bahwa dirinya tetap akan mencalonkan diri lagi sebagai Kades untuk periode berikutnya.

“Halah Luah, Tibake Ora Sumbut Karo Sambate”

(saiq/TJ)

Subscribe

Terimakasih Telah Berlangganan Berita Teras Jatim