Tumpang Tindih Data Penerima Bantuan di Bojonegoro, Siapa Tanggung Jawab?

Tumpang Tindih Data Penerima Bantuan di Bojonegoro, Siapa Tanggung Jawab?

TerasJatim.com, Bojonegoro – Hasil temuan dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI perihal adanya sejumlah bantuan ganda dalam program Bantuan Pangan Non Tunai Daerah (BPNTD) Kabupaten Bojonegoro, Jatim, TA 2023 tak urung mendapat respons mengejutkan dari beberapa pemerintah desa.

Banyak diantaranya menyebut proses penetapan Keluarga Penerima Manfaat (KPM) di lapangan tidak melibatkan pihak desa secara komplit. Bahkan tak sedikit yang menyebut bentuk data sepihak secara top down alias turun dari atas.

Salah seorang pejabat desa mengungkapkan, bahwa pihak desa seringkali hanya diberi tugas memverifikasi, tanpa pernah dilibatkan sejak awal dalam menyusun daftar calon penerima. Ya, sekadar formalitas belaka.

“Tidak ada usulan awal dari desa. Data langsung turun, kami hanya disuruh memverifikasi apakah KPM masih ada, sudah meninggal, atau pindah domisili,” ujar pamong desa yang enggan disebut identitasnya mewakili keresahan desa-desa lain di Bojonegoro, Rabu (25/06/2025)

Ia menyatakan, salah satu permasalahan utamanya yakni ketidaksesuaian antara hasil verifikasi desa dengan data yang akhirnya dicairkan untuk KPM.

“Setelah diverifikasi, kenyataannya sering kali data lama tetap turun lagi. Seolah-olah tidak ada pembaruan. Kami hanya melihat nama-nama yang sama, padahal di desa sudah dihapus atau dinyatakan tidak layak,” paparnya.

Tentu saja berbanding lurus dengan temuan BPK, yang menyatakan bahwa proses validasi dan pencocokan data antara penerima BPNTD dan bantuan pusat seperti BPNT dan PKH tidak dilakukan secara menyeluruh, serta minimnya koordinasi antar pendamping.

Sejatinya telah sejak lama pihak desa mengeluhkan lemahnya komunikasi antara Tenaga Kesejahteraan Sosial Kecamatan (TKSK), pendamping PKH, dan pemerintah desa. Padahal, seharusnya ketiga unsur itu bisa duduk bersama dalam satu forum musyawarah untuk menyepakati penerima secara akurat dan adil.

“Harus ada satu data sebagai acuan bersama. Singkirkan ego sektoral, entah itu dari dinas, kabupaten, atau kementerian. Musyawarah desa harus difungsikan kembali sebagai forum sah untuk menentukan penerima,” tukasnya lagi.

Maka, acapkali pihak desa menjadi kambing hitam akibat sistem yang patut diduga tak profesional yang berdalih sesuai datanya dari desa. Kenyataannya desa tak diberi ruang dalam proses bagaimana pihak desa bisa bertanggungjawab atas cairnya bantuan.

Diketahui, sebelumnya BPK mencatat adanya 251 KPM BPNTD Bojonegoro yang juga menerima BPNT Pusat dan PKH. Sehingga bantuan ganda ini menimbulkan potensi pemborosan sebesar Rp.406,8 juta dari anggaran daerah.

BPK menilai proses pengelolaan BPNTD juga belum tertib karena masih dilakukan secara manual tanpa sistem informasi terpadu sehingga tumpang tindih.

Lalu pertanyaannya, siapa yang bertanggung jawab?

Sementara, Plh. Kepala Dinas Sosial Kabupaten Bojonegoro, Murtadho, yang dikonfirmasi menyatakan sependapat dengan temuan BPK. Pihaknya akan menindaklanjuti dengan memperkuat pengendalian penetapan KPM, melakukan rekonsiliasi data berkala, serta meningkatkan peran pendamping dan tim verifikator di lapangan. (Saiq/Red/TJ)

Subscribe

Terimakasih Telah Berlangganan Berita Teras Jatim