Surat Cinta

Surat Cinta

TerasJatim.com, – Hari ini (02/10) sehabis Jumatan, saya iseng buka-buka pesan di hape saya. Ada pesan yang masih tersimpan dari seorang teman lama di media yang sekarang bermukim di Gorontalo.

Saya baca ulang isi pesannya. Pesannya  singkat dan lumayan menggelikan, “nulis tiap hari opo ga kesel ?”. Saat itu, iseng saya balas sekenanya, “kalo kesel yo pijet, hehehe”.

Sapaan sederhana itu ketika saya renungkan, ternyata mengandung makna yang “lumayan”. Bisa jadi, kalau tidak saya yang capai menulis, mungkin yang membacanya sudah mulai minta dipijeti. Atau mungkin juga teman saya tadi bermaksud baik dengan “ngeman” saya agar tidak menulis tiap hari, biar “stock” menulis saya terjaga dan saya gak kehabisan ide buat menulis.

Alhamdulillah, faktanya hingga tulisan ini saya buat, vitalitas menulis saya tetap terjaga, ide tetap mengalir dan nafsu menulis masih dalam posisi stroom gede.

Mudah-mudahan pengunjung TerasJatim.com yang kepepet dan sering saya “paksa” untuk membaca tulisan saya,  juga masih fit belum “kriyip-kriyip”, belum merasa ngantuk apalagi tertidur saat membacanya.

Kebetulan sejak dulu, saya tidak begitu suka membaca, apalagi kalau disuruh menulis (termasuk menulis surat cinta). Kalau toh saat itu terlihat saya membaca, itupun karena terpaksa dan dipaksa. Begitu juga dalam hal menulis. Pelajaran mengarang saya dulu mentok nilainya 65, dan mungkin itu karena gurunya iba sama saya.

Saat jaman sekolah, banyak teman yang suka main di perpustakaan, saya malah nongkrong di warung depan. Saat masa  remaja trend-nya banyak yang bergaya ke gramedia, saya malah memilih Tunjungan Plaza.

Sekarang,  buat saya menulis sama dengan kita belajar dari awal. Belajar meng-eja dan menceritakan sesuatu yang kita lihat, kita dengar dan sedikit mencicipi (walaupun belum merasakan).

Banyak orang bilang, bahwa tulisan di buku atau bacaan lainnya adalah jendela dunia. Itupun saya tidak membantahnya. Paling tidak, saya sekarang bisa sedikit urun dan berusaha untuk membantu membuka slot atau grendel jendela itu.

Kalau disuruh memilih, saya lebih suka berbicara. Buat saya menulis itu lumayan merepotkan. Selain harus teliti dengan titik dan koma, huruf tulisan dan tetek bengek, kita dituntut untuk memperhatikan alur-nya. Dan itu membuat mata saya suka klamur-klamur.

Sangat berbeda jika saya bicara, siaran di radio atau tv. Saya hanya butuh aksentuasi dan pilihan kata yang baik, serta bagaimana kita menata olah vokalnya saja.

Saya menyadari bahwa tulisan saya masih jauh dari kata baik apalagi sempurna. Tapi di setiap tulisan, saya mencoba untuk mengakrabkan diri menjadi teman yang baik, mengerti dan berusaha untuk tetap berkata jujur.

Saya belajar menulis dengan segenap kemampuan yang ada dan saya hanya ingin sedikit berbagi tentang apa saja yang ingin saya tulis. Banyak hal disekeliling kita yang pantas untuk kita sampaikan lewat tulisan.

Saya juga masih sering “berkampanye” mengajak siapapun untuk menulis apapaun yang membuat kita menjadi memahami pentingnya kebaikan dan manfaat. Buat saya menulis tidak harus mempunyai bertumpuk-tumpuk buku dan data sebagai referensi. Cukup dengan mata telinga, dan hati.

Ketika saya diberikan ruang dan kesempatan, saya ingin terus belajar dan belajar. Jadi jangan heran, ketika habis nulis, pasti saya shared ke teman dan semua networking saya.

Banyak masukan yang saya terima, banyak kritikan yang saya dengar dan mungkin banyak juga yang mencibir. Buat saya itu vitamin dan nutrisi. Tanpa itu semua, masa belajar menulis saya akan sia-sia tanpa sedikitpun ada arti dan makna.

Saya menyadari, bahwa ruang dan kesempatan, kadang kita tidak tahu kapan masa expired-nya. Sepanjang kita masih bisa memanfaatkan “aji mumpung”, tidak ada salahnya kalau kita belajar melakukan sesuatu untuk sebuah pembelajaran.

Ada yang bilang jika tulisan saya adalah esai murni, tapi banyak yang mengatakan bahwa jenis tulisan saya adalah opini.

Buat saya, tidak penting penilaian tentang jenis apa tulisan saya. Yang pasti tulisan saya adalah tulisan pribadi yang sedang belajar menulis “ejaan hidup”.

Bisa jadi, ada yang beranggapan bahwa tulisan-tulisan saya, adalah sebuah “Surat Cinta“.

Salam Kaji Taufan

(kajitaufam@terasjatim.com)

Subscribe

Terimakasih Telah Berlangganan Berita Teras Jatim