Drone UMM Mampu Petakan Pertanian
TerasJatim.com, Malang – Pesawat tanpa awak atau drone yang diciptakan dosen Fakultas Pertanian dan Peternakan Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), Wahono, mampu memetakan lahan dan penyebaran bibit pertanian di medan yang sulit dijangkau.
“Untuk membuat pesawat ini, saya harus menguji coba ulang dengan memodifikasi dari model pesawat tanpa awak sejenis yang sudah ada sebelumnya,” kata Wahono di Malang, seperti dilansir Antara, Rabu (13/04).
Ia mengakui terobosan spektakuler terkait pemetaan lahan dan penyebaran bibit di daerah yang sulit dijangkau dan diberi nama “Farm Mapper” dengan daya jangkau luas dan visual dengan resolusi tinggi tersebut, terinspirasi mahalnya harga pesawat sejenis yang akan dijadikan pendukung disertasinya untuk meraih gelar doktor di Universitas Gajah Mada (UGM).
Akan tetapi, katanya, harga drone tersebut cukup mahal, yakni sekitar Rp 700 juta. Karena mahalnya harga drone tersebut, Wahono berusaha merancang sendiri alat itu untuk menyelesaikan disertasinya dengan fokus pada inovasi yang mendukung kebutuhan pupuk untuk tanaman di area yang sangat luas.
Wahono yang juga memiliki latar belakang keahlian di bidang teknologi informasi, drone yang dikembangkannya itu diyakini memiliki teknologi resolusi tinggi real time. Pesawat ini mampu memetakan (mapping) wilayah hingga luas 800-900 meter sekali terbang dalam waktu dua jam.
“Hal ini tentu membuat proses pemetaan lahan menjadi jauh lebih efektif dan efesien. Kalau harus mengukur satu persatu ke lapangan membutuhkan waktu lama dan mengeluarkan biaya yang sangat tinggi,” ujarnya.
Ia menjelaskan Farm Mapper menggunakan sensor canggih yang mampu memetakan area seluas itu tanpa menggunakan remote control.
“Kita tinggal program pesawat ini mau terbang ke area mana yang akan kita mapping, sambil melihat proses pemetaan di front station pada layar komputer, sampai dia kembali lagi,” urainya.
Hasil pemetaan yang diperoleh tadi, katanya, langsung terunggah di komputer yang telah dipasang aplikasi khusus. Data tersebut bisa direkonstruksi dalam model 2D dan 3D.
Selain untuk bidang pertanian, ujarnya, Farm Mapper juga bisa digunakan untuk pemetaan terumbu karang di bawah permukaan laut pada pulau-pulau kecil, bahkan juga bisa digunakan di wilayah pertambangan.
Ia mengakui banyak kendala yang dihadapi saat proses uji coba, mulai dari hal teknis sampai hilang saat pesawat jatuh, seperti saat hujan deras, pesawat yang ia terbangkan terjebak dan hanya bisa berdiam di udara hingga baterainya hampir habis.
Saat hujan reda, pesawat memang bisa kembali terbang normal, namun karena baterai hampir habis pesawat tidak sampai kembali ke orbit awal dan akhirnya pesawat yang ia buat dengan biaya sekitar Rp 20 juta itu pun jatuh.
“Saat itu tempat jatuhnya berjarak sekitar dua kilometer, saat saya mau ambil ternyata sudah hilang,” tuturnya.
Ke depan, Wahono berencana mempercanggih drone ciptaannya. Ia akan menambahkan sensor collision avoidence dan route alternative yang mampu menghindari tabrakan pesawat dari objek tak terduga di depannya hingga pesawat mampu mengubah arah secara otomatis.(Kta/Red/TJ)