Kisah Jin Bun Sang Sultan Demak Bertemu Ayahnya
TerasJatim.com – Menurut Naskah Kronik Cina Kuil Sam Po Kong, Jin Bun (Raden Patah) pindah dari Surabaya ke Demak pada tahun 1475 M, kemudian ia menaklukan Semarang pada tahun 1477. Hal ini membuat Brawijaya V murka.
Kemarahan sang Raja Majapahit itu rupanya dapat diredam oleh Raden Rahmat atau Sunan Ampel. Sehingga setelah peristiwa itu justru yang terjadi sebaliknya, Brawijaya V mengakui Raden Patah sebagai Adipati Bintara dan menganugerahinya tanah Gelagahwangi.
Catatan singkat mengenai penobatan Raden Patah sebagai Adipati Bintara di atas, rupanya juga terdapat dalam Babad Tanah Jawi. Akan tetapi, kisah dalam naskah tersebut dipaparkan lebih rinci.
Menurut Babad Tanah Jawi, Raden Patah menolak menggantikan Arya Damar menjadi Adipati Palembang. Ia lebih memilih berkelana ke Jawa. Dalam perantauannya ke Jawa, ia ditemani oleh sudara tirinya bernama Raden Kusen.
Sesampainya di Jawa, keduanya berguru kepada Sunan Ampel di Surabaya. Singkat cerita, Raden Kusen mengajak Raden Patah untuk mengabdi ke Majapahit. Namun, Raden Patah justru memilih untuk menyebarkan Islam dan pindah ke Jawa Tengah.
Selanjutnya, Raden Patah membuka hutan di Gelagahwangi dan mendirikan pesantren di sana.
Makin lama, Pesantren Gelagahwangi makin maju. Brawijaya V di Majapahit merasa khawatir jika nantinya Raden Patah melakukan pemberontakan. Oleh karena itu, Brawijaya mengutus Raden Kusen yang kala itu sudah menjadi Adipatii Terung untuk memanggil Raden Patah ke Istana Majapahit.
Tak menunggu lama, Raden Patah pun kemudian bergegas ke Majapahit untuk menghadap raja, yang tak lain adalah ayahnya sendiri. Dalam catatan naskah ini, dikisahkan bahwa sebelumnya antara Brawijaya V dan Raden Patah tidak pernah berjumpa.
Dalam pertemuan antara ayah dan anak itu, ternyata membuat geger seisi istana, sebab wajah Jin Bun atau Raden Patah ini sangat mirip dengan Brawijaya V.
Selain itu, dikisahkan pula bahwa Brawijaya V sangat terkesan dengan Raden Patah. Raja menanggap bahwa selain wajah yang mirip, tingkah dan gaya Raden Patah juga identik dengan dirinya. Ibarat, pinang dibelah dua.
Hal inilah yang kemudian menyebabkan Brawijaya V merasa yakin bahwa Raden Patah sejatinya adalah anaknya sendiri, yakni anak dari Banyowi, seorang wanita Cina yang dahulu dia buang.
Sebagaimana diketahui, bahwa dahulu ketika Arya Damar dinobatkan menjadi Adipati Palembang, Brawijaya menghadiahkan salah satu selirnya untuk Arya Damar.
Belakangan, selir ini kedapatan sedang hamil muda ketika diserahkan kepada Arya Damar. Anak yang keluar dari rahim selir itu kelak dikenal dengan nama Raden Patah atau Jin Bun.
Selepas pertemuan antara ayah dan anak itu, Brawijaya V kemudian mengakui Raden Patah sebagai anaknya. Pengakuan itu resmi ditetapkan di istana dan diketahui banyak orang.
Mulai setelah itu, Raden Patah kemudian diangkat menjadi seorang Adipati Gelagahwangi, yang kemudian diubah namanya menjadi Demak Bintara.
Jika diamati secara seksama, rupanya kisah yang terdapat dalam kronik Cina dan Babad Tanah Jawi ini saling melengkapi. Keduanya lebih banyak persamaannya ketimbang perbedaannya.
Jika direkonstruksi maka kedua sumber sejarah itu mengisyaratkan bahwa;
Pada mulanya Raden patah kecewa dengan ayahnya yang sama sekali tidak memperhatikannya, sehingga ia tidak ingin mengabdi menjadi abdi Kerajaan Majapahit.
Ketika itu Raden Patah lebih memilih menjadi penyebar Islam, setelah mendirikan pesantren dan mendapatkan pengikut, ia menarik perhatian ayahnya dengan cara menakhlukkan Semarang.
Dari penaklukan ini, ia kemudian dapat berjumpa dengan ayahandanya. Di situlah Sang Prabu Majapahit kemudian mengakui bahwa Raden Patah alias Jin Bun adalah anak kandungnya.
Dahulu kala, bagi seorang putra raja yang terbuang untuk mendapatkan pengakuan sebagai putra raja itu tidak gampang, dan harus didahului usaha perjuangan yang menghebohkan.
Kendati tanpa melakukan penaklukan Semarang sejatinya Raden Patah tetap menjadi anak Brawijaya V. Namun, ia ingin lebih dari itu, yakni ingin mendapatkan pengakuan langsung dari ayahnya sendiri bahkan pengakuan langsung dari kerajaan.
Wallahu a’lam bishawab
*Saiq/Red/TJ-dari pelbagai sumber