Sate “opo” Gule ?

Sate “opo” Gule ?

TerasJatim.com, Surabaya – Saya berpikiran, kalau suasana hari raya qurban seperti saat ini, bakulan daging, juragan pindang, tukang sate, warung gule, diberikan waktu “cuti” yang lumayan lama. Paling tidak tiga hari sampai seminggu. Kemudian, kita  yang memang dalam keseharianya sudah terbiasa ketemu dengan tempe tahu, lodeh tewel, kerupuk sewu telu, kini bisa memuaskan nafsu makannya dengan menu dan cita rasa yang berbeda.

Hari ini, besuk dan lusa kita akan bertemu dengan “musuh” lama yang mungkin selama ini kita rindukan. “Musuh lama” yang dimaksud adalah sajian istimewa yang mungkin jarang-jarang kita temui, semacam sate gule kambing, empal sapi, rawon, yang konon penuh dengan asupan nutrisi dan protein tingkat  tinggi. Atau paling tidak, tiga hari hingga seminggu ke depan, istri kita tidak perlu pusing ngatur duit untuk belanja lawuh-an di pasar.

Saban tahun fenomena kesadaran orang berkurban hewan semakin meningkat. Qurban, bukan hanya dipandang sebagai perintah dan tuntunan baik dalam agama, tapi qurban sekarang sudah menjadi kebiasaan dan gaya hidup baru di masyarakat muslim. Kalau jaman dulu, ketika orang itu sudah merasa  pernah qurban dan di “qurbani”, biasanya untuk selanjutnya tidak perlu ber-qurban lagi. Tapi sekarang beda, walaupun sudah pernah menyembelih hewan qurban dan dalam agama tidak ada keharusan untuk mengulanginya,  setiap perayaan riyoyo qurban, mereka tetap mengirimkan hewan qurban-nya. Tak heran menjelang hari raya idul adha, kita sering melihat puluhan hewan ternak calon “korban” qurban berjejer di halaman setiap masjid, langgar kampung sampai mushollah RT.

Dulu paling banter dalam satu masjid, terlihat satu atau dua kambing, atau untuk sekelas masjid jamik di tingkat kota kabupaten biasanya satu sapi dan lima kambing saja. Sekarang tiap tahun menjelang idul adha, halaman depan dan jalan depan masjid, sudah seperti pindahan pasar hewan, dengan berjejernya puluhan ekor sapi dan kambing siap di sembelih. Itulah sebuah bentuk peradaban muslim modern dalam hal menyikapi adat dan tuntunan agamanya. Dan tentu saja fenomena baru tentang berbagi dalam segala hal yang positif, termasuk ber-qurban layak untuk diapresiasi. Paling tidak, tingkat ke-royal-an saudara kita muslim, mengalami kemajuan yang cukup signifikan.

Dulu, takmir masjid atau panitia qurban, merasa malu dan merem-merem ketika akan membagikan bingkisan daging qurban. Sebab dalam plastik yang dibagikan paling 2 atau 3 ons untuk satu rumah tangga, itupun hanya dibagi untuk kategori yang dianggap kurang mampu saja. Tapi sekarang, saya dengar tidak ada lagi klasifikasi pembagian daging qurban. Karena saking banyaknya daging yang harus dibagikan. Masyarakat yang dianggap kurang mampu, setengah mampu dan mampu sekali, juga kebagian jatah daging qurban. Malah seperti yang dilaporkan oleh reporter TerasJatim.com, di sebuah kampung di Lamongan setiap rumah tangga dijatah 4 kilogram daging qurban. Dan itu tidak membedakan unsur perbedaan, termasuk bagi mereka yang non muslim.

Buat kita semua hal ini menandakan tingginya jiwa sosial umat muslim untuk berbagi kebaikan dengan siapapun. Selain itu, qurban yang selama ini diasosiasikan sebagai kewajiban orang-orang yang ekonominya kaya saja, kini terbantahkan. Kini timbul sebuah gaya hidup baru, dimana para pekerja pabrik dan pegawai kantoran disetiap menjelang perayaan idul adha urunan. Setelah terkumpul, mereka serahkan berupa uang ke yayasan-yayasan dan pondok pesantren yang dipercaya untuk bisa mengelolahnya.

Mereka tidak pernah berharap nama mereka yang tercatat di buku kebaikan sebagai ahli qurban dan berhak nunggangi hewan qurbannya kelak saat ke surga. Mereka mencoba melakukan sesuatu, bahwa hanya dengan cara iuran kecil-kecilan antar teman ini, mereka bisa memberikan sedikit kebaikan bagi yang  lain. Begitu juga dengan fenomena banyaknya yayasan yang siap menerima titipan hewan qurban. Mereka mencoba untuk meringankan dan memudahkan jalan atas niat baik orang lain. Kultur dan budaya islam yang dulu dipandang cenderung ribet dalam berkurban, kini sudah mulai terkikis. Berkurban bisa dilakukan dengan cara yang mudah dan praktis. Kini, banyak yayasan sosial yang menerima uang tunai atau mentahan senilai hewan yang diinginkan sebagai qurbannya.

Kita tentu berharap, budaya sosial yang terjadi diantara kita tidak hanya terjadi pada hari-hari besar agama saja, seperti halnya di hari raya idul fitri dan adha, tapi dihari-hari lain, dan hari-hari yang tidak besar,  fenomena berbagi harus selalu kita jaga kelestariannya.

Selamat idul adha,  jaga selalu kebaikan dan juga kolesterol anda. Hehehe
Sate opo gule brooo ?

Salam Kaji Taufan

Subscribe

Terimakasih Telah Berlangganan Berita Teras Jatim