Jangan ‘Sok’ Wartawan, Kalau Belum Baca Ini!

Jangan ‘Sok’ Wartawan, Kalau Belum Baca Ini!

TerasJatim.com, Bojonegoro – Dinamika dunia pers yang kian hari semakin menggurita dan bak banjir bandang, tak urung membuat dunia profesi yang satu ini semakin dipertanyakan kualitas dan kredibilitasnya oleh masyarakat luas.

Pasalnya, tak sedikit pribadi yang sehari kemarin diketahui sebagai pengangguran akut, esoknya sudah mengaku sebagai wartawan atau jurnalis. Seminggu lalu, ia menjadi makelar angkutan umum, tiba-tiba hari ini dengan sok gagah mengeluarkan kartu pers-nya di warkop tempat biasa ia kasbon.

Tak mengapa memang. Siapapun boleh berprofesi apapun, termasuk menjadi wartawan. Tetapi tentu saja, profesi wartawan harus diimbangi dengan skil dan pengetahuan di bidang jurnalistik yang beretika. Terlebih, soal dunia jurnalistik yang notabene bukqn profesi sembarangan, karena menyangkut intelektualitas dan tanggung jawab moral sebagai salah satu pilar tegaknya Demokrasi.

Salah seorang kawan yang kini menjadi punggawa pemerintahan (ASN), pernah bertanya, apakah menjadi wartawan itu mudah dan tak melalui penyaringan, atau setidaknya interview?

Saya jawab dengan tegas, seharusnya salah satu syarat mutlak dari perusahaan media adalah menginterview calon wartawan, mengirim contoh tulisan, sebelum kemudian diterima untuk magang dan bekerja di bidang pers.

“Seperti halnya pengalaman saya masuk TerasJatim.com dulu, Saya diinterview, selanjutnya secara berkala saya diminta untuk menulis dan mengirimnya ke redaksi,” jawab saya.

Repotnya, kata temanku ini, dia punya kenalan seseorang yang diketahui buta huruf, kini wira-wiri ‘kalungan’ kartu pers. “Jangankan nulis berita, saya yakin dia nulis namanya sendiri saja tidak mampu. Tetapi kok ya, jadi wartawan?”, terang dia.

Kawanku ini juga mengetahui seseorang yang waktu itu berprofesi sebagai makelar penumpang di terminal, kini juga mengaku-ngaku jadi wartawan.

“Bukan apa-apa. Bagi saya semua profesi asal tidak melawan hukum negara dan agama adalah terhormat. Tetapi persoalannya, masa iya semudah itu menjadi wartawan? Paham pora wong-wong ngunu kuwi, soal jurnalistik?,” tukas dia yang lulusan Fisip dari Jogja itu seolah tak habis pikir.

Sebagai orang yang mengerti soal dunia pers, kawanku ini mengaku resah dengan banyaknya oknum yang sok wartawan berseliweran di tempat kerjanya. Ia menyebut, tak jarang mereka datang terutama saat ada pencairan anggaran yang dengan PeDe-nya mengeluarkan kartu pers.

“Harus ada yang peduli dengan profesi jurnalistik agar tidak menjadi ajang pelacuran profesi oleh oknum yang tidak paham betapa mulianya profesi ini. Setidaknya para oknum yang ngaku sebagai wartawan ini pernah membaca Kode Etik Jurnalistik supaya enggak isin-isini,” pungkas lelaki yang pernah aktif di media kampus tempat ia kuliah dulu.

Sebagai bentuk penghargaan atau saran yang baik itu, maka sengaja saya kutip sebagian Kode Etik Jurnalistik dimaksud dari website resmi Dewan Pers Indonesia, yakni:

Pasal 1, Wartawan Indonesia bersikap independen, menghasilkan berita yang akurat, berimbang, dan tidak beriktikad buruk.

Pasal 2, Wartawan Indonesia menempuh cara-cara yang profesional dalam melaksanakan tugas jurnalistik.

Pasal 3, Wartawan Indonesia selalu menguji informasi, memberitakan secara berimbang, tidak mencampurkan fakta dan opini yang menghakimi, serta menerapkan asas praduga tak bersalah.

Pasal 4, Wartawan Indonesia tidak membuat berita bohong, fitnah, sadis, dan cabul.

Pasal 5, Wartawan Indonesia tidak menyebutkan dan menyiarkan identitas korban kejahatan susila dan tidak menyebutkan identitas anak yang menjadi pelaku kejahatan.

Pasal 6, Wartawan Indonesia tidak menyalagunakan profesi dan tidak menerima suap.

Pasal 7, Wartawan Indonesia memiliki hak tolak untuk melindungi narasumber yang tidak bersedia diketahui identitas maupun keberadaanya, menghargai ketentuan embargo, informasi latar belakang, dan off the record sesuai dengan kesepakatan.

Pasal 8, Wartawan Indonesia tidak menulis atau menyiarkan berita berdasarkan prasangka atau diskriminasi terhadap seseorang atas dasar perbedaan suku, ras, warna kulit, agama, jenis kelamin, dan bahasa serta tidak merendahkan martabat orang lemah, miskin, sakit, cacat jiwa atau cacat jasmani.

Pasal 9, Wartawan Indonesia menghormati hak narasumber tentang kehidupan pribadinya, kecuali untuk kepentingan publik.

Pasal 10, Wartawan Indonesia segera mencabut, meralat, dan memperbaiki berita yang keliru dan tidak akurat disertai dengan permintaan maaf kepada pembaca, pendengar, atau pemirsa.

Pasal 11, Wartawan Indonesia melayani hak jawab dan hak koreksi secara proporsional.

Salam,

*Moch. N Saiq, Kabiro TerasJatim.com (Bojonegoro-Tuban) dan Kabid Litbang SMSI Bojonegoro

Subscribe

Terimakasih Telah Berlangganan Berita Teras Jatim