Jujur Saja, Siapa Mafianya Pak Menteri?

Jujur Saja, Siapa Mafianya Pak Menteri?

TerasJatim.com – Tulisan ini ditulis dalam 3 bagian dengan data-data yang sudah terpublikasi. Pertama, terkait pernyataan adanya Mafia Alkes. Kedua, perkiraan kebutuhan Alkes. Ketiga, Prediksi 3 masalah besar yang akan dihadapi beriringan dengan virus Corona.

Tanpa ada angin dan badai, tiba-tiba Erik Thohir sebagai Menteri BUMN berbicara tentang mafia alat kesehatan (alkes) yang mendominasi impor alat kesehatan (tentu yang dimaksud semua alkes dan obat terkait Corona).

Siapa yang dimaksud Erik Thohir? Ada kalimat yang bisa jadi clue menunjukan siapa mafia dimaksud, yaitu “Mereka yang mendominasi”.

Pernyataan adanya Mafia adalah pernyataan serius yang bisa menyasar ke siapapun. Kalau ukuran mafianya adalah dominasi impor alkes dan obat, maka bisa jadi hanya 2 lembaga yang memenuhi syarat dominasi, yaitu BNPB dan BUMN. Apakah pernyataan Erik ini menyasar ke BNPB? Mungkin saja, karena ada 19 jenis alkes yang rekomendasi impornya dikeluarkan BNPB.

Ini daftar rekomendasi Impor alkes dari BNPB : Surgical apparel, Disinfektan, Sarung tangan steril, Sarung tangan pemeriksaan, Thermometer, Ventilator infusion pump, Mobile x-ray, High flow oxygen device, Bronchoscopy portable, Power air purifying respirator CPAP Mask, CPAP machine, ECMO (extracorporeal membrane oxygenation), Breathing circuit for ventilator and incubator transport, Transport culture medium, Microbiological specimen collection and transport device (dacron swab), Alat rapid test COVID-19, Resuscitation bag.

Tapi bisa juga Erik sedang menegur oknum atau BUMN di bawah kementriannya? Atau jangan-jangan pernyataan Erik itu menuduh saya. Karena 1 bulan lalu saya pernah meminta pemerintah memudahkan impor alkes walaupun saya bukan importir dan trader. Dan sebagai calon tertuduh, setengah tertuduh atau berpotensi menjadi tertuduh, maka anggap saja tulisan ini semacam hak jawab.

Apakah benar BUMN mendominasi impor alkes dan obat? Ini data dari berbagai media : RNI impor 500.000 Rapid test dari China, Indo Farma impor 100.000 rapid test, Kimia Farma impor 300.000 rapid test. Total impor Rapid test sudah 900.000 buah. Berikutnya BUMN juga impor bahan baku untuk produksi 4,7 juta masker. Bio Farma impor bahan baku untuk 500.000 obat dari India untuk membuat Oseltamivir. BUMN juga impor 2 juta Avigan. BUMN impor bahan pembuat 3 juta klorokuin. BUMN dan BKPM impor bahan baku APD dari China dan Korea. BUMN impor 20 PCR dari Farmas Roche Swiss. Dengan data itu sebenarnya BUMN salah satu yang mendominasi Impor alkes dan Obat.

Aneh tidak, jika BNPB yang keluarkan rekomendasi impor, BUMN ikutan mendominasi impor. Tapi menteri BUMN-nya sekarang bicara bahwa ada Mafia yang mendominasi impor alkes. Jadi sebenarnya siapa Mafianya Pak Menteri? Kalau impor Alkes harus ada rekomendasi sekian lembaga negara, apakah Pak Menteri ingin katakan bahwa Mafia-Mafia itu dapatkan rekomendasi juga?

Atau mungkin maksud Pak Menteri adalah memotivasi kita untuk memproduksi sendiri alat kesehatan dan obat. Ide bagus, tapi sayangnya kita tidak punya kemampuan negosiasi dengan virus agar menunda infeksi sampai kita siap produksi alkes dan obat sendiri. Jadi ide cerdas itu juga sedang berlomba antara kecepatan produksi alkes dan obat dalam negeri versus kecepatan penyebaran infeksi virus. Kira kira siapa yang menang?

Ah sudahlah. Begini Pak Menteri, kalau memang ada Mafia dan buktinya cukup, maka segera lapor Presiden, lapor Polisi atau KPK, lengkapi bukti-bukti terus tangkap. Jangan cuma bicara ke media saja dan membuat rakyat dan pelaku usaha saling curiga.

Ini situasi dimana semua tertekan, jangan ditambah dengan tuduhan kanan kiri lagi. Jangan juga membuat importir dan trader yang mau impor jadi tidak berani karena takut dituduh mafia sementara kebutuhan alkes dan obat untuk 260 juta jiwa itu tidak sedikit dan belum tentu negara mampu memenuhi semuanya sendiri.

Di bawah ini sedikit saya buat corat coret contoh kebutuhan 3 jenis alkes.

KEBUTUHAN ALKES :

Jika mengikuti standar WHO, maka idealnya masker 3 ply sekali pakai harus dibuang. Dengan populasi 260 juta jiwa kira-kira perhari kita butuh berapa masker? Kita anggap saja prioritas kebutuhan masker perbulan adalah 30% dari populasi yaitu 78 juta masker perbulan. Kalau wabah Corona sampai bulan Juli berarti kebutuhan masker Mei ke Juli sekitar 234 juta masker.

Baju APD. Kita asumsikan ada 200.000 tenaga kesehatan mulai dari dokter, perawat, supir ambulan, administrasi rumah sakit hingga puskesmas dan relawan yang bekerja 24 jam terkait penanganan virus Corona. Dari angka asumsi itu berapa kebutuhan APD perhari? Jika menggunakan standar kesehatan maka APD untuk penanganan virus yang sangat menular seperti Corona hanya bisa digunakan sekali pakai lalu dihancurkan (virus Corona menurut National Intitute of Health USA bisa hidup di bahan plastik selama 3 hari).

Dengan demikian, maka dalam 1 bulan paling tidak 200.000 orang x 30 hari berarti dibutuhkan minimal 6 juta APD. Kalau di itung Mei ke Juli sekitar 18 juta APD

Sekarang kita hitung Rapid Test. Mari bandingkan dengan beberapa data yang saya dapatkan ini (mohon di koreksi datanya); Spanyol, populasi 46 juta jiwa membeli Rapid Test sebanyak 5,5 juta pcs. Kuwait, populasi 4 juta jiwa membeli 30.000.000 Rapid test atau tiap jiwa dapatkan 7 hingga 8 rapid test sampai wabah Corona berlalu. Belanda, Populasi 17 juta jiwa membeli sekitar 7,5 juta Rapid test atau sekitar 40an % dari total populasi, sementara India, populasi 1,3 Milyar jiwa membeli 150.000.000 rapid test atau sekitar 11,5 % dari populasi.

Bagaimana Indonesia? Kita andaikan saja Indonesia membeli Rapid Test 10% dari populasi 260 juta, maka sejak ditetapkannya situasi Darurat Corona pada 29 Febuari hingga hari ini, seharusnya sudah siap 26 juta pcs Rapid Test.

Itu baru 3 jenis alkes, kita belum bicara Ventilator, PCR, Disinfektan dan sekian banyak kebutuhan lainnya. Apakah negara sanggup menyiapkan itu semua dalam waktu cepat? Kalau sanggup silahkan tutup impor, kalau tidak mampu ya rangkul seluas dan sebanyak mungkin importir dan mengikat mereka dengan kontrol yang kuat dalam kualitas, distribusi dan harga jual.

Terpenuhinya alkes dan obat Corona tidak serta merta membuat masalah selesai seketika. Ada banyak masalah lain yang datang bertubi saat ini. Apa saja masalah yang akan segera datang?

PHK MASSAL DAN PENGANGGURAN

Febuari 2020 hingga Awal April 2020 total pekerja yang di PHK dan di rumahkan sudah mencapai 2,8 juta orang dari sekitar 114.000 perusahaan. Jika wabah Corona terus berlanjut hingga bulan Juli maka jumlah PHK bisa melewati angka 5 hingga 6 juta jiwa.

Itu baru menghitung sektor Formal. Jika kita menghitung sektor Informal maka angkanya bisa lebih fantastis lagi. Dalam data, masyarakat yang bekerja di sektor Informal mencapai 71 juta jiwa. Kalau kita gunakan asumsi yang paling optimis yaitu 20% pekerja Informal berhenti bekerja maka setidaknya ada 14 juta pengangguran baru. Jika formal dan Informal digabungkan, maka bisa jadi di bulan Juli nanti total pengangguran baru akan mencapai paling tidak 21 juta jiwa.

KELAPARAN

Mari buka sejarah, di setiap wabah penyakit maka berikutnya pasti diiringi dengan kelaparan yang merebak di mana-mana. Logikanya sederhana saja, wabah penyakit membuat banyak orang harus di karantina. Akibatnya sawah, ladang, kebun, peternakan, beragam industri makanan tutup atau setidaknya mengurangi produksi. Di sisi lain, naiknya nilai tukar dollar dan PHK dalam jumlah besar besaran baik sektor Formal dan informal membuat daya beli Rakyat untuk membeli kebutuhan pokok menjadi sangat lemah.

Kalaupun pemerintah sanggup menjaga stok beras dan kebutuhan pokok lainnya dengan impor dan beragam cara lainnya, namun demikian, dengan ketiadaan pekerjaan dan pendapatan maka belum tentu juga masyarakat akan mampu membeli beras dan kebutuhan pokok yang disiapkan itu. Ujungnya tetap saja rakyat kelaparan.

KONFLIK SOSIAL

Jika situasi hari ini semakin memburuk dalam 2 atau 3 bulan ke depan, maka kondisi rakyat seperti rumput kering yang mudah terbakar, bahkan oleh isu yang sangat remeh sekalipun. Sesepele apapun triger-nya, bisa menimbulkan ledakan yang mungkin tidak kita sanggup prediksi besarnya.

Potensi konflik sosial dan kriminalitas dalam beragam bentuknya potensial besar terjadi dalam beberapa bulan ke depan. Bisa Juni, Juli atau Agustus. Kenapa demikian? Karena beberapa bulan ke depan, ketakutan akan wabah penyakit, keputusasaan pada hilangnya pekerjaan dan pendapatan, bercampur di dalam dada yang sama dari tubuh dengan perut yang juga didera kelaparan. Campuran 3 hal ini bisa menjadi energi kemarahan yang luar biasa. Kita bisa browsing untuk mencari tahu ada berapa banyak peristiwa dalam beberapa waktu terakhir di beberapa negara sudah terjadi penjarahan, kerusuhan dan kriminalitas yang meningkat tajam.

Melihat rumit dan besarnya masalah yang dihadapi bangsa ini, maka menurut saya, lebih baik saat ini semua menteri dan kepala daerah fokus bekerja untuk mencegah penyebaran virus, mengurangi pengangguran dan menyiapkan ketersediaan bahan pokok. Menteri dan kepala daerah yang punya ambisi jadi Capres 2024, baiknya meredam dulu ambisinya agar rakyat dan negara selamat. Baiknya menteri-menteri dan kepala daerah bekerja fokus dan jangan menjadi penyebar isu. Jika ada Mafia segera laporkan pada Presiden, Polisi, Kejaksaan Agung atau KPK. Kalau ada dominasi impor yang tidak adil bawa ke KPPU, semua mekanisme saat ini sudah ada.

(Ditulis: Adian Napitupulu untuk TerasJatim.com)

Subscribe

Terimakasih Telah Berlangganan Berita Teras Jatim