Kapolri Didesak Untuk Copot Kadiv Humas
TerasJatim.com, Jakarta – Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) DPR RI menyayangkan pernyataan Kadiv Humas Polri, Irjen Anton Charliyan di Mabes Polri pada Selasa (05/04) kemarin.
Saat itu, Anton menuduh ada organisasi tertentu yang dianggap proteroris karena mencoba melindungi terduga teroris Siyono.
“Meskipun tidak menunjuk satu kelompok atau organisasi tertentu, tetapi dari pernyataan tersebut jelas mengarah ke Muhammadiyah karena Muhammadiyah saat ini yang sangat proaktif mengadvokasi atas kematian Siyono oleh Densus 88,” jelas Wakil Ketua Faksi PAN DPR RI Teguh Juwarno, Rabu (06/04).
Secara gamblang, kata Teguh, Kadiv Humas Polri menuding Muhammadiyah dan pihak-pihak yang mengkritisi sepak terjang Densus 88 sebagai kelompok proteroris.
“Tudingan ini sungguh keji dan tidak berdasar. Muhammadiyah lahir lebih dahulu dibanding negeri ini,” katanya.
Muhammadiyah, kata dia, telah menyumbangkan kader-kader yang berjuang dan berkorban untuk kemerdekaan negeri ini.
Menurut Teguh, sangat gegabah menyederhanakan upaya mencari keadilan dan menyamakannya dengan proteroris.
Karena itu, PAN mendesak Kapolri Jenderal Polisi Badrodin Haiti mencopot Kadiv Humas dan mencabut pernyataannya yang menuduh kelompok pembela Siyono sebagai kelompok yang proteroris.
Teguh menyebut, tindakan Densus 88 selama ini justru harus dikritisi karena telah menebar teror kepada para aktivis Islam di Tanah Air.
Seharusnya, Polri dan Densus 88 mengedepankan upaya deradikalisasi dengan melibatkan tokoh dan ormas Islam untuk mengajak para fundamentalis kembali ke jalan yang benar.
Perjalanan panjang Muhammadiyah dan ormas Islam di Tanah Air telah membuktikan bahwa umat Islam Indonesia adalah umat yang moderat dan toleran.
“Hentikan teror terhadap umat mayoritas di negeri sendiri,” ujar Teguh.
Selain Muhammadiyah, kasus ini juga diadvokasi oleh Komnas HAM, Kontas, YLBHI, LBH Jakarta, PSHK Indonesia, dan ICW. Sementara itu, Ketua Umum Pemuda Muhammadiyah Dahnil Anzar Simanjuntak kecewa dengan pernyataan Kadiv Humas Mabes Polri Irjen Anton Charliyan.
“Model pernyataan seperti itu biasanya bahasa melakukan akrobat opini tanpa didasari oleh bukti. Panik ketika ada fakta yang mampu dibuka oleh kelompok masyarakat tentang apa yang sesungguhnya terjadi,” katanya.
Lanjutnya, beda dengan sikap Kapolri yang justru sangat arif membuka dan mempersilahkan mengungkap fakta yang sesungguhnya melalui autopsi.
Namun,pernyataan Kadiv Humas Mabes Polri itu menunjukkan kedangkalan nalar untuk mengarahkan opini publik dengan mendelegitimasi para pihak yang berusaha mengungkap fakta sesungguhnya.
“Pernyataan itu penuh teror untuk membungkam usaha masyarakat sipil untuk menemukan fakta,” ujarnya. (Her/Red/TJ)