Banjir Batu di Karangrejo Pacitan, Warga: Suaranya Seperti Montor Mabur

Banjir Batu di Karangrejo Pacitan, Warga: Suaranya Seperti Montor Mabur

TerasJatim.com, Pacitan – Hampir setiap hari di setiap hujan turun, warga di RT 06, RW 06, Dusun Wonosari, Desa Karangrejo, Kecamatan Arjosari, Pacitan Jatim, mendengar gemuruh yang menyerupai suara pesawat terbang.

Suara itu berasal dari ribuan kubik material bebatuan dengan berbagai ukuran. Material bercampur pasir, lumpur dan air tersebut, datang dari lereng Bukit Parangan yang longsor sejak puluhan tahun silam.

“Kalau banjir (batu) datang, suaranya seperti montor mabur (pesawat terbang),” kata Kasiyah, warga di RT setempat, kepada TerasJatim.com, Kamis (02/12/2021) sore.

Acap kali, ibu dua anak itu merasakan dan melihat langsung kejadian tersebut, karena letak rumah tinggalnya berhadapan dengan lokasi longsor, atau berada di sisi timur sungai yang dilintasi aliran material bebatuan.

Ketika banjir batu datang, bangunan rumah yang ia tempati terasa bergetar. Meski getaran tidak hebat, hal itu cukup membuatnya panik dan khawatir akan sesuatu yang tidak diinginkan dapat terjadi. Terlebih jika terjadi hujan pada malam hari.

“Kalau batu yang besar-besar itu turun ya goyang (rumahnya). Kalau genteng tidak pernah jatuh, hanya getar saja,” terangnya.

Sebagai seorang wanita, Kasiyah mengaku takut akan bahaya yang dapat mengancam kapan pun. Namun, ia tidak punya pilihan lain selain harus waspada setiap saat dan mengungsi ketika dirasa tidak aman. “Kalau banjir datang ya wedhi (takut). Masuk rumah, kumpul-kumpul, kadang ya ngungsi ke tempat lebih aman,” ungkapnya.

Kasiyah tidak sendiri, ia bersama puluhan warga di RT tersebut merasakan hal serupa. Pun warga juga selalu siaga dan berkumpul, baik di dalam rumah atau bersama warga lainnya di titik yang lebih aman.

“Setiap banjir datang itu ada suara gemuruh. Warga memantau, besar apa tidak (banjirnya). Di sini ada 22 kepala keluarga, sekitar 80-an jiwa. Kalau lansia sekitar 5 orang,” kata Partini (66), warga lainnya.

Luapan material bebatuan itu kerap menutup jalur utama dua desa, yakni Desa Karangrejo dan Desa Karanggede. Bahkan, akses terdekat menuju jalan raya bagi warga di RT 6 tersebut untuk saat ini hanya bisa dilalui jalan kaki, karena jalan tertutup bebatuan besar. “Jalan lain lewat sisi tebing sebelah selatan, motor bisa, tapi ya kalau musim hujan ini becek dan licin,” sahut warga lain.

Meski demikian, mitigasi kebencanaan juga diberikan oleh sejumlah pihak. Salah satunya oleh anggota Polsek Arjosari yang door to door memberikan imbauan dan pengarahan kepada warga setempat.

“Kami mengimbau warga untuk selalu waspada. Barang-barang berharga seperti dokumen dan surat berharga lainnya untuk dikemas jadi satu, agar mudah dibawa sewaktu-waktu. Kalau jalur evakuasi, sementara ini masih mencari, karena masuk ke sini susah jalannya,” kata Aiptu Imam Mukti, Kanit Propam Polsek Arjosari, di sela-sela mendatangi rumah warga.

Menurut dongenggeologi, yang dikutip dari akun Instagram @dongenggeologi, fenomena banjir batu yang menerjang perbatasan antara Desa Karangrejo-Karanggede itu dinamai Debris Flow.

Fenomena banjir batu Debris Flow adalah fenomena biasa terjadi akibat peristiwa alam. Dijelaskan jika fenomena tersebut sebenarnya wajar terjadi ketika adanya banjir yang membawa material debris dari daerah hulu sehingga dinamakan Debris flow, di mana massa yang bergerak dari lumpur, pasir, tanah, batu, dan air yang bergerak menuruni lereng di bawah pengaruh gravitasi.

Hal ini dapat dipicu oleh curah hujan yang tinggi atau pencairan salju, atau banjir glasial. Pada banjir batu Debris Flow material yang terbawa relatif tidak mengandung air, sehingga membuat seakan batuan saja yang bergerak. (Git/Kta/Red/TJ)

Subscribe

Terimakasih Telah Berlangganan Berita Teras Jatim