Persekusi Jurnalis di Pesarean Agung Sentono Botoputih Surabaya, Ada Aparat Tapi Diam?

Persekusi Jurnalis di Pesarean Agung Sentono Botoputih Surabaya, Ada Aparat Tapi Diam?

TerasJatim.com, Surabaya – -Komunitas Jurnalis Jawa Timur (KJJT) bersama Divisi Advokasi KJJT, menggelar konferensi pers dan mengecam keras atas tindakan arogansi, premanisme, intimidasi terhadap jurnalis saat menjalankan tugas jurnalistik.

Sebelumnya, tindakan arogan dan premanisme itu dilakukan oleh oknum tokoh agama dan organisasi masyarakat (ormas), di Pesarean Agung Sentono Botoputih, Surabaya.

Wartawan yang menjadi korban yakni S.Ade Maulana, Ketua Umum KJJT yang juga jurnalis Beritarakyat.co.id dan Alif Bintang, wartawan Memorandum.

Keduanya mendapat perlakuan tidak mengenakkan saat hendak konfirmasi dan mengambil foto suasana Makam Sentono Agung Botoputih dan terkait status tokoh agama tersebut di Cagar Budaya makam Botoputih.

Mereka digelandang dan dipaksa hingga diseret dengan kasar oleh sejumlah oknum, dengan alasan dilarang ambil gambar tanpa izin. Bahkan, keduanya diintimidasi dan dipaksa untuk mengeluarkan pernyataan yang direkam secara bersamaan oleh orang melalui video agar mengakui tidak ada intimidasi, kekerasan dan penyekapan. Bahkan video itu viral di sosial media hingga mendapat banyak respon dari berbagai kalangan.

Atas hal itu, KJJT bersama tim Advokasi meminta aparat kepolisian responsif terhadap situasi di masyarakat sebagai tanggungjawabnya bidang keamanan dan ketertiban di masyarakat dari tindakan- tindakan anarkis dan premanisme terhadap jurnalis.

“Saya meminta semua jurnalis di Indonesia bersatu, baik dari organisasi pers di seluruh Indonesia. Perlakuan terhadap klien saya Mas Ade itu sangat tidak manusiawi, dia adalah jurnalis bukan penjahat atau penghasut,” ujar Teguh Nuswantoro, Direktur Advokasi KJJT, Selasa (31/05/2022) kemarin.

Teguh meminta kepada aparat penegak hukum untuk segera menangkap dan menindak para pelaku dan dalang persekusi di dalam makam Sentono Agung Botoputih terhadap Jurnalis. “Segera tangkap yang meresahkan masyarakat. Sudah jelas video tersebut telah mengancam warga kota Surabaya,” pintanya.

Menurutnya, tindakan anarkis terhadap jurnalis tersebut jelas melanggar Undang-Undang Kebebasan Pers. Terlebih, jurnalis dalam menjalankan tugasnya dilindungi Undang-Undang nomor 40 tahun 1999.

“Apapun dan siapapun yang mencederai profesi wartawan dan melakukan persekusi, intimidasi dan aksi premanisme menakut-nakuti jurnalis adalah jelas-jelas memasuki ranah pidana, untuk itu Kepolisian tentu wajib menindaklanjutinya,” urai Teguh.

Ke depan, ia berharap tidak ada lagi kejadian serupa terhadap jurnalis, dan meminta kepada sesama profesi harus bersatu untuk mengawal kasus tersebut sampai tuntas. “Proses hukum tetap kita hormati, ini negara hukum. Saya akan mendampingi Mas Ade, nantinya saat proses penyidikan dan penyelidikan sahabat kita Ade,” imbuhnya.

Alif Bintang, salah satu korban persekusi menilai tindakan ormas dan oknum tokoh agama itu sangat tidak manusiawi. Semestinya, kata dia, bisa dilakukan dengan cara yang santun dan lebih terpuji, namun arogansi yang ditunjukkan.

“Mereka mendesak seseorang untuk ikut tanpa persetujuan, diintimidasi, dicaci, hingga mencelakai. Tentu ini perbuatan keji dan tidak dapat ditolerir. Selain perampasan hak asasi manusia, hal itu juga menginjak kemuliaan profesi jurnalis,” ungkap Alif Bintang, secara tertulis kepada KJJT.

Di samping itu, pihaknya juga menyesalkan adanya Polisi yang diam mematung saat terjadi kericuhan di tempat Cagar Budaya, yang di dalamnya terdapat pusara Kiai Ageng Brondong atau Sunan Botoputih.

Saat itu, kata dia, ada 3 orang Polisi tapi tidak dapat berbuat banyak atau hanya diam tak bergerak. Bahkan saat 2 jurnalis diancam tidak dapat keluar dari ruang majelis sebelum memberikan statemen dalam kondisi baik-baik saja. Ketiga Polisi itu membisu dan hanya mendengarkan. “Sikap Polisi dalam peristiwa ini mencoreng institusi Polri,” imbuh Alif.

Sementara, Agusnal, Sekjen KJJT menambahkan, perlakuan arogan oleh oknum itu tidak cukup hanya dengan permintaan maaf saja, sehingga pihaknya meminta kasus ini dibawa ke ranah hukum.

“Negara ini adalah negara hukum. Supremasi tertinggi adalah hukum. Untuk itu KJJT meminta ada tindakan tegas dari aparat kepolisian agar mengusut tuntas kasus ini. Selain itu, terhadap korban persekusi, juga harus diperhatikan kondisi kejiwaan pasca tindakan yang dialami oleh Ade dan Bintang,” ungkapnya menambahkan. (Git/Kta/Red/TJ)

Subscribe

Terimakasih Telah Berlangganan Berita Teras Jatim