Mengukir Sejarah PMII

TerasJatim.com,Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) pada 17 April 2020, genap berusia 60 tahun. Sebagai warga pergerakan sekaligus bersyukur kehadiran Illahi Robbi yang telah memberikan karunia dan nikmat untuk terus mengabdi dan berjuang dalam mencari ridla-Nya.
Bangga karena tidak terasa ternyata PMII sudah berusia 60 tahun, umur yang dalam hitunga usia sudah tidak muda lagi. Namun semangat dan jiwa sebagai warga pergerakan harus muda dan siap menjadi gerda terdepan dalam mengawal tradisi dan ajaran Ahlusunnah Wal Jamaah (Aswaja).
Semakin tua semakin menjadi, artinya dengan sikap ksatria, professional dan mandiri, PMII harus lebih produktif memberikan sumbangsih dan kontribusi terhadap agama dan bangsa. Meskipun acapkali PMII selalu menjadi momok dalam rumah sendiri, tapi itulah perjuangan. Bahwa perjuangan hanya butuh pengorbanan bukan imbalan.
Memimjam istilah Bung Karno “Berikan aku sepuluh pemuda, niscaya akan ku guncang dunia”. Begitu juga dengan PMII, sekali PMII selamanya berjuang bersama PMII. Di PMII hanya butuh pemuda yang idealis dan semangat berjuang mengawal tradisi Aswaja. Berorganisasi itu belajar menghargai orang lain, latihan mengenal orang, menghormati keyakinan orang lain. Orang yang tanpa latihan maka dia akan menjadi pemimpin yang wagu, yang tidak pernah menghargai orang lain, apalagi menghormati orang lain.
Nah, pada harlah PMII yang ke-60, terpenting adalah mengenang dan mendoakan (haul) jasa para pendiri PMII. Meneruskan perjuangan dan menjaga tradisi paham Aswaja. Tentu, melalui cara istighosah, tahlil, dan doa bersama. Karena inilah etika dan kebudayaan model Aswaja. Harlah PMII dalam setiap tahun harus selalu diperingati agar para generasi PMII tahu, orang lain tahu, apasih PMII dan mengapa didirikan. Ini sangat penting!
Mengapa PMII berdiri? Pada saat itu, tahun 1960 partai-partai besar mempunyai angkatan muda khususnya di kalangan mahasiswa, seperti GMNI, HMI, Masyumi, dan lain sebagainya. Akan tetapi NU yang memiliki basis masa terbesar justru tidak memiliki. HMI yang dulunya menjadi garda NU, akan tetapi lebih condong kepada Nasyumi. Akhirnya, munculah ide dan gagasan dari daerah-daerah untuk mendirikan pergerakan mahasiswa yang selanjutnya diberi nama PMII. Berdirinya PMII tidak mulus begitu saja. Banyak ganjalan dan kendala untuk mendirikan sebuah pergerakan Islam. Namun karena tekat bulat dari para pendiri PMII, maka hingga saat ini PMII tetap kokoh berdiri dan eksis sepanjang masa.
Gagasan mendirikan PMII berawal dari pojok sekretariat IPNU di Yogyakarta, yang waktu itu yang menjadi koordinator sementara adalah Ismail Makki. Setelah semua ide dikumpulkan maka sepakat untuk mendirikan PMII. Sebanyak 13 orang sowan kepada pengurus Besar NU di Jakarta yang isinya niatan untuk mendirikan PMII.
Akhirnya setelah berbincang dan membahas panjang, maka PBNU setuju PMII didirikan yang tujuannya adalah untuk mengikat para mahasiswa NU agar bisa bergerak dan memiliki rumah sendiri. Pada tahun 1960-an selama 3 hari di Kaliurang, Yogyakarta, berkumpulah para tokoh IPNU dan 13 pimpinan IPNU wilayah se-Indonesia.
Dalam kongres pertama inilah PMII resmi berdiri lalu melahirkan berbagai macam aturan dan tokoh muda yang selanjutnya diberikan mandat untuk meneruskan perjuangan Aswaja di Nusantara. Karena esensi didirikannya PMII adalah untuk meneruskan estafet perjuangan NU.
Untuk itulah generasi PMII saat ini harus bisa mengalahkan zaman atau paling tidak jangan sampai kalah dengan budaya zaman saat ini. Boleh kita bicara budaya, boleh kita bergaya modern, boleh kita berdandan barat, boleh kita berpolitik, dan seterusnya. Tapi jangan sekali-kali idealisme dan idiologi Aswaja berubah. Dan karakter NU harus tetap melekat. Salam Pergerakan…
(Alam Subuh Fernando untuk TerasJatim.com)