Mark Up Pembelian Tanah Kuburan, Mantan Kades di Pasuruan Dibui
TerasJatim.com, Pasuruan – Tim penyidik Pidana Khusus (Pidsus) Kejaksaan Negeri (Kejari) Kabupaten Pasuruan, menahan Khoiri (47), mantan Kepala Desa Rejoso Kidul, Kecamatan Rejoso, Kabupaten Pasuruan, atas kasus korupsi.
Kasi Pidsus Kejari Kabupaten Pasuruan, Roy ardiyan Nurcahya menjelaskan, Khoiri resmi ditetapkan sebagai tersangka lantaran diduga menilap uang bantuan pengadaan tanah makam dari BKK (Bantuan Keuangan Khusus) tahun 2020 silam. Ia pun dijebloskan ke dalam penjara pada Kamis (16/03/2023) lalu.
Roy menambahkan, ditangkapnya Khoiri bermula dari laporan warga tentang dugaan mark up anggaran BKK untuk pengadaan tanah makam di Desa Rejoso Kidul pada tahun 2020.
“Kala itu, tersangka menjabat Kepala Desa PAW (pergantian antarwaktu) di Rejoso Kidul tahun 2020-2021. Sedangkan Desa Rejoso Kidul kebetulan juga mendapat BKK sebesar Rp.250 juta,” jelas Roy, Selasa (28/03/2023).
Roy menyebut, dana ratusan juta tersebut diperuntukkan pembelian atau pengadaan tanah makam seluas kurang lebih 1.500 meter persegi di wilayah setempat. Namun, dalam pelaksanaannya ada ketidaksesuaian. Lantaran tersangka me-mark up kwitansi pembelian tanah yang harusnya Rp.250 juta. Padahal tersangka membeli tanah itu hanya Rp.50 juta.
“Jadi ada sisa Rp.200 juta yang ia tilap untuk kepentingan dia sendiri,” beber Roy.
Dijelaskannya, sejauh ini Khoiri menjadi satu-satunya orang yang ditetapkan sebagai tersangka. Hal itu lantaran hingga kini dari para saksi yang dihadirkan tidak ikut terlibat dalam kejahatan tunggal tersebut. “Sementara satu pelaku yang kami tetapkan sebagai tersangka,” tandasnya.
Sementara, Kasi Intel Kejari Kabupaten Pasuruan, Agung Tri Radityo menegaskan, pihaknya berharap tidak ada lagi kasus hukum yang menjerat para kades hingga jajaran di bawahnya.
Pasalnya, apabila kedapatan dan terbukti seperti yang dilakukan Khoiri, maka pihaknya akan menjeratnya dengan Pasal 2 dan 3 UU Nomor: 31 tahun 1999 Jo UU nomor 20 tahun 2021 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi, dengan ancaman hukuman 20 tahun penjara.
“Kalau sudah dapat bantuan, maka pengelolaannya harus transparan dan dapat dipertanggungjawabkan. Harus sesuai apa yang ada di RAB,” pungkasnya. (Ea/Kta/Red/TJ/KBRN)