Aksi Mahasiswa Lamongan Tolak Raperda RTRW di DPRD Diwarnai Kericuhan

Aksi Mahasiswa Lamongan Tolak Raperda RTRW di DPRD Diwarnai Kericuhan

TerasJatim.com, Lamongan – Ratusan mahasiswa melakukan aksi unjuk rasa menentang Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) 2020-2040 di Kabupaten Lamongan. Dalam aksi tersebut, sempat diwarnai kericuhan antara mahasiswa dengan aparat kepolisian.

Kericuhan terjadi berawal dari ratusan pengunjuk rasa yang berusaha ingin menerobos barisan petugas kepolisian untuk masuk ke gedung DPRD setempat guna menemui Bupati Lamongan, Fadeli, yang dikabarkan berada di dalam gedung tersebut.

Di tengah aksi dorong, petugas kepolisian pun akhirnya terpancing dan membubarkan blokade barisan setelah sebuah sandal bewarna hitam melayang dari arah kerumunan mahasiswa dan mengenai petugas yang berjaga. Aksi kejar dan saling pukul pun akhirnya tak terhindarkan.

Koordinator aksi, Achmad Nasir Falahudin, menjelaskan, kedatangannya bersama ratusan rekan-rekannya dari beberapa Organisasi Kepemudaan (OKP) dan mahasiswa di Kabupaten Lamongan itu tak lain untuk menyampaikan tuntutan terkait penolakan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) usulan Pemerintah Kabupaten Lamongan. Upaya itu dilakukan lantaran Raperda yang diusulkan tersebut masih dinilai cacat hukum.

“Kita datang dari beberapa OKP dan kita dibantu oleh Fornasmala (Forum Nasional Mahasiswa Lamongan) dimana kita sudah mengkaji mengenai Raperda RTRW, Raperda RIPI dan Raperda RDTR BWP, yang mana raperda ini sudah cacat hukum. Selain itu kita juga menemukan raperda yang mengcopy paste atau menjiplak raperda milik kabupaten lain yakni Kabupaten Sukoharjo,” kata mahasiswa PMII yang akrab dipanggil Fafa itu, kepada awak media, Kamis (23/07/20).

“Kita menyayangkan mengenai penyusunan Raperda ini yang tidak menyesuaikan kondisi kultur Kabupaten Lamongan. Dan di Raperda itu juga menyebutkan jika Kecamatan Sukorame menjadi wilayah banjir dan Kalitengah menjadi wilayah rawan kekeringan, serta menyebutkan juga Kecamatan Solokuro sebagai rawan banjir,” terusnya.

Atas dasar itulah, mahasiswa yang tergabung dalam Mahasiswa Lamongan Melawan yang terdiri dari Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII), Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI), Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) dan Forum Nasional Mahasiswa Lamongan (Fornasmala) mendesak kepada pihak eksekutif dan legislatif di Kabupaten Lamongan untuk membatalkan Raperda RTRW tersebut.

“Kami minta tuntutan kami dapat ditandatangani Bupati dan DPRD, agar raperda ini dicabut dan tidak dibahas lagi, serta dikembalikan pada penyusunan agar dibahas pelahan dan disesuaikan sesuai kultur wilayah di Kabupaten Lamongan,” tandasnya.

Namun sayangnya hingga kericuhan mereda, keinginan pengunjuk rasa tidak tersampaikan dan mahasiswa pun membubarkan diri. Mahasiswa mengancam akan datang kembali dengan jumlah massa yang lebih besar.

Untuk diketahui, penolakan Raperda RTRW dilakukan berdasarkan 5 alasan, antara lain subtansi pembahasan Raperda tersebut dinilai masih belum memuat 50% lebih satu dari isi Perda No. 15 tahun 2011, yang semestinya status Raperda ini adalah perubahan dari Perda sebelumnya.

Raperda RTRW juga dinilai memuat data yang tidak valid seperti halnya yang terdapat pada BAB VII Tentang penetapan kawasan rawan banjir, dimana Kecamatan Sukorame dan Solokuro dimasukkan dalam kawasan rawan banjir. Kemudian sejumlah kawasan yang dianggap rawan bencana kekeringan.

Alasan berikutnya yakni pada Raperda RTRW dalam Pasal 25 pada ayat B, dijelaskan tempat pengelolaan dan penimbunan akhir limbah B3 berada di Kecamatan Brondong. Hal ini tidak bisa dibiarkan, karena menurut mereka Kecamatan Brondong banyak lahan pertanian yang produktif. Serta yang dianggap tidak Rasional adalah ketika naskah akademik yang pernah diterima penjelasannya kurang detail dan tidak jelas dengan Raperda RTRW. Maka mahasiswa menganggap hal itu tidak serius.

Selanjutnya selain Raperda RTRW, Rencana Induk Pembangunan Industri (RIPI). Dimana rencana induk tersebut merupakan hasil turunan dan dinilai kurang teliti dalam penyusunanya yang dibuktikan dengan adanya data Copy Paste (menyadur) serta belum diedit dari Perda RIPI Kabupaten Sukoharjo – Jawa Tengah.

Kemudian dari Rencana Detail Tata Ruang Bagian Wilayah Perencanaan (RDTR BWP) Kecamatan Paciran dinilai menjadikan objek industrialisasi brutal tanpa memperhatikan Sosio Kultural, Ekologi, dan Ekonomi Masyarakat.

Sebelum mendatangi gedung DPRD, ratusan mahasiswa Lamongan juga mendatangi gedung Pemkab Lamongan. Namun kedatangan mereka hanya ditemui oleh Asisten 1 Pemkab Lamongan. Sementara keinginan mahasiswa adalah bertemu langsung dengan Bupati Lamongan, Fadeli.

Lantaran mendengar jika Bupati Fadeli sedang mengikuti rapat pansus bersama anggota dewan di gedung DPRD Lamongan, mahasiswa pun akhirnya mendatangi gedung DPRD, dan juga masih tidak bisa ditemui. Mahasiswa hanya ditemui oleh ketua DPRD, Abdul Ghofur, Wakil Ketua DPRD, Husnul Aqib, serta sejumlah anggota dewan lainnya. Meski demikian hasil pertemuan itu masih berjalan buntu hingga sempat terjadi rusuh. (Def/Kta/Red/TJ)

Subscribe

Terimakasih Telah Berlangganan Berita Teras Jatim