Keluarga Tuna Netra di Pacitan, Sudah 3 Kali Ditolak Bertemu Bupati

Keluarga Tuna Netra di Pacitan, Sudah 3 Kali Ditolak Bertemu Bupati

TerasJatim.com, Pacitan – Bagi sebagian warga, keinginan bertemu dengan pemimpin daerah bisa menjadi kebanggaan tersendiri. Mengingat, kesempatan itu tidak mesti datang setiap hari. Namun, bagaimana jika keinginan warga itu ditolak oleh sang pemimpin daerah tersebut?

Di Kabupaten Pacitan, Jatim, ada sebuah kisah yang datang dari keluarga kecil, asal RT 02, RW 10, Dusun Sumber, Desa Ngadirejan, Kecamatan Pringkuku.

Mereka punya keinginan bertemu muka dengan Bupati Pacitan, Indrata Nur Bayu Aji. Namun, niat keluarga itu sejauh ini statusnya masih “gantung”. Bak ungkapan ‘cinta’ yang tak kunjung tersampaikan.

Keinginan bertemu orang nomor satu di Kabupaten Pacitan itu dialami keluarga Sugiyanto. Dia datang bersama istri, yang bernama Suminah (32), serta kedua anaknya, Meilika Aulia Pratiwi (16) dan Nizam Hafiz Azaki (8).

Satu keluarga tersebut, 3 di antaranya diketahui tuna netra atau alami kebutaan sejak lahir, yakni Sugiyanto dan kedua anaknya. Hanya istrinya saja yang normal, dan bisa melihat.

Sugiyanto yang berprofesi sebagai tukang pijat itu mengungkapkan, jika maksud dari tujuannya tersebut hanya ingin menyampaikan beberapa hal tentang kedua anaknya yang sudah tidak sekolah.

“Perihal anak saja yang sudah berhenti sekolah selama 2 tahun. Anak-anak saya tidak bisa meneruskan di SLB (Sekolah Luar Biasa), karena biaya tranportasi. Akhirnya berhenti di tengah jalan,” katanya kepada TerasJatim.com, Kamis (11/08/2022).

Biaya transportasi sekolah tersebut, bagi Sugiyanto yang hanya mengandalkan jasa pijat sebagai mata pencahariannya, masih jauh dari kata cukup untuk terpenuhi. Alasan itulah yang membulatkan tekad pria 37 tahun itu ingin menemui bupati, agar memberikan sumbangsih pemikiran dan solusi atas nasib pendidikan yang dialami oleh anak-anaknya.

Namun, niat Sugiyanto itu hingga kini belum juga tersampaikan. Sebab, ketika mereka bertandang di rumah dinas bupati, pada beberapa waktu lalu, ia justru mengaku ditolak sebelum bertemu bupati. Sugiyanto pun merasa kedatangannya seperti dipandang rendah.

“Apa hanya karena kami miskin dan tak bisa melihat (buta), Pemerintah Kabupaten Pacitan tak lagi mau mengakui keluarga kami sebagai bagian dari warganya,” ungkapnya bertanya.

Dia bercerita, penolakan yang dialaminya itu sudah 3 kali terjadi. Mulai disuruh menunggu berjam-jam tetapi pada akhirnya bupati tidak bisa ditemui dengan alasan ada rapat. Alasan serupa juga terjadi saat mereka datang di waktu berikutnya.

Selanjutnya untuk yang ketiga kalinya, mereka datang hanya sampai di Pos Penjagaan Satpol PP. Saat itu mereka disuruh balik oleh petugas jaga, karena bupati tidak bisa ditemui tanpa memberi alasan yang jelas.

“Pertama saya dan anak istri sudah di Halking (halaman wingking) kediaman bupati. Nunggu sekitar 2 jam lebih, tapi setelah lama menunggu ajudannya kasih uang Rp150 ribu, sambil bilang Pak Bupati tidak bisa ditemui karena ada rapat zoom. Sebulan kemudian kembali lagi, tapi juga bilangnya bupati tidak bisa ditemui,” akunya.

“Ketiga kalinya kami datang lagi, baru di pos jaga Satpol PP kami suruh nunggu di depan pos. Lama tidak ada keterangan, sama Pak Pol PP disuruh pulang, karena bupati tidak bisa ditemui tanpa alasan,” sambung Sugiyanto, tanpa menyebut hari dan tanggal saat bertandang ke pendapa kabupaten.

Hingga berita ini ditayangkan, belum ada tanggapan atau keterangan resmi dari Pemkab Pacitan maupun bupati atas hal tersebut. (Git/Kta/Red/TJ)

Subscribe

Terimakasih Telah Berlangganan Berita Teras Jatim