Pondok Tremas Pacitan Petik Hikmah dari Insiden Robohnya Ponpes Al Khoziny

TerasJatim.com, Pacitan – Pasca insiden yang terjadi di ponpes Al Khoziny Sidoarjo pada beberapa waktu lalu, bangunan hampir 20 tahun di Pondok Tremas Pacitan, Jatim, dirobohkan.
Upaya itu tidak lain sebagai antisipasi, guna menghindari sesuatu yang tak diinginkan di kemudian hari, mengingat bangunan tersebut dinilai tidak layak secara struktur, sehingga diharuskan untuk diratakan tanah.
Menurut Pengasuh Perguruan Islam Pondok Tremas Pacitan, KH. Luqman Haris Dimyati atau Gus Lukman, bangunan yang dibongkar itu berupa kamar mandi bersama bagi para santri. Kontruksi tersebut dibangun pada 2006 silam, yang dipersiapkan guna menyambut kunjungan Presiden RI Ke 6, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) kala itu, untuk peresmian masjid sekaligus reuni nasional.
“Sebenarnya bangunan itu belum lama. Mungkin karena bangunannya dipaksa harus cepat jadi, konstruksinya mungkin kurang bagus. Setelah kejadian (ponpes Al Khoziny) itu, lalu kami periksa, dan memang ‘ngeri’ ini, jadi kami putuskan untuk dirobohkan,” terang KH. Lukman, Jumat (10/10/2025).
“Itu (bangunan) sudah ada daknya, rencana mau dibangun lagi, tapi lihat kondisinya nggak layak. Itu (dak) di bawahnya kamar mandi, toilet. Kalau mandi kan rame-rame anak-anak. Setelah kejadian Al Khoziny itu, pikiran kami macem-macem. Jadi, belajar dari musibah itu,” sambung dia.
Berdiri pada 1820 silam, fisik bangunan Pondok Tremas yang terletak di Desa Tremas, Kecamatan Arjosari ini, dinilai tidak jauh berbeda dengan sejumlah pondok pesantren tua yang ada di Indonesia, sehingga untuk kontruksi secara detail diyakini tidak ada.
“Terkait fisik bangunan pondok kami ini, saya yakin tidak berbeda jauh dengan pondok pesantren yang lama, seperti di Lirboyo, Jombang mungkin, dan lainnya. Jadi secara umum, kami ini swadaya murni, gotong royong-yang di pesantren dikenal roan atau kerja bakti. Jadi, detail itu belum ada. Kita jujur saja,” katanya.
“Masih banyak (bangunan) asrama kami itu yang tidak ada dak beton (lantai tingkat), tapi pakai (papan) kayu. Ini tentunya kolomnya belum sedetail. Tapi sudah diuji oleh Allah berkali kali dengan gempa. Alhamdulillah (aman). Ini kami merasa hikmah daripada musibah di Al Khoziny, yang kebetulan mbah-mbahnya (kakek) alumni kami,” lanjutnya.
Berkaca dari kejadian di Ponpes Al Khoziny itulah, Pondok Tremas berinisiatif menapak cepat untuk mengambil hikmahnya. Di satu sisi, lanjut Gus Lukman, pihaknya punya komitmen untuk koordinasi pun konsultasi dengan berbagai instansi teknis, agar pembangunan yang hendak dikerjakan sesuai standar ketentuan. “Pondok kami ini sudah dua abad. Jadi, perlu sekali khusus untuk pembangunan gedung-gedung ini, berkonsultasi dengan pihak-pihak terkait,” ungkapnya.
Pihaknya pun merasa awam akan hal tersebut, sehingga ia berharap dengan kedatangan Direktur Jenderal (Dirjen) Cipta Karya Kementerian Pekerjaan Umum RI, Dewi Chomistriana bersama rombongan, membawa manfaat baik bagi Pondok Tremas.
“Untuk itu Ibu Dirjen, kami menunggu buku pedoman praktis dari Kementerian PU, baik berupa elektronik maupun non elektronik. Karena kami merasa awam dalam hal bangunan ini, untuk membangun gedung-gedung. Apalagi di Pacitan ini ada hubungannya dengan megatrust,” katanya, di sela mendampingi peninjauan kontruksi Pondok Tremas oleh Kemen PU.
Crigis Netizen Soal Roan: Ngaji (X), Kuli Yes, Pondok Pastikan Tradisi Tetap Jalan
Tradisi roan atau kerja bakti di pesantren itu sudah ada sedari dulu. Bagi para santri atau yang pernah mengenyam ilmu agama di asrama pondok, tentu tak asing dengan istilah pun aktivitas tersebut, seperti membersihkan lingkungan pesantren, hingga membantu pembangunan fasilitas.
Roan sendiri bukan hanya sekadar aktivitas belaka, namun sudah menjadi jati diri yang melekat bagi pondok pesantren. Tentunya, banyak hal yang dapat dipetik hikmahnya, dan hanya berharap dapat berkah bermanfaat.
“Masya Allah, netizen ini macem-macem ya. Malah-malah (bilang) roan yang bagus pesantrennya kaya gini gotong royong, ‘Ngaji X, Kuli Yes’. Roan ini kan nilainya gotong royong. Kalau dari prespektif agama, ada barokah. Di UUD 45 juga ada,” kata Gus Lukman, Jumat siang.
Meksi kerap disindir netizen, ia menegaskan bahwa aktivitas roan yang sudah jadi tradisi turun temurun itu tidak akan dihentikan. Saat roan, kata dia, santri tidak terkait dengan pekerjaan teknis. Mereka juga tidak punya hak untuk mengatur kontruksi, melainkan hanya membantu, seperti menyiapkan batu, pasir dan sebagainya.
Menurutnya, kegiatan roan juga memiliki nilai pendidikan karakter, sosial bermasyarakat, peduli, bertanggungjawab dan menjunjung nilai kebersamaan. Namun, pihaknya tetap akan memastikan untuk standar keselamatan mereka di tiap aktivitas tersebut. Termasuk memberi arahan untuk berhati-hati saat berada di lokasi pembangunan.
“Ini yang harus saya luruskan, ro’an ini kerja sama yang baik. Santri juga sehat. Santri olahraganya termasuk ro’an itu. Dia tidak punya peran untuk ngatur konstruksi. Santri hanya membantu, cuma nanti kita ambil hikmahnya untuk standar keselamatannya,” ujarnya.
“Jadi, kalau (ro’an) dihentikan tidak bisa. Bukan persoalan santri diajak meng-kuli. Dibalik ro’an itu kan ada pendidikannya. Nanti di masyarakat mereka juga akan saling kerja sama, untuk saling bantu membantu, gotong royong,” imbuhnya.
Di Pondok Tremas, Kementerian PU Singgung Sertifikat Kerja
Jumat di seperempat siang itu, Dirjen Cipta Karya Kemen PU, Dewi Chomistriana bersama rombongan, datang di Pondok Tremas. Kunjungan ini merupakan yang ketiga di Jatim, setelah di Ponpes Mamba’ul Ma’arif Denanyar, Jombang, dan Ponpes Lirboyo, Kota Kediri.
“Pondok Tremas ini yang ketiga, setelah Jombang, Kediri. Agenda sama, untuk pengecekan kehandalan bangunan,” ujar Dewi, saat doorstop dengan awak media, Jumat siang.
“Jadi, bangunan Pondok Tremas ini sudah cukup tua, dibangun pada 1820. Kami akan melakukan pengecekan, tetapi saat ini Pondok Tremas juga sedang melakukan tahapan kontruksi untuk komplek madrasah,” sambungnya.
Secara umum, lanjut Dewi, pelaksanaan pembangunan yang sedang berjalan itu sudah bisa dikatakan baik. Menurutnya, kaidah-kaidah teknis telah diterapkan, pun melibatkan tenaga kerja kompeten dan berpengalaman di bidangnya, yang sudah dapat pengakuan berupa sertifikat kerja.
“Kami sangat mengapresiasi. Ternyata sudah melibatkan tenaga kontruksi yang kompeten dan beberapa sudah pernah bekerja di jalan tol, sehingga sudah punya sertifikat kerja. Kami yakin bangunan ini handal. Sedangkan untuk bangunan lama, kami perlu waktu beberapa hari untuk melakukan audit,” ujarnya.
Tercatat, ada 42 ribu lebih pondok pesantren di Indonesia. Jumlah itu, dirasanya tidak memungkinkan jika semuanya dilakukan audit. Namun, Kemen PU akan memprioritaskan ponpes yang jumlah santrinya banyak dan punya bangunan lebih dari 3 lantai.
“Kami akan prioritaskan untuk pondok yang jumlah santrinya di atas seribu, dan memiliki bangunan di atas empat lantai. Kami targetkan sampai Desember selesai mengaudit sekitar 80 pondok pesantren, yang jumlah ponpes banyak seperti di Jawa Timur, Jawa Tengah, Banten, Aceh, Sumsel, Kalimantan Selatan dan Sulawesi Selatan,” terang Dewi.
Dia menambahkan, bagi para santri yang punya keinginan untuk ikut bekerja di bidang kontruksi, Kemen PU akan mengupayakan untuk melaksanakan pelatihan dan sertifikasi tenaga kerja. Hal itu guna menambah keahlian yang bermanfaat bagi mereka di masa datang.
“Di samping para santri punya keahlian agama, juga punya keahlian lain yang bisa dimanfaatkan. Nanti secara pararel, akan kami sebarluaskan pedoman praktis untuk kontruksi, baik dalam bentuk dokumen elektronik maupun video. Dan akan kami kirimkan ke seluruh pondok pesantren. Ini sedang kami siapkan bahannya,” imbuhnya.
Di satu sisi, pemkab setempat juga turut cancut taliwanda, atas proses audit kontruksi Pondok Tremas yang dilakukan oleh Kementerian PU. “Kontruksi ini, kami (pemkab) tentu akan membantu semaksimal mungkin, demi kelancaran proses audit di Pondok Tremas,” ujar Suparlan, Kepala Dinas PUPR Pacitan, menambahkan. (Git/Kta/Red/TJ)


