Butuh Kerja Keras Untuk Menangani HIV/AIDS Di Ponorogo

Butuh Kerja Keras Untuk Menangani HIV/AIDS Di Ponorogo

Terasjatim.com, Ponorogo – Seiring kemajuan peradaban, tehnologi dan budaya suatu bangsa, pasti diikuti dengan adanya masalah sosial. Salah satunya masalah kesehatan yakni HIV/AIDS yang saat ini tengah menjadi isu hangat di berbagai negara termasuk di Indonesia. Ponorogo sebagai kota yang banyak mengirim warganya pergi ke luar negeri juga menghadapi masalah HIV/AIDS yang cukup serius. Meski tidak seratus persen penderita HIV/AIDS adalah para mantan TKI namun faktor tersebut berpengaruh cukup signifikan. Kemajuan teknologi membawa dampak begitu hebat terhadap kehidupan manusia baik positif maupun negatif. Keleluasaan mengakses informasi dari berbagai penjuru dunia membawa pengaruh yang luarbiasa terhadap peradaban masyarakat. Gaya hidup dan pergaulan   bebas merupakan salah satu faktor terjangkitnya HIV/AIDS.

Di Ponorogo meski dinas kesehatan tidak mau menyebutkan jumlah penderita HIV/AIDS secara rinci namun pemerintah setempat cukup gencar mengadakan sosialisasi kepada masyarakat tentang apa itu HIV/AIDS, faktor penyebab, cara penanganan terhadap ODHA (Orang Dengan HIV/AIDS) dan langkah apa yang harus dilakukan bila ada saudara atau teman yang terkena virus mematikan ini.

“HIV/AIDS ini  seperti fenomena gunung es. Yang nampak hanya puncaknya saja yang kecil namun sebenarnya gunung tersebut besar sekali. Saat ini yang terdata hanya puluhan namun saya yakin diluar sana masih banyak warga yang terkena virus ini namun malu atau takut untuk mengakuinya. Oleh karena itu kami terus melakukan pendekatan terhadap komunitas- komunitas yang rentan terhadap penularan HIV/AIDS. Salah satunya komunitas waria yang kita edukasi terkait hal ini agar mereka tahu dan mau menjaga diri mereka sendiri agar penyebaran virus HIV ini dapat ditekan”, tutur Dyah Ayu kabid P2PL dinas Kesehatan kabupaten Ponorogo.

Pengurus komisi Penanggulangan AIDS Jawa Timur, Otto berpendapat bahwa pengananan masalah ini dibutuhkan kerjasama lintas sektor baik dinas kesehatan, dinas sosial, tokoh agama dan masyarakat. Penutupan lokalisasi Kedung Banteng bukan selesai masalah begitu saja. Karena tidak mempunyai wadah maka para mantan PSK bisa saja ngombro-ngombro di jalanan, alun-alun bahkan warung remang-remang. Menurut Otto tidak harus si PSK yang jadi tumpuan kesalahan. Namun para lelaki yang seneng “jajan” di tempat-tempat seperti itu yang harus diberi sangsi. “Ibarat wong dodol nek gak payu lak tutup ta”, kata Otto.  Bila kedua pihak diberi efek jera maka kedepan diharapkan dapat menekan penyebaran HIV/AIDS lebih luas lagi.

Sementara itu Dyah Ayu kabid P2PL dinas kesehatan juga mengharapkan agar masyarakat tidak memberikan stigma kepada para ODHA. “Jika ada saudara atau teman yang terinfeksi virus ini maka jangan serta merta dikucilkan karena takut tertular. Mereka butuh teman, dan dukungan dari orang-orang terdekatnya”, imbuh Ayu. Untuk memberikan edukasi ke masyarakat tentang HIV/AIDS dan segala permasalahannya ini dibutuhkan kerja keras dan kerjasama lintas sektor. Diharapkan generasi muda bangsa ini dapat diselamatkan dari bahaya virus yang mematikan ini. (Any/TJ)

Subscribe

Terimakasih Telah Berlangganan Berita Teras Jatim