Minggu Tenang

Minggu Tenang
Ilustrasi

TerasJatim.com – Tiga hari lagi, pilkada serentak untuk memilih pemimpin daerah akan digelar. Mumpung masih ada beberapa hari lagi waktu perhelatan tersebut, tidak ada salahnya kalau saya mengajak kepada siapa saja yang kebetulan daerahnya sedang menghelat pemilukada 2015, untuk ikut mensukeskan gawe demokrasi ini.

Salah satu bentuknya, adalah  ikut serta aktif dan berpartisipasi dalam pengawasan pilkada nanti.

Sekedar mengingatkan, bahwa kabarnya di negeri ini, sebanyak kurang lebih 278 petahana atau calon yang masih menjabat, tercatat menjadi kontestan di 269 Pilkada serentak 2015. Untuk Jawa Timur saja, ada 19 kota dan kabupaten yang menyelenggarakan pilkada. Dan sebagian besar diantaranya ada beberapa calon incumbent yang maju kembali.

Banyak pihak beranggapan, bahwa keberadaan petahana menjadi perhatian khusus, karena potensinya besar dalam menyalahgunakan status dan  jabatan untuk pemenangan dirinya.

Dari pengalaman-pengalaman yang lalu, tercatat modus yang dilakukan petahana untuk meraih kembali kursi kekuasaan dalam kontestasi kepemimpinan daerah, dilakukan dengan berbagai cara. Cara yang paling umum dan sering dilakukan, adalah dengan memobilisasi dan memolitisasi Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang berada di wilayah daerahnya.

Berhubungan dengan besarnya pamor kekuasaan dan kewenangan yang dimiliki sang petahana, paling tidak para PNS yang selama ini menjadi anak buahnya merasa sungkan dan ewuh pakewuh.

Disamping itu, data dari sejumlah lembaga pemantau pemilu memperlihatkan adanya petahana yang memanfaatkan peluang dari segala sumber daya yang mereka kuasai selama dirinya menjabat di daerahnya.

Untuk itu, peran Panwaslu dan segenap elemen masyarakat perlu kita dorong untuk digerakkan, agar ikut menjaga proses dan pelaksanaan pilkada dalam mendapatkan pemimpin di daerahnya yang dihasilkan dari sebuah pemilukada yang relatif jujur dan adil.

Begitu juga tentang kebiasaan buruk pada semua level perhelatan pemilu, baik pileg, pilpres, pilkada maupun “pil-pil” lainnya. Stigma politik uang, hingga kini masih membudaya di lapisan masyarakat.

Untuk itu dibutuhkan sebuah sikap yang sama untuk menyikapi peran pentingnya penguatan panitia pengawas pemilu (Panwaslu) dalam mengawasi gerak-gerik calon kepala daerah, baik yang berstatus  petahana maupun pendatang baru dalam pilkada serentak 9 Desember mendatang.

Sejauh ini, kita masih harus mengakui akan lemahnya peran panwaslu dalam menjalankan tugas pengawasan pemilu. Hal ini selain karena terhambat oleh faktor Sumber Daya Manusia-nya (SDM) yang kurang mumpuni, juga disebabkan rasa ewuh pakewuh yang besar yang pada akhirnya mereka bertindak kurang profesional dalam menjalankan tugasnya.

Untuk itu, paling tidak sebagai masyarakat yang peduli akan pentingnya sebuah proses demokrasi yang baik, tidak ada salahnya kalau segenap komponen masyarakat di daerah ikut menjaga akan tertibnya sebuah kontes pemilihan seorang pemimpin.

Saya masih berkeyakinan, bahwa politik uang masih ada dan tetap tumbuh dalam sebuah perhelatan pemilu, termasuk  di minggu tenang pilkada seperti saat ini. Tapi paling tidak, masyarakat harus belajar dari sebuah pengalaman di masa lalu.

Sudah banyak terbukti, pemimpin yang dihasilkan dengan cara menebar “investasi,” baik berupa uang, barang dan janji-janji, toh sebagian besar kita sudah tahu hasil dari kepemimpinannya.

Jadi, buat saya tidak ada himbauan untuk menolak uang yang telah disodorkan pada sejumlah masyarakat. Tapi janganlah mempunyai kewajiban moral setelah menerima uang lalu kita harus memilih mereka.

Bagi saya, memilih pemimpin harus didasari atas pilihan jernih hati nurani.

Kalau memang ada pembagian uang dan kebetulan anda kebagian, maka anggap itu sebagai rejeki, namun tetap pilih pemimpin sesuai nurani.

Salam Kaji Taufan

Subscribe

Terimakasih Telah Berlangganan Berita Teras Jatim