KPK dan Pemprov Jatim Dorong Perempuan Aktif Cegah Korupsi

TerasJatim.com, Surabaya – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Pemprov Jatim mendorong perempuan untuk aktif mencegah korupsi dengan menggelar Pimbingan Teknis (Bimtek) Perempuan Antikorupsi, di Surabaya, Jumat (09/05/2025).
Kegiatan ini dihadiri peserta dari berbagai organisasi perempuan yang siap memperkuat perannya dalam upaya pencegahan korupsi dari lingkungan terkecil tingkat keluarga.
Plh Direktur III Bidang Pembinaan dan Peran Serta Masyarakat KPK David Sepriwasa mengatakan program ini di Jatim merupakan yang kedua kalinya setelah pernah digelar di Kabupaten Sampang, Madura. “Saya senang sekali semua peserta dapat hadir secara maksimal. Kami harap peserta yang hadir dapat menjadi support system baik bagi suami, keluarga maupun masyarakat sekitar khususnya dalam pencegahan korupsi,” ujarnya.
Senada, Sekda Prov Jatim Adhy Karyono, menegaskan pentingnya sinergi pusat dan daerah dalam membentuk budaya antikorupsi. “Acara ini merupakan upaya kolaborasi antara Pemerintah Pusat dan Daerah sebagai penguatan peran perempuan dalam pencegahan korupsi dari lingkup terkecil yakni keluarga. Kami harap organisasi wanita yang hadir dapat menanamkan pada anggotanya menjadi agen perubahan untuk membangun Jatim yang bebas korupsi,” katanya.
Sementara, Qilda Fathiyah, Analis Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi KPK menyampaikan, bahwa perempuan memiliki peran strategis dalam upaya pemberantasan korupsi. “Sebagai istri, perempuan menjadi pengingat sekaligus penyeimbang dalam rumah tangga. Sebagai individu, ia punya kekuatan moral untuk menolak praktik koruptif. Dan sebagai bagian dari masyarakat, ia bisa menjadi agen perubahan yang menularkan nilai-nilai integritas,” jelasnya.
Qilda juga membeberkan data bahwa sejak tahun 2004 hingga Triwulan I 2025, tercatat 1.706 laki-laki dan 157 perempuan terlibat dalam tindak pidana korupsi. Meski jumlahnya jauh lebih kecil, keterlibatan perempuan tetap menjadi perhatian serius, terlebih pelaku termuda tercatat adalah seorang perempuan berusia 23 tahun.
Dalam paparannya, Qilda menjelaskan bahwa penyebab seseorang terjerat kasus korupsi bukan hanya karena kesempatan, tetapi juga karena watak serakah, rendahnya moral dan integritas, hingga tekanan sosial dan kebutuhan ekonomi. Bahkan, beberapa pelaku tidak menyadari bahwa tindakan mereka tergolong korupsi karena kurangnya pemahaman.
Dia menegaskan pentingnya memahami perbedaan antara gratifikasi, suap, dan pemerasan. Gratifikasi bersifat tanam budi dan tidak ada kesepakatan, sedangkan suap dilakukan secara rahasia dengan kesepakatan dua pihak. Sementara pemerasan merupakan permintaan sepihak dari pejabat yang memanfaatkan kekuasaan secara memaksa.
Bimtek ini menjadi momentum untuk memperkuat kapasitas perempuan sebagai aktor penting dalam membangun budaya antikorupsi. Dengan pengetahuan yang komprehensif dan pemahaman yang lebih tajam, perempuan diharapkan mampu menjadi pengawal moral yang kritis dan konsisten dalam menolak segala bentuk praktik koruptif, baik di dalam rumah maupun di ruang publik.
Melalui kegiatan ini, Jatim menegaskan komitmennya untuk terus mendorong peran serta masyarakat, khususnya perempuan, dalam membangun pemerintahan yang bersih dan berintegritas. Sebab, dalam perjuangan melawan korupsi, perempuan bukan hanya pendamping, tetapi pelopor perubahan. (Jnr/Kta/Red/TJ)