Gak Goyang Uang Kembali

Gak Goyang Uang Kembali

TerasJatim.com – Saya lumayan lama tidak kelayapan malam. Maklum, selain sungkan sama anak-anak yang sudah pada gede-gede, juga agak males dengan suasana seperti saat ini. Selain sudah agak takut dengan angin malam, saya juga gampang meriang jika pulang pagi (mungkin karena faktor U).

Tapi tidak biasanya dengan kali ini. Minggu lalu, seorang teman yang kebetulan punya bisnis di bidang properti ingin ketemu saya untuk ngopi bareng sambil membicarakan sesuatu. Karena sekedar menghormati teman, sengaja kita bikin schedule untuk ketemuan di sebuah cafe. Singkatnya kami ketemu, ngomong ngalor ngidul dan bahas sesuatu yang ringan-ringan.

Nah, di saat kita tengah ngobrol, tiba-tiba penyanyi cafe tampil di atas panggung dan menyanyikan lagu yang membuat saya jadi  flashback ke jaman saat saya masih ‘muda’ dulu. Banyak lagu lama yang dinyanyikan malam itu.

Buat saya yang paling berkesan adalah lagu yang akhir 80-an paling saya suka, yakni “Mungkinkah Terjadi”. Lagu itu kalau gak salah ingat, awalnya dinyanyikan Tommy J Pissa, dan selanjutnya pada pertengahan  tahun 90-an di re-packaging oleh Utha Likumahuwa featuring Trie Utami.

Saya lumayan hapal dengan lagu-lagu jadul. Karena pekerjaan saya yang cukup lama menjadi seorang broadcaster dan siaran di sejumlah radio ternama di Surabaya.

Kembali pada ‘Mungkinkah Terjadi’, buat saya, lagu itu tidak membawa kenangan istimewa. Saya menyukainya selain karena liriknya yang sederhana, kuat dan masing-masing penyanyinya punya karakter dan rasa penjiwaan yang sangat baik.

Tanpa mengurangi rasa hormat, banyak artis penyanyi sekarang yang belum mampu untuk menandingi kharisma seniornya di jaman dulu. Nama-nama penyanyi jadul benar-benar jadi legenda buat penikmat musik di masa sekarang. Tentu belum hilang di benak kita, nama-nama yang berkibar di tahun 80 hingga 90-an.

Memory saya belum bisa melupakan bagaimana, manis dan lesung pipitnya Rafika Duri saat berduet dengan Harvey Malaiholo yang memperkenalkan irama bosas-nya. Christine Panjaitan, Iis Sugianto, Dian Phisesa yang merupakan primadona pop cengeng yang selalu saya tunggu kemunculannya di acara Aneka Safari-nya alm Eddy Sud di TVRI. Terkadang, saya masih merasa kangen dan pengen lihat bagaimana jika mereka sedang performed kembali.

Saya memang lumayan suka mendengar lagu-lagu jaman sekarang, seperti Fatin, Raisha dan penyanyi-penyanyi baru lainnya. Tapi ketika muncul lagu dari penyanyi baru (dan mungkin lebih cantik dari mereka), maka dengan gampangnya saya berpindah ke lain hati. Kadar kesukaan saya terhadap penyanyi-penyanyi sekarang, tidak sekuat kecintaan dan kesetiaan saya pada lagu-lagunya  penyanyi lawas.

Begitu juga dengan musik dangdut. Tentu kita masih belum menemukan figur dan karakter kuat seperti yang dimiliki Rhoma Irama, almarhum A Rafiq, Rita Sugiarto dan penyanyi-penyanyi dangdut lawas lainnya. Mereka benar-benar seorang artis yang punya skil dan keahlian yang mumpuni dan dapat menguasai serta menjaga etos profesinya hingga kini. Bahkan kala itu, saya sendiri sering datang kalau Soneta sedang manggung di sejumlah daerah.

Sekarang banyak nama penyanyi dangdut dadakan  dan “mendadak dangdut”. Entah darimana asalnya, tiba-tiba  muncul langsung ngetop. Tapi tak lama kemudian, nama mereka hilang nyaris tak terdengar karena ada penyanyi dadakan yang baru lagi. Begitu lah seterusnya.

Saya suka dengar lagu “Goyang Dumang” tapi saya tidak perlu tahu siapa yang menyanyikannya. Toh besuk atau lusa juga bakal ada penyanyi baru yang bisa bikin heboh kuping saya.

Saya melihat  artis atau seniman jaman sekarang banyak yang dipaksakan. Menjadi artis sekarang, banyak dilandasi dengan alasan untuk kehebohan semata. Pasar sekarang menginginkan sesuatu yang “heboh”, nama baru dan wajah segar. Tidak ada lagi standarisasi yang harus dijalankan untuk menjadi artis penyanyi. Yang penting ayu, seksi dan bisa goyang dan syukur-syukur punya cerita yang bikin “gaduh” pemirsa infotainment. Makanya jangan heran kalau sekarang ada julukan “artis mekso” dan “mekso dadi artis“.

Buat saya, penyanyi atau artis adalah sebuah profesi yang patut dihargai. Profesi apapun biasanya diimbangi dengan etos kerja yang profesional. Profesionalisme seseorang biasanya dibangun atas dasar keinginan yang kuat untuk mempunyai jati diri dan keahlian dalam profesinya.

Menjadi artis yang “gampangan“, biasanya dalam pasar juga punya value yang “gampangan“, dan dianggap masih sebatas profesi yang amatiran. Seharusnya bagi mereka yang keburu pengen ngartis, harus banyak belajar mengasah diri dari sesuatu yang kecil-kecil, tentang bagaimana beratnya menjaga sebuah etos kerja seorang yang mempunyai profesi keartisan. Begitu juga bagi mereka yang suka dilabeli sebagai artis.

Kita bangga punya penyanyi atau artis yang memang punya marwah di bidangnya. Kita butuh artis atau penyanyi yang cantik, molek,  pintar goyangnya dan sedep dipandang. Tapi esensi yang sebenarnya adalah bagaimana sebuah profesi dihargai karena karakter dan keahliannya. Bukan dari modal yang dapat mendatangkan konotasi “tidak sedap”.

Masalahnya, di era yang serba cepat dan instan ini, jati diri dan karakter seseorang dalam berprofesi sering diabaikan. Kita sering mengejar sesuatu yang kadang bukan marwah dan keahlian kita. Dan biasanya sesuatu yang “gampangan” didapat, seketika itu juga mudah terlepas.

Jaman sekarang, sifat pengen cepet dan serba instant adalah prioritas yang sering mengabaikan kapasitas dan kualitas. Makanya jangan heran, kita sering melihat sebuah keberhasilan yang easy come easy go.

Sebab sudah menjadi hukum alam, bahwa keberhasilan dan kesuksesan yang diraih dengan sebuah niatan baik, perjuangan berat, belajar dengan sungguh-sungguh dalam mendalami sebuah profesi, biasanya akan lestari dan langgeng, serta  tidak mudah raib ditelan jaman.

Jadilah apa saja (termasuk artis) sebagai profesi pilihan hidup yang tenanan dan profesional. Hindari label profesi yang hanya menjual tampang, goyang dan kehebohan.

Ibarat parikan, Semarang Boyolali, Gak Goyang Uang Kembali.

Salam, Kaji Taufan

 

Subscribe

Terimakasih Telah Berlangganan Berita Teras Jatim