Penderita Gangguan Jiwa Di Paringan Ponorogo Butuh Rumah Rehabilitasi Yang Layak

Penderita Gangguan Jiwa Di Paringan Ponorogo Butuh Rumah Rehabilitasi Yang Layak

TerasJatim.com, Ponorogo – Masyarakat tentu masih ingat dengan desa Paringan di Ponorogo yang beberapa waktu lalu sempat heboh karena disebut sebagai kampung gila. Banyaknya warga di desa tersebut yang mengalami gangguan kejiwaan atau skyzofernia menggugah hati Heru Kamituwo setempat untuk merawat dan ngopeni orang-orang kurang waras tersebut. “Saking seringnya saya ngantar dan ngurusi warga berobat ke rumah sakit jiwa maka saya prihatin dan tumbuh niat untuk merawat mereka meski dengan fasilitas apa adanya. Apa yang saya lakukan adalah memanusiakan manusia karena mayoritas pasien gangguan jiwa diasingkan keluarganya bahkan keluarga pun tidak mau lagi kepadanya. Oleh karena itu disini saya rawat dan saya perlakukan seperti orang normal tanpa membedakan,”tutur Heru pengelola rumah rehabilitasi dibawah binaan lembaga Ngudi Rahayu. Mulai dari satu dua orang hingga kini sampai puluhan orang.

Hingga bulan September 2015 di Ponorogo tercatat 2991 orang penderita gangguan jiwa mulai ringan, sedang dan berat. 60 % pengobatan rutin di Puskesmas.

Penderita gangguan jiwa berat yang dipasung sejumlah 126 orang, Yang telah dibebaskan sejumlah 92 orang, dengan perawatan di rumah, dan dirujuk ke RSJ (Rumah Sakit Jiwa). Sedang yang masih dalam pemasungan 38 orang, karena masih dalam perawatan di rumah, menunggu proses rujukan dan sebagian karena penolakan oleh keluarga untuk dirujuk.

Gubernur Soekarwo pernah mencanangkan program Jawa Timur bebas pasung yang dipusatkan di desa Kemuning kecamatan Sambit Ponorogo. Karena Ponorogo tercatat sebagai kabupaten yang tertinggi jumlah penderita skyzofernia. Namun yang menjadi pertanyaan, setelah dibebaskan dari pasung terus mau dikemanakan?

Pasca perawatan di rumah sakit jiwa pasien belumlah pulih sepenuhnya. Masih perlu rehabilitasi. “Setelah dirawat di rumah sakit jiwa, pasien belum sembuh sepenuhnya. Sementara keluarga mereka rata-rata tidak mau menerima lagi. Masyarakat juga membuat stigma sehingga kebanyakan penderita skyzofernia dikucilkan dilingkungannya. Oleh karena itulah mereka perlu direhab dan diberikan ketrampilan agar mereka siap kembali ke masyarakat dan diterima di lingkungannya, “jelas Sulin ketua lembaga Ngudi Rahayu salah satu lembaga yang peduli terhadap penderita skyzofernia di Ponorogo.

Namun kondisi tempat rehabilitasi penderita gangguan jiwa di Paringan Ponorogo sangat memprihatinkan. Hanya berupa gubuk di tengah kebun dengan atap seng berdinding triplek. Seiring dengan kerasnya kehidupan dengan beban ekonomi yang makin menghimpit membuat orang mudah stress dan mengalami gangguan jiwa. Untuk saat ini tempat rehabilitasi penderita skyzofernia di Paringan hanya mampu menampung 12 oang. Padahal setiap hari ada pasien yang hendak masuk dan butuh perawatan. Karena minimnya sarana prasarana disana maka terpaksa ditolak.

“Ponorogo sangat membutuhkan rumah singgah atau rumah rehabilitasi bagi para penderita skyzofernia yang dikelola pemerintah daerah, mengingat jumlah pasien yang terus meningkat. Sebagian besar keluarga pasien menolak untuk dikembalikan kepadanya setelah pasien direhab karena berbagai faktor. Mungkin karena trauma atau memang si pasien tidak diinginkan lagi kehadirannya di keluarga. Mau dikemanakan mereka ini ? “Kalau tidak ada rumah rehabilitasi yang layak disini”, tutur Hariyono Setyowidodo Kasubid Yankes dinas Kesehatan kabupaten Ponorogo. Lebih lanjut dia mengatakan bahwa pihaknya tidak bisa merujuk pasien untuk direhab di tempat rehabilitasi swasta seperti Ngudi Rahayu salah satunya karena seharusnya pemerintah daerah lah yang memfasilitasi.

Hal senada juga diungkapkan oleh Heru pengelola lembaga Ngudi Rahayu. “Kami hanya ingin pemerintah memberikan perhatian terhadap para penderita gangguan jiwa di Ponorogo termasuk mereka yang di pasung. Dari hari ke hari jumlahnya makin bertambah.”Kami butuh rumah rehabilitasi yang layak“, imbuh Heru. Jumlah orang terpasung di Ponorogo masih cukup tinggi. Itupun yang terlihat dan diketahui publik. Banyak dari warga yang menyembunyikan keadaan keluarganya yang kurang waras karena malu dengan tetangga. Fenomena ini perlu adanya suatu strategi khusus untuk mengungkapnya sehingga Ponorogo benar-benar bebas pasung.(Anny/TJ)

Subscribe

Terimakasih Telah Berlangganan Berita Teras Jatim