Anna Lengser, Bupati Bojonegoro Dijabat Pj, KPK Mana KPK?

Anna Lengser, Bupati Bojonegoro Dijabat Pj, KPK Mana KPK?

TerasJatim.com, Bojonegoro – Kehadiran Adriyanto, sosok yang dikenal sebagai jawara di bidang keuangan sebagai Penjabat (Pj) Bupati Bojomegoro, Jatim, menggantikan Anna Mu’awanah yang habis masa jabatannya pada 24 September lalu, tak pelak membuat sebagian besar warga setempat, baik elemen “gogol gendon” (baca: rakyat jelata) maupun yang punya jabatan, merasa ‘nano-nano’ alias campur aduk.

Pasalnya, berdasar pelbagai data dan analisis ringan tapi terukur, ada yang harap-harap cemas, ada yang cemas-cemas berharap. Begitu juga ada yang memilih tiarap sembari berdoa supaya selamat, dan ada pula yang landai tak perduli bahkan cenderung masa bodoh.

Kaum gogol gendon yang saban hari lekat dengan kekurangan dan keterbatasan hidup barangkali yang bisa dikategorikan sebagai elemen masyarakat berpikiran kritis, lantaran berjiwa petarung (baca: pejuang). Terutama mereka yang berjibaku memgais nafkah dari uang ‘non’ APBD.

Ya, para PKL, penjual kopi, penjaja tahu lontong, nasi pecel, gorengan dalam Kota Bojonegoro, adalah kaum cerdas yang terus survive berupaya menafkahi diri dan keluarga secara mandiri di tepi riuhnya triliunan anggaran daerah penghasil migas. Mereka rata-rata mengaku tak tersentuh, justru sering terusir dari lapak dan juga gerobaknya sendiri. Ironis memang.

Pedagang pasar tradisional kota pun demikian. Hidup segan mati tak mau. Namun begitu, para pejuang non APBD ini sungguh para ‘warrior’ sejati. Walau kerap dirayu, dihardik, bahkan diadu domba penguasa sebelum Pj tiba, mereka tetap lantang dan tak surut barang sejengkal dari Pasar Kota yang legendaris tersebut.

“Selamat tinggal mbok’e, pulanglah ke asalmu jangan pernah kembali ke sini lagi”. Begitu kumpulam narasi ‘satire’ yang umum diucapkan para kaum pinggiran kota yang merasa dikuyo-kuyo oleh penguasa di tengah sulitnya mengumpulkan uang hasil keringatnya sendiri, yang notabene non APBD.

Nah, beda lagi bagi warga Bojonegoro yang punya jabatan, termasuk Kades, Perades, honorer hingga RT/RW. Kepergian Bupati Anna dari Telatah Angling Dharma karena masa jabatan telah habis membuat mereka terbelah menjadi dua. Bahkan barangkali terbelah menjadi 3, 4 atau entahlah.

Loh kok bisa berbelah-belah? Ya, lantaran di antara para ‘penikmat’ APBD itu memang tak seragam, apalagi seiya sekata. Klasifikasinya antara lain, loyalis buk’e, penjilat, pembisik, pengadu, mata-mata, pemangsa.

Meski demikian, masih banyak yang waras dan profesional, serta bekerja sesuai tugas pokok dan fungsinya, walaupun sambil mengelus dadanya yang selalu sesak dengan kebijakan penguasa yang sak karepe dewe.

Bagi loyalis, tentu berakhirnya masa jabatan sang ‘bendoro’ dimaknai sebagai proses politik yang wajar, karena loyalis biasanya rasional. Tetapi bagi para pencari muka, penjilat, pengathok wa’ala aali washaabih, berakhirnya kekuasaan Anna membuat mereka limbung dan linglung bagai anak ayam kehilamgan induk. Sebagian lagi bahkan terhuyung dan mobat mabit.

“Para loyalis meringis, para pencari muka cari topeng lagi, dan para penjilat ludahnya kering tak mampu berkata-kata lagi karena junjungannya telah pergi,” gumam kawan ngopi yang mengaku mengimpikan Bojonegoro dipimpin Prabu Angling Dharma berbagi tugas dengan Batik Madrim hingga akhir masa jabatannya.

Para pembisik, pengadu, mata-mata yang ditanam di pelbagai kantor dinas dan kamtor kecamatan dengan (pacakan) pegawai honorer, saat ini mati kutu. Selama Anna berkuasa, para tukang macak honorer ini bekerja merangkai laporan subyektif hingga berbuntut mutasi berlangganan yang membuat ASN phobia.

Sebelumnya, para jenis manusia macak pegawai honorer ini sedikit-sedikit ngomong “namti saya sampaikan ke ibuk, beres”. Kini mereka ‘nderpiping’ bagai kucing tersiram air comberan.

Sudahlah, dari dulu kekuasaan di dunia ini rumusnya selalu tiada kekuasaan yang absolut. Sejak zaman Firaun masih ingusan pun begitu. Setiap penguasa pasti punya kelebihan dan kelurangan, entah banyak mana takarannya, tergantung sudut pandang kita.

Mengingat sejak Ahad (24/09/2023), Kabupaten Bojonegoro dipimpin oleh Adriyanto, yang ‘khatam’ urusan pengelolaan keuangan dan tetek bengeknya. Senyampang itu, wajarlah rakyat Bojonegoro yang rasional (termasuk saya) berharap ada perubahan terkait kebijakan anggaran yang melimpah ruah ini.

Tak hanya soal infrastruktur, semacam jalan nglenyer (entah nglenyer fee-nya). Yang pasti semoga Pak Pj Bupati Adriyanto yang kondang kaloka hingga meraih penghargaan bergengsi dari 2 Presiden RI, yakni SBY dan Jokowi atas prestasi kerjanya, mau mengubah setidaknya mengevaluasi peruntukan APBD agar ‘manfaati’ dan tidak ‘malati’.

Infrastruktur harus terus dibenahi, tetapi kesejahteraan dan pendidikan para Gogol Gendon yang terus terpinggirkan adalah yang amat sangat perlu mendapat perhatian serius dan mendesak, berbanding lurus dengan SiLPA triliunan rupiah.

Tidak sedikit yang menduga, APBD sengaja di SiLPA-kan demi menangguk untung berjibun. Lumayan masuk akal spekulasi ini jika dikaitkan dengan bunga bank dan seterusnya.

Pak Pj. Bupati, bagi sebagian pencinta Telatah Angling Dharma adalah harapan. Tangan dingin dan pengalaman mengelola di Kemenkeu adalah secercah harapan untuk kesejahteraan seluruh tanah tumpah darah Bojonegoro. Karena sejatinya percuma bila daerah kaya raya tetapi kemiskinan rakyatnya nyata.

“Bagai ayam mati kelaparan di lumbung padi,” itu bunyi pepatah lama yang kini rasanya tepat untuk disandangkan nasib gogol gendon Bojonegoro.

Walhasil, biarlah para tikus menggelepar nyaris pingsan di lumbung padi akibat kekenyangan, agar mudah ditangkap dan diadili tanpa harus membumi hanguskan lumbungnya.

‘KPK mana KPK?,” itu saja!**

Salam……

**Moch. N Saiq, (Ka Biro TerasJatim.com Bojonegoro-Tuban), Pegiat Pencak Silat dan Litbang Serikat Media Siber Indonesia (SMSI) Kab Bojonegoro.

Subscribe

Terimakasih Telah Berlangganan Berita Teras Jatim