“Move On” Nang endi ?
TerasJatim.com – Beberapa hari ini, banyak warna yang muncul di halaman berita TerasJatim.com. Untuk rubrik sosialnya, kita bisa tahu bagaimana hebohnya gaya hidup tkw asal ponorogo, uniknya ojek kambing di babat lamongan. Sedang untuk berita olahraga, kita tahu persiapan Persatu Tuban dan lolosnya Arema Malang ke babak semi final piala presiden. Kemudian tentang petani tembakau, kita bisa melihat dengan jelas perbedaan nasib antara petani tembakau di Blitar dan Bojonegoro. Semuanya tampak kecil dan biasa saja. Tapi ketika kita mencoba untuk mengenal dan mencermati, semuanya punya warna dan makna.
Ojek kambing misalnya, membawa pesan sekaligus pelajaran berharga yang bisa menginspirasi kita, bahwa di kondisi ekonomi yang megap-megap seperti saat ini, dibutuhkan ketangguhan dan sedikit improvisasi tentang bagaimana seseorang memanfaatkan momen sebagai peluang. Momen idul adha kemarin, bisa membawa berkah buat siapapun termasuk kang ojek kambing. Dalam kondisi ekonomi yang melambat, setiap profesi dituntut untuk pintar-pintar mencari peluang dengan cara dan kreatifitas yang berbeda dari biasanya. Ojek kambing adalah gambaran cara dalam mencari peluang yang belum dilirik oleh sebagian profesi ojek.
Di sepak bola, kita tentu tahu bahwa hingar bingar kegiatan bola kita sudah berada di titik terendah. PSSI selain dibekukan oleh pemerintah, mereka juga disuspend oleh yang baurekso-nya bola, FIFA. Sekarang, otoritas bola kita yang bernama PSSI digantung dan entah kemana arah mereka, dan akan melakukan langkah apa, kita semuanya tidak tahu. Tapi, Persatu tuban dan klub-klub jawa timur yang belum mapan, terus mempunyai semangat tinggi untuk tetap berbenah. Mereka tidak pernah melihat ke belakang. Justru dengan kondisi bola yang masih remang-remang dan belum jelas arahnya, mereka tetap menatap ke depan. Ini sungguh patut diapresiasi. Kita tahu mengurus bola dibutuhkan sumber daya dan dana yang besar. Hanya orang yang “gila” saja, yang mau dekat dengan aktifitas bola.
Sedang adanya perbedaan nasib petani tembakau di blitar dan bojonegoro, secara teknis dan usaha mereka sudah melakukannya dengan sungguh-sungguh. Mungkin hanya faktor waktu dan kebutuhan saja yang menjadikannya penghasilan mereka berbeda. Saat ini, kemungkinan besar tembakau non nikotin yang menjadi primadona dan yang sedang dibutuhkan. Tembakau jawa, bisa jadi over produksi dan gudang-gudang pabrikan sudah merasa cukup untuk memenuhi kebutuhan bahan baku mereka, sehingga harga jual ditingkat petani tembakau jawa cenderung merosot dan jomplang jika dibandingkan dengan harga jual tembakau non nikotin. Yang pasti kami terus memberikan semangat kepada saudara-saudara kita petani tembakau di bojonegoro. Mudah-mudahan ada celah untuk sedikit improved dari mereka beserta pemerintah setempat untuk mengubah cara pandang dalam bertani. Sehingga petani dapat memahami apa yang akan dan harus ditanam serta belajar bagaimana prediksi hasil tanamnya ke depan. Sebab mau tidak mau cara pandang mereka harus dirubah dengan metode hukum ekonomi, supply and demand.
Dari contoh-contoh kasus di atas, kita meyakini bahwa setiap profesi ada dan tetap eksis disepanjang hari, apabila diramut dengan keyakinan atas pentingnya sebuah kreatifitas. Kreatifitas bisa tumbuh atas kemauan kerasnya, namun disisi lain kreatifitas akan muncul ketika mereka mengetahui hal yang sudah dikerjakan oleh orang lain dan terbukti hasilnya. Jangan pernah lelah untuk sebuah kreatifitas. Paling tidak jangan pernah merasa mati dengan inspirasi. Inspirasi tidak harus kita dapat dari orang yang berilmu dan berpangkat tinggi, tapi kadang dan sering timbul dari profesi sekeliling kita yang selama ini dianggap tidak berarti.
Ayo move on rek !
Salam Kaji Taufan