Burung Anis Merah Pacitan Butuh Uluran Tangan

Burung Anis Merah Pacitan Butuh Uluran Tangan

TerasJatim.com, Pacitan – Keberadaan burung Anis Merah di Kabupaten Pacitan, Jatim, jumlahnya makin berkurang. Meski belum diketahui secara pasti, burung yang diklaim menjadi salah satu icon kota 1001 gua ini, butuh uluran tangan dari pemangku kebijakan, untuk dilestarikan.

Komunitas burung berkicau yang menamai dirinya ‘Tanlun’ atau memiliki kepanjangan dari etan alun-alun ini, punya hajat ingin mengangkat dan melestarikan habitat yang bermukim di alam Pacitan: Anis Merah, agar tidak punah.

“Anis merah ini benar-benar endemik berada di Pacitan,” kata Zulham Affendi (37), Ketua Komunitas Burung Berkicau Pacitan, Minggu (19/02/2023) sore.

Burung yang memiliki ciiri fisik bulu pada bagian dada dan juga kepala dengan warna dominan merah kecoklatan ini, keberadaannya tersebar di seluruh pesisir Selatan, mulai dari Kecamatan Donorojo hingga Sudimoro, dan beberapa tempat di Utara Pacitan.

“Tersebar di wilayah pesisir. Di Lorok ada, di Klasem Kebonagung ada, Wonokarto, Donorojo. Kemudian di sebelah Utara, di Pakis juga ada,” katanya.

“Cuma, sekarang jumlahnya tinggal sedikit. Kalau di alam (Pacitan) mungkin ratusan masih ada,” sebutnya, tanpa menjelaskan secara rinci jumlahnya.

Hingga saat ini, burung yang banyak dicari dan juga tidak sedikit yang dimiliki oleh kicau mania ini belum ada yang bisa menangkarnya, atau menernaknya. Burung tersebut berkembang biak secara alami di alam bebas.

“Sampai sekarang pun tidak bisa ditangkarkan. Mungkin belum bisa ditangkar, ya karena eksperimennya itu kurang mendukung dari kita. Suport studi untuk hal itu masih kurang. Tidak ada. Bahkan hanya otodidak saja,” terang Zulham.

Pemkab setempat, lanjutnya, diharapkan turut andil dan peduli dengan keberadaan burung Anis Merah yang diklaim banyak menetap di Pacitan. Kepedulian dari pemangku kebijakan ini, tidak lain agar tidak terjadi kepunahan di masa mendatang.

“Jadi kami menyentuh pemerintah daerah dan juga masyarakat sekitarnya, untuk peduli terhadap habitat aslinya (alam). Supaya tidak punah, dengan pengambilan sarang, dengan pengambilan burungnya yang tidak diatur, mungkin itu nanti ke depan anak cucu kita tidak bisa menikmati,” urainya.

“Maka, di sini kami (komunitas) mewadahi untuk sama-sama mencintai agar burung ini supaya tidak punah. Karena otomatis nanti akan memberi nilai ekonomis bagi masyarakat,” sambung Kriwil, sapaan Zulham.

Gairah Kicau Mania di Pacitan yang Sempat Mati Suri

Para pecinta burung atau acap disapa kicau mania di Pacitan ini, sebelumnya sempat mati suri atau berhenti dari rentetan kegiatan yang sudah berjalan. Karena pandemi. Padahal, mereka cukup antusias dengan sejumlah event atau lomba yang sudah berjalan sebelumnya, baik di daerah sendiri maupun di luar kota.

Bagi kicau mania, adanya lomba tentu menjadi gairah tersendiri. Terlebih, bisa keluar menjadi kampiun, karena bukan hanya bonus uang, sertifikat dan piala saja yang didapat, tetapi akan mengerek nilai jual dari burung itu sendiri, yang harganya bisa mencapai jutaan.

Kini, geliat pecinta burung di kota yang mendapat sebutan lain Wengker Kidul ini mulai bergairah. Kembali bangkit. Misalnya, spirit itu dapat dilihat saat lomba burung berkicau yang digelar oleh Komunitas Tanlun, pada Minggu siang hingga sore.

Ratusan burung berkicau dari beragam jenis itu beradu suara, di Pasar Burung, Kelurahan Pucangsewu, Pacitan.

Burung-burung itu berada di dalam sangkar, dan digantang di tempat yang telah disediakan, untuk merebutkan posisi terbaik di setiap kelas yang diikuti. Namun, sebelumnya para peserta harus lebih dulu membeli tiket burung yang dilombakan.

Sedangkan para pemiliknya, duduk rapi di tepi area lomba. Mereka menikmati kicau burung kesayangannya yang digantang, dan untuk memberi ruang penuh kepada tim juri, guna memberi penilaian semaksimal mungkin sesuai kapasitas yang diembannya.

“Jurinya dari Ponorogo, Madiun Trenggalek, Pacitan, dan dari Praci Wonogiri,” kata Zulham, yang juga sebagai ketua panitia lomba.

Pun para peserta, juga bukan hanya dari Pacitan saja, tetapi dari luar Pacitan yang turut berpartisipasi tidak sedikit, seperti dari Wonogiri, Klaten, Wonosari, Ponorogo, Trenggalek, Ngawi dan sejumlah daerah lainnya.

“Ada 24 kelas yang dilombakan. Pesertanya, ada dari Wonogiri, Gunung Kidul, Klaten, Praci, Ponorogo, Madiun, Trenggalek, Ngawi, semua datang,” bebernya.

Adapun jenis burung yang mengikuti sejumlah kelas itu di antaranya yakni, Anis Merah, Murai Batu, Cucak Hijau, Kacer, Lovebird, Kenari, Penthet, Pleci, Trucukan, Tledekan, dan beberapa jenis burung lainnya.

“Jumlahnya ratusan ekor. Kalau dari 24 kelas itu masing-masing 20 peserta, ya timggal dikalikan saja jumlahnya. Alhamdulillah animo peserta luar biasa,” imbuh Zulham, sembari berharap, ke depan event serupa bisa terus berjalan beriringan dengan pelestarian habitat Anis Merah.

Berawal dari event itu, tidak menutup kemungkinan akan mendongkrak berbagai hal, salah satunya perekonomian masyarakat yang sempat lesu dampak dari pandemi. Di sisi lain, para kicau mania juga akan berlomba-lomba memberikan perawatan terbaik untuk burung kesayangannya, agar makin gacor dan bisa menang di setiap ajang yang diikuti.

“Karena semenjak ada covid kan sempat redup, harga burung turun. Semoga saja event ini terus berlanjut,” kata Wiwid, satu-satunya perempuan di Pacitan, pecinta burung berkicau yang jarang absen ketika ada event serupa, baik lokal maupun di luar daerah.

Ajang tersebut, imbuh Wiwid, juga menjadi ruang untuk berbagi cerita dengan para kicau mania, terutama tentang perawatan burung kesayangan, dan juga guna menjalin keakraban sebagai sarana sambung paseduluran.

“Event ini juga menjadi ajang silaturahmi, bisa kumpul sama temen-temen. Semoga dengan ini harga burung bisa terangkat lagi. Ekonomi pulih dan biar tambah maju lagi,” harapnya. (Git/Kta/Red/TJ)

Subscribe

Terimakasih Telah Berlangganan Berita Teras Jatim