Kepala Daerah Bukan Tuan Raja

Kepala Daerah Bukan Tuan Raja

TerasJatim.com – Salah satu perubahan mendasar dalam praktek penyelenggaraan pemerintahan daerah di era sekarang, yaitu proses seleksi kepemimpinan eksekutif lokal tidak lagi dipilih dan ditentukan oleh DPRD, namun langsung dipilih oleh rakyat.

Awalnya, output pilkada diharapkan menghasilkan pemimpin eksekutif lokal yang bisa memenuhi preferensi mayoritas masyarakat lokal dan mempercepat terbentuknya pemerintahan daerah yang lebih baik (good governance).

Dengan begitu, dari sisi subtansi, pilkada diharapkan bisa melakukan proses seleksi pemimpin yang dinilai rakyatnya terbaik untuk melakukan perubahan-perubahan yang menjanjikan dan memberi manfaat kepada masyarakat luas.

Namun, secara umum hampir di sejumlah daerah proses pilkada belum melahirkan pemimpin yang bisa melakukan perubahan mendasar untuk mempercepat kemajuan daerahnya, bahkan ada kecenderungan mereka berubah menjadi raja-raja kecil yang rakus akan kekuasaannya.

Masih banyak kita temukan sosok pemimpin atau kepala daerah yang masih belagu layaknya tuan di menara gading.  Padahal, era berganti begitu cepat dan kini semuanya sudah memasuki fase era digital.

Model kepemimpinan kepala daerah di era otonomi daerah tidak hanya terbentuk dari sistem pilkada langsung, tetapi juga akibat sistem demokratisasi pemerintahan dan konsekuensi tuntutan good governance.

Proses demokratisasi pemerintahan dan penerapan good governance menggeser model kepemimpinan pemerintahan yang semula kental dengan konsep memerintah, memberi perintah dalam arti to give orders.

Dalam perkembangan sekarang kepemimpinan pemerintahan lebih menekankan pada kiat mengajak, menggalang, memberdayakan, dan menggairahkan.

Kini saatnya para pemimpin dan  kepala daerah sudah harus mendekat dan menyatu dengan rakyatnya. Tengok saja kepala daerah di sejumlah wilayah, betapa mudah rakyat menjangkaunya. Rakyat mudah mengadukan persoalan, rakyat mudah menemui, rakyat mudah menghubungi, atau juga rakyat dengan mudah foto bareng.

Di berbagai pemberitaan bisa dilihat beberapa kepala daerah yang sudah seperti berteman dengan rakyatnya, tak menjaga jarak. Tak pakai voorijder yang menguing-nguing apabila kemana-mana. Tak pakai protokloler harus anu atau itu bila dia datang. Para kepala daerah ini membuka hotline aduan lewat telepon hingga media sosial.

Ketika ada masalah, rakyat tinggal mengadu apa persoalannya, dan bagaimana solusi penanganan yang dilakukan. Atau ada juga yang membuka pintu rumah lebar-lebar hingga membuka diskusi seminggu atau sebulan sekali dengan rakyatnya untuk menjawab aneka persoalan.

Justru pemimpin dengan gaya pendekatan yang seperti inilah yang selalu dibanggakan oleh rakyatnya. Tanpa dibungkus berbagai macam piranti pencitraan, masyarakat menganggap bahwa pemimpinnya mempunya empati yang begitu tinggi terhadap masalahnya.

Muaranya, jika kepala daerahnya bagus, mesin birokrasi juga akan bagus dan benar-benar menjadi pelayan rakyat. Tak ada lagi keluhan jalan berlubang, biaya rumah sakit, atau urusan lainnya. Semua persoalan tertangani dengan kepala daerah yang mumpuni.

Nah, budaya kepala daerah yang merakyat ini bila diikuti semua kepala daerah, pembangunan dan pelayanan kepada rakyat bukan lagi persoalan. Semuanya akan tertangani dengan tuntas.

Tapi kembali lagi, apakah daerah lain pemimpinnya siap ? Atau masih suka berlagak bak raja-raja kecil ?  Dan bagaimana dengan daerah Anda sendiri ? (dra/dra dan Redaksi TJ)

Subscribe

Terimakasih Telah Berlangganan Berita Teras Jatim