Pembiaran Tambang Ilegal di Banyuwangi, Merusak Alam dan Lingkungan

Pembiaran Tambang Ilegal di Banyuwangi, Merusak Alam dan Lingkungan

TerasJatim.com, Banyuwangi – Ramainya pemberitaan terkait dugaan pungli yang dilakukan oleh oknum penegak hukum dan anggota legislatif kepada pelaku tambang tanpa izin (illegal mining), memunculkan catatan baru dalam sejarah Kabupaten Banyuwangi Jatim.

Dengan matinya hati nurani sejumlah oknum pejabat dan aparat di wilayah kabupaten yang berjuluk Bumi Blambangan ini, menjadikan penilaian miring di mata masyarakat. Pasalnya, jelas-jelas secara terbuka nampak di depan mata ada kegiatan atau aktifitas pertambangan yang dilakukan secara ilegal (tidak berizin), yang memberikan dampak dan pengaruh yang dapat merusak kondisi alam lingkungan, infrastruktur, dan terpengaruhnya struktur dan pola tata ruang, justru terkesan dibiarkan begitu saja tanpa adanya upaya penindakan yang lebih tegas dan masif.

Sebelumnya, Kapolresta Banyuwangi Kombes Pol Arman Asmara Syarifudin menegaskan, jika penegakan tambang ilegal bukan ranah kepolisian.

“Tambang galian C itu ranahnya Satpol PP untuk menertibkannya, bukan kami selaku APH,” terangnya kepada wartawan beberapa waktu lalu.

Arman menyampaikan, dalam penindakan tidak bisa serta merta, karena harus mencari tahu akar permasalahannya terlebih dahulu. “Kalau bisa ikut mendorong kepada legislatif dan eksekutif untuk mencarikan solusinya dengan duduk bersama, kita cari akar masalahnya, kita cari reduksinya, baru langkah terakhir penindakan oleh APH,” imbuh Arman.

Menanggapi hal tersebut, Andi Purnama, selaku pengamat kebijakan publik dan pembangunan di Banyuwangi, mengaku sangat menyayangkan atas aktifitas galian C yang beroperasi dengan leluasa tanpa izin dan ilegal tersebut.

Bahkan jelas-jelas, keberadaannya nampak di depan mata masyarakat, namun para penambang ilegal illegal seolah dibiarkan tak tersentuh tangan APH. “Seolah mereka ini mempunyai imunitas hukum dan dukungan kekuasaan yang lebih “sakti”, sehingga penegak hukum di wilayah Kabupaten Banyuwangi ini terkesan tidak effektif. Ini preseden buruk, upaya penindakan dan penegakan hukum dalam ranah pertambangan, kerusakan alam lingkungan, maupun bisa juga dikaitakan penyebab “korupsi” di pengadaan pembangunan fisik dan infrastruktur pemerintah. Ini menjadi salah satu putaran mata rantainya,” sebutnya.

“Akhirnya banyak masyarakat Banyuwangi yang mempertanyakan kinerja seperti ini. Ada apa dengan penegakkan hukum pertambangan di Banyuwangi. Merasa hopless dan apriori, sampai klarifikasi dan argumentasi para pihak dan penegak hukum terkesan saling melempar tanggung jawab dan pembiaran,” sambungnya.

Padahal, lanjut Andi, peraturan perundangan yang berlaku yaitu UU Minerba (UU RI No. 4 tahun 2009 sebagaimana yang telah diperbaharui dengan UU RI No. 3 tahun 2020), konteks dan kedudukannya sangat jelas. Termasuk sanksi maupun jerat hukum dari pelanggaran tersebut sangatlah berat.

“Jeratan hukumnya baik dengan nominal denda tinggi dan ancamam kurungan penjara maksimal 10 tahun bagi siapa saja yang melakukan kegiatan pertambangan ilegal,” bebernya.

Disamping itu, sambung Andi, kelestarian alam dan lingkungan hidup yang seharusnya dapat dijaga dan dilindungi oleh aparat penegak hukum dan institusi terkait.

“Namun hal ini malah terkesan adanya pembiaran dan aksi tutup mata dan argumentasi yang melepas tanggung jawab, tanpa ada upaya di lapangan untuk melakukan penindakan sesuai peraturan perundang-undangan. Harusnya mereka menghentikan kegiatan yang akibatnya banyak berdampak buruk,” tandas Andi.

Andi berharap, penegak hukum tidak perlu ragu lagi untuk menindak tegas pertambangan tanpa izin di Banyuwangi yang selama ini dinilai sudah merajalela dan seolah kebal hukum.

“Akibat ulah segelintir oknum, berdampak serius pada kerusakan alam dan lingkungan,” pungkasnya. (Ris/Nng/Kta/Red/TJ)

Subscribe

Terimakasih Telah Berlangganan Berita Teras Jatim