Bulan Berita Darurat Kejahatan Seksual Terhadap Anak

Bulan Berita Darurat Kejahatan Seksual Terhadap Anak

TerasJatim.com – Bulan Mei 2016, bisa jadi  merupakan bulan kesedihan bagi bangsa ini. Betapa tidak, hampir setiap hari, berita tentang kekerasan seksual secara beruntun telah terjadi. Mirisnya lagi, sebagian pelaku dan para korbannya adalah anak-anak di bawah umur.

Belum hilang kabar tentang nasib nahas yang menimpa Yuyun (14), gadis asal Kabupaten Rejang Lebong, Bengkulu yang diperkosa oleh 14 ABG hingga tewas, kasus demi kasus bermunculan kembali.

Kasus serupa juga terjadi di Surabaya, seorang siswi berusia 13 tahun yang masih duduk di bangku SMP, dicabuli oleh 7 anak yang juga masih dibawah umur. 3 pelaku masih duduk di SD, sedangkan 4 lainnya sedang mengenyam pendidikan dibangku SMP.

Kabar yang menggemparkan kembali menggelinding, seorang perempuan Enno Parihah (18), pegawai pabrik di Tangerang berusia 18 tahun. Jumat (13/05), ditemukan di dalam kamar mess perusahaannya dalam keadaan telanjang bulat dengan gagang cangkul tertancap di kemaluannya.

Setelah itu, banyak kasus yang sama bermunculan.

Untuk Jawa Timur sendiri, selain di Surabaya, kasus kekerasan seksual terjadi mulai dari kasus pemerkosaan ramai-ramai di Bangkalan Madura, Blitar, Lamongan, Kediri, Lumajang dan Sidoarjo yang hingga korbannya hamil 8 bulan yang harus diusir oleh warga dan kini tinggal di kandang bebek.

Saya berkeyakinan, bahwa perasaan was-was campur takut kini tengah menghantui para orangtua di Tanah Air. Sebuah pertanyaanpun muncul, ”Ada apa ini? Kenapa hampir setiap hari kita mendengar soal kasus pemerkosaan dan pencabulan dengan korban atau pelaku masih anak-anak?”

Bayangkan saja, sekarang pelaku kejahatan seksual bukan lagi orang dewasa. Tapi anak di bawah umur juga sudah bisa melakukan kejahatan seksual.

Pemerintahpun bereaksi keras terkait masalah ini. Presiden Jokowi menganggap, bahwa kejahatan seksual terhadap anak-anak merupakan kejahatan luar biasa (extraordinary crime).  Seperti halnya korupsi, narkoba dan terorisme.

Presiden pun telah mengintruksikan kepada aparat dan pembantunya untuk segera melakukan langkah yang tegas, baik berupa penindakan hukum, maupun upaya preventif, sehingga dapat menekan angka kekerasan seksual yang semakin tidak terkendali.

Presiden akhirnya menyetujui penerbitan Peraturan pemerintah Pengganti Undang-undang (Perpu) tentang hukuman kebiri untuk pelaku kejahatan seksual terhadap anak.

Lalu apakah hukuman kebiri sudah cukup untuk menghukum para pelaku kejahatan seksual?

Atas permasalahan ini, banyak pihak mengajak untuk tidak memnyalahkan anak. Anak bukanlah objek yang harus dipersalahkan. Perbaikan sosial harus bisa dimulai dari diri sendiri, menuju keluarga hingga pada akhirnya terciptalah masyarakat yang menjunjung tinggi moralitas.

Negara berperan penting untuk mencegah dan memberantas kejahatan seksua melalui penegakkan hukum yang adil.

Bagi seorang pelaku, hukuman yang tepat untuk memberikan efek jera tidak hanya sebatas hukuman kurungan semata. Tetapi lebih dari itu, hukuman bagi para pelaku harus membawa dampak yang signifikan dan membawa efek jera bagi siapa saja yang ingin melakukan tindakan kejahatan ini. Bisa jadi, hukuman kebiri merupakan solusi yang tepat untuk melindungi masa depan generasi Indonesia.

Akhirnya, dengan banyaknya berita tentang tragedi ini, bangsa ini harus menyelamatkan diri dari kejahatan seksual. Jangan sampai pada waktu berikutnya akan ada anak Indonesia yang menjadi korban kejahatan semacam ini lagi.

(redaksi dari berbagai sumber)

Subscribe

Terimakasih Telah Berlangganan Berita Teras Jatim