Bola Panas BKD Bojonegoro, Siapa yang Akan Jadi ‘Wadal’?

Bola Panas BKD Bojonegoro, Siapa yang Akan Jadi ‘Wadal’?

TerasJatim.com, Bojonegoro – Progres pembangunan infrastruktur jalan poros ratusan desa se Kabupaten Bojonegoro Jatim, melalui program Bantuan Keuangan Desa (BKD) bersifat khusus yang digelontor dana APBD dengan nilai fantastis ratusan miliar, sejatinya bagaikan bola panas yang sewaktu-waktu akan melumat siapa saja yang dilalui hingga dimungkinkan akan banyak ‘wadal’ alias korban bergelimpangan.

Program yang disebut oleh banyak pihak sebagai produk kebijakan prematur ini seolah menjadi titik balik dari selamat atau tidaknya penerima, dalam hal ini desa-desa yang tentu saja atas nama para Kades yang secara otomatis berposisi sebagai Kuasa Pengguna Anggaran (KPA).

BKD ratusan miliar yang sedianya dilaunching pada APBD induk 2021 itu, sempat dianulir oleh Pemkab setempat gara-gara berpotensi menyalahi prosedur penganggaran yang kemudian diubah pada APBD Perubahan dengan pijakan Perbup 45/2021. Tak pelak, beberapa pihak yang paham aturan hukum, menyatakan bahwa hal itupun dinilai prematur dan terkesan dipaksakan.

Aroma politis juga mengiringi progress proyek yang dielu-elukan sebagai hasil kerja penguasa Telatah Angling Dharma saat ini. Sedangkan bagi mereka yang lumayan paham perjalanan keuangan kabupaten penghaail migas senilai Rp6 T ini, hanya mesem ngguyu.

Skenario pencari untung berlebih dari proyek BKD itu sebenarnya sejak awal terbaca oleh publik. Apalagi bagi pelbagai pihak yang terus mencermati perilaku politik dari para oknum yang mengais fulus guna mengisi pundi-pundi pribadi. Tersiar kabar, bahwa ada anggota dewan yang turut serta mengkondisikan desa-desa, khususnya di wilayah Dapil 3.

Di berbagai belahan desa di kecamatan ujung Barat hingga ‘njedug‘ Timur, hampir semua sepakat bila program BKD adalah proses inventarisasi konstituen untuk even politik 5 tahunan, di samping sebagai ajang bisnis fee. Goalnya, disinyalir jelas memperkokoh cengkeraman dengan menerapkan politik anggaran dan mengisi pundi-pundi. Indikatornya jelas, beberapa Kades yang bukan orangnya penguasa dijamin ‘nyisil driji‘ tak dapat BKD. Ini kongkrit!

Diketahui, proses awal BKD ini semula disebut-sebut dengan sistem swakelola murni pihak penerima yakni ratusan desa. Tetapi pada penerapannya jadi tak karu-karuan. Sebab, mustahil pihak desa mampu mengerjakan nilai proyek dengan angka miliaran. Kemudian, entah bagaimana ceritanya, akhirnya pihak desa harus melakukan lelang terbuka ala Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE).

Nah, saking bingungnya desa-desa penerima akibat tak memiliki kepiawaian melakukan proses lelang terbuka, maka kemudian munculah sejumlah ‘calo’ alias makelar proyek yang menawarkan jasanya. Banyak yang menyebut, beberapa makelar itu adalah orang-orang di lingkaran kekuasaan, yang tentu saja jika ditolak, maka akan menyuramkan masa depan sang Kades.

Karenanya, bagi para pengamat dan aktivis di lapangan, tidak heran bila mendapati banyak Kades atau ketua Timlak BKD yang (maaf) ‘plonga-plongo’ tidak bisa menjawab pertanyaan siapa kontraktor pemenang lelang. Pasalnya, para pemangku desa ini rata-rata hanya disuguhi sejumlah map berisi kontrak untuk ditandatangani. Istilahnya, sing penting teken dan dapat bagian fee berkisar 10 persen dari nilai anggaran. Pokoknya tahu beres!

Omong-omong soal kualitas, banyak informasi dari media lokal dan regional (non partisan) yang memberitakan betapa amburadulnya pengerjaan proyek BKD jalan, baik rigid beton atau aspal, yang diklaim dengan istilah ‘nglenyer‘ tersebut. Berdasar pantauan Tim Investigator TerasJatim.com, kalaupun ada yang berkualitas dan sesuai spesifikasi teknis, barangkali prosentasenya hanya dengan hitungan jari.

Sementara itu, sejak awal program BKD dimulai, Wabup Bojonegoro Budi Irawanto, terus melakukan sidak di berbagai desa penerima. Kegiatan itu tak urung menuai pro kontra dan sempat menjadi polemik di sejumlah media. Wabup yang semua orang tahu bahwa tidak ‘diaruh-aruhi‘ Bupati Anna Mu’awanah itu, tetap jalan sidak di bawah cibiran. Tetapi tak sedikit pula yang mengapresiasi langkahnya.

Wabup, yang kini juga didapuk menjadi Ketua Tim Evaluasi KPK Kabupaten Bojonegoro ini, pada setiap sidak terus menyemangati pihak desa penerima BKD. Pesannya jelas kepada para Kades dan Timlak, agar mengelola uang rakyat dengan semestinya agar tidak berujung pada masalah hukum.

Namun sayang, sinyal baik dari Wabup tersebut tidak serta merta membuat semua desa penerima BKD mau menerima dengan lapang dada dan mengevaluasi kinerjanya. Justru banyak diantaranya yang menganggap orang nomor 2 Bojonegoro itu pamer citra, sehingga mengabaikan saran baik agar selamat dari jeratan hukum dan berakhir penjara. Karena sebenarnya BKD ini ameng-ameng nyowo bagi para Kades penerima.

Berdasar data resmi Pemkab Bojonegoro yang diperoleh TerasJatim.com, besaran anggaran BKD Khusus secara total bernilai Rp.460.919.890.573,00., dari Perubahan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten Bojonegoro (PAPBD) TA 2021. Dalam SK Bupati Anna, bantuan keuangan ini diberikan kepada 280 desa.

Nah, selanjutnya mari kita simak drama progress BKD bersifat khusus 50 persen berikutnya hingga finish 100 persen pada babak selanjutnya.

Siapa yang selamat sentosa dari bidikan Aparat Penegak Hukum (APH), dan siapa pula yang akan menangisi hari-hari selanjutnya?

To be continue…

*Moch. N Saiq, Wartawan TerasJatim.com (Ka Biro Bojonegoro) dan Kabid Litbang Serikat Media Siber Indonesia (SMSI) Bojonegoro

Subscribe

Terimakasih Telah Berlangganan Berita Teras Jatim