Renungan Untuk Pacitan, Alam Mulai Tak Ramah?

Renungan Untuk Pacitan, Alam Mulai Tak Ramah?

TerasJatim.com, Pacitan – Bencana alam berupa banjir hingga tanah longsor kembali terjadi di sejumlah titik di Kabupaten Pacitan, Jatim. Sepertinya, alam mulai tidak menunjukkan keramahannya lagi.

Murka alam di kabupaten dengan letak geografis 85 persennya adalah perbukitan ini, merupakan dampak dari cuaca ekstrem.

Sebelumnya, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), Juanda, sudah merilis peringatan dini. Dalam rilisnya mengatakan, jika di sejumlah wilayah di Jatim berpotensi terjadi cuaca ekstrem dalam tiga hari ke depan, yang dimulai pada Rabu (16/11/2022) kemarin.

Benar. Ramalan BMKG itu seperti anak panah yang dilesatkan, dan menancap tepat di tengah-tengah sasaran. Hujan deras turun pada Rabu siang, di bumi Wengker Kidul; sesuai jadwal dari BMKG.

Seperti yang sudah-sudah, sesaat kemudian aplikasi perpesanan grup WhatsApp riuh. Para penduduk grup saling tukar kabar terkini di daerahnya masing-masing. Mereka mengabarkan terkait cuaca dan situasi yang terjadi, baik melalui foto maupun video yang disertai keterangan.

Kabar dari warga grup sebenarnya sudah tidak asing lagi di telinga. Tetapi warta itu sudah lebih dari cukup untuk meningkatkan kewaspadaan diri ekstra, terutama bagi warga yang tinggal di zona rawan dan terdampak bencana.

Beberapa kabar dari grup WhatsApp yang diikuti TerasJatim.com diantaranya, banjir terjadi di wilayah Kecamatan Arjosari pada Rabu sore. Air dari Sungai Grindulu dan Sungai Anak Grindulu meluber ke jalan raya, menggenangi lahan persawahan yang baru bercocok tanam dan juga menyeruak masuk ke pemukiman warga.

Dampak banjir juga memutus jembatan yang ada di Desa Mlati, Kecamatan Arjosari; penghubung ke Dusun Ketarjo, Mlati. Ada puluhan kepala keluarga (KK) terisolir. Selain itu, di beberapa titik terpantau terjadi abrasi.

Selanjutnya, kejadian bencana longsor hingga pohon tumbang juga terjadi di sejumlah titik, diantaranya di Desa Temon. Material longsor sempat melumpuhkan akses di jalur utama Arjosari-Nawangan untuk sementara, lalu normal kembali.

Kejadian serupa terjadi di jalan utama Pacitan-Ponorogo, di Desa Gegeran, Desa Kedungbendo dan beberapa titik di desa lainnya. Jalur provinsi itu juga lumpuh total untuk sementara waktu, kemudian bisa dilewati seberes dibersihkan.

Belum lama ini atau masih di Bulan November, banjir hingga tanah longsor juga dilaporkan terjadi di beberapa wilayah di kecamatan lain, seperti di Kecamatan Pacitan, Kebonagung, Tulakan, Ngadirojo hingga di Kecamatan Sudimoro.

Sejenak mundur ke belakang, kabupaten dengan jumlah penduduk 585.110 jiwa (data BPS Pacitan) ini, punya catatan suram terhadap kejadian bencana alam. Seperti halnya bencana pada 2017 silam. Hingga saat ini, kejadian 5 tahun lalu itu masih melekat diingatan warga Kota 1001 Gua. Pun trauma juga masih membayanginya.

Kejadian pada saat itu sebenarnya cukup untuk dijadikan pelajaran bagi semua pihak. Terlebih, kabupaten ini belum pulih seutuhnya dari dampak bencana 2017 lalu, ditambah pandemi corona yang cukup menyita banyak hal; waktu, tenaga, pikiran hingga materi.

Jelang akhir tahun genap ini, alam kembali tidak menunjukkan keramahannya lagi. Mungkin, kata itu yang terlintas di benak kita. Sepertinya alam sedang menyampaikan pesan kepada penduduk Pacitan, melalui bencana alam. Pesan itu tentu harus digali lebih dalam, dan dengan hati serta pikiran terbuka, agar terurai maknanya.

Bencana yang sudah terjadi ini tentu tidak diharapkan kedatangannya, tapi manusia tidak bisa membendung kehendak-Nya.

Dari bencana ini, juga akan jadi renungan bagi semua warga Pacitan untuk berbenah, dan tidak saling ringan telunjuk menyalahkan, tetapi saling bergandengan tangan. Tentu tidak sedikit yang harus dibenahi, agar alam kembali santun di bumi Pacitan. (Git/Kta/Red/TJ)

Subscribe

Terimakasih Telah Berlangganan Berita Teras Jatim