Ayo Jumatan! Biar ‘Dicatet’ Malaikat

Ayo Jumatan! Biar ‘Dicatet’ Malaikat

TerasJatim.com, – Saya ini tipikal wong sing nrimoan. Tapi untuk hal masjid, saya termasuk kategori manusia yang pemilih. Setiap hari Jumat, saya selalu memikirkan rencana dimana nantinya akan Jumat-an.

Kebetulan saya paling suka Jumat-an berpindah-pindah dan tidak melulu di satu masjid saja. Alasannya simple. Selain bisa merasakan suasana masjid yang beda, paling tidak saya bisa dikenal oleh malaikat-malaikat-nya masjid tersebut. Jadi minimal saya masuk buku catatan absennya mereka. Hehehe

Buat saya, masjid sekarang sepertinya dipacu untuk terus berlomba dan membenahi dirinya. Sudah bukan jamannya masjid semata-mata hanya sebagai tempat sholat dan ibadah bagi jamaah warga di sekitarnya saja. Tapi lebih dari itu, masjid sekarang seharusnya terbuka dan menjadi tempat yang inklusif. Syukur-syukur menjadi primadona untuk jujugan bagi siapa saja yang memang perlu untuk belajar dan menikmati suasana dan karakteristik masjid tersebut.

Masjid buat saya harus nyaman, aman dan jauh dari segala hal kepentingan yang sifatnya eksklusif. Masjid harus mau menerima perubahan dan perkembangan jaman. Masjid harus bisa menjadi pusat pengembangan peradaban Islam yang dinamis.

Saya pribadi, kebetulan pernah merasakan nuansa masjid dari kelas RT, langgar ndeso, sampai kelas metropolis bintang lima.

Di setiap tempat, saya selalu ingin belajar merasakan dan bergaul untuk mendapatkan kenikmatan dhahir dan bathin. Saya sering merasakan tikar sulaman yang bolong-bolong, sajadah kumal yang baunya apek. Tapi saya juga pernah menikmati sejumlah masjid yang lantainya bersih, wangi, empuk dan tebalnya karpet turki kelas satu.

Saya lumayan lama dan sering mendengarkan muadzin dengan corongan toa yang diikat di sebuah pohon atau batang pring yang bikin kuping saya keri. Tapi saya juga pernah menikmati alunan adzan yang merdu karena pengaruh sound systemnya yang modern dan ciamik.

Saya lumayan sering dan terbiasa sholat gobyos keringetan. Tapi saya juga pernah menikmati sejuk dan damainya masjid yang dipenuhi oleh alat pengatur suhu udara.

Buat saya itu sama. Sama-sama masjid, dan sama-sama dipaksa untuk menikmati keadaannya. Tapi kalau disuruh memilih, saya lebih suka Jumatan di masjid yang adem, karpetnya empuk, aroma parfumnya wangi, suara muadzin merdu, serta khatibnya gaul dan smart. Dan kalau boleh berharap, syukur-syukur habis sholat ada jamuan makan siangnya. Hehehe

Saat ini, di setiap daerah yang saya jumpai, timbul kesadaran untuk berlomba-lomba membangun masjid yang lengkap dengan segala fasilitasnya. Tempat parkir yang luas, rindangnya halaman, keamanan 24 jam, fasilitas MCK-nya kelas hotel berbintang dan ada fasilitas coffe shop, supermarket serta full Wi-Fi.

Upaya ini merupakan hal yang patut untuk kita tiru. Minimal kita ikhlas belajar untuk mengacungkan dua jempol.

Jangan bangga dan nyaman dengan simbol masjid yang usang, karaten, bau dan tidak terurus. Kita harus menjadikan masjid-masjid kita selalu bergeliat, selalu hidup dan ramai dikunjungi, tanpa ada aturan batas waktu. Jangan ada lagi budaya mengunci pagar dan pintu masjid sehabis jamaah Isya’, dan membukanya kembali saat Subuh tiba. Hal yang menjadi kebiasaan usang dan kuno, harus kita tinggalkan.

Kita tentu ikut bahagia mendengar pembangunan masjid menjadi budaya dan gaya hidup baru. Di Mall, area perkantoran, bandara, rest area tol, selalu disediakan fasilitas ibadah yang gampang dan mudah dijangkau.

Stigma bahwa pengunjung masjid yang selama ini dikonotasikan sebagai kaum sarungan, pelan tapi pasti kini telah terkikis. Masjid bukanlah eksklusif untuk kaum yang bersarung, tapi kini kaum ber-jas, ber-dasi  dan para profesional, menjadikan masjid sebagai tempat yang penting buat kehidupan mereka.

Kini para kaum borjuis, para profesional, merasakan dan membutuhkan pentingnya sebuah keseimbangan dalam hidup mereka. Timbul rasa malu di lingkungan komunitas mereka, jika saat adzan tiba, mereka tidak segera mendatangi masjid di sekitarnya.

Fenomena pembangunan masjid yang apik-apikan, gede-gedean, sering kita dengar. Apalagi santer terdengar, bahwa banyak masjid-masjid yang berkelas dibangun oleh dana pribadi yang kemudian dihibahkan kepada umat tanpa minta sumbangan keliling, seperti pengalaman di jaman yang lalu-lalu.

Paling tidak, sekarang gengsi dan strata masjid yang kita yakini sebagai rumah Allah, patut untuk kita banggakan. Terlebih sebagai orang yang mengaku muslim, kita tentu happy dengan strata masjid-masjid kita sekarang.

Mumpung di hari Jumat, mari kita mulai dengan sejahterakan masjid-masjid kita. Jangan lupa sholat, ayo Jumatan !!!

Semoga kita dicatet dan bisa ‘berkenalan’ dengan Malaikat-malaikat-nya masjid.

Salam, Kaji Taufan

(kajitaufan@terasjatim.com)

*Artikel ini sudah pernah tayang di TerasJatim.com

Subscribe

Terimakasih Telah Berlangganan Berita Teras Jatim