Terbitkan Surat Keterangan Palsu, Seorang Kades di Kebomas Gresik Jadi Tersangka

Terbitkan Surat Keterangan Palsu, Seorang Kades di Kebomas Gresik Jadi Tersangka

TerasJatim.com, Gresik – Gara-gara menerbitkan surat keterangan palsu terkait hak kepemilikan tanah, Feriantono, Kepala Desa Prambangan, Kecamatan Kebomas Kabupaten Gresik, ditetapkan sebagai tersangka oleh penyidik Dit Reskrimum Polda Jatim.

Selain Feriantono, penyidik juga menetapkan status yang sama kepada dua orang warganya, yakni Ayuni dan Sulyono.

Penetapan status tersangka terhadap ketiga orang ini, berdasarkan laporan polisi bernomor: LPB/1241/2016/JTM/Direskrimum, yang dilayangkan Felix Soesanto pada 17 Oktober 2016 lalu. Informasinya, berkas kasus tersebut, saat ini sudah dilimpahkan ke kejaksaan dan tinggal menunggu P-21.

“Sudah tersangka, penyerahan berkas tahap satu sudah dilakukan, tinggal menunggu P-21,” ujar salah satu penyidik Polda Jatim tanpa menerangkan detail kasusnya beberapa hari lalu. “Mereka dikenakan Pasal 263 KUHP tentang pemalsuan keterangan palsu, tapi belum ditahan.”

Sementara Felix, selaku pelapor, saat dikonfirmasi terkait masalah ini, membenarkan kalau dia telah melaporkan ketiga orang tersebut. “Memang benar saya melaporkan Pak Feriantono, selaku Kepala Desa Prambangan, dengan tuduhan membuat surat keterangan palsu, yaitu surat keterangan riwayat tanah, tertanggal 9 Desember 2015,” akunya.

Laporan itu, lanjut dia, menyatakan bahwa ada lahan senilai (sesuai NJOP saat ini) Rp100 ribu permeter milik alamarhum Kaskan dan Ayuni, yang merupakan kakak-adik di Desa Prambangan, telah menjual tanah tersebut.

“Itu yang saya laporkan. Saya sendiri selaku pemilik tanah, memegang bukti kepemilikan berupa sertifikat hak milik (SHM) 982, seluas kurang lebih tiga hektare yang saya beli lunas dari almarhum Pak Kaskan dan Ibu Ayuni seharga Rp7 miliar,” tegasnya.

Sementara Feriantono, selaku kepala desa, juga pernah memberikan surat keterangan kepada Felix pada bulan Mei 2014. Isi surat keterangan itu menyatakan bahwa Felix adalah pemilik sah tanah sengketa tersebut.

“Jadi dia (Feriantono) pernah memberikan surat keterangan, waktu itu saya minta untuk keperluan mengurus perizinan. Jadi isinya surat keterangan itu bahwa bener saya selaku pemilik tanah dengan bukti kepemilikan SHM seluas ini di desa ini. Jadi dia (kepala desa) sudah tahu kalau saya pemiliknya,” imbuhnya.

Namun anehnya, setahun kemudian, tepatnya di bulan Desember 2015, Feriantono kembali menerbitkan surat keterangan riwayat tanah yang isinya bertentangan dengan yang dia terbitkan di bulan Mei 2014.

“Setelah saya membuat laporan ke polisi, dan akhirnya dari hasil penyelidikan, ditetapkan tersangka si kepala desanya itu. Bersalah. Dari perkembangan penyidikan, menyeret dua tersangka lainnya, yaitu Ibu Ayuni dan Pak Sulyono,” cerita Felix.

Terkait nama Sulyono dalam kasus ini, masih kata Felix, dia itu selaku orang yang meminta kepala desa untuk membuatkan surat yang bermasalah tersebut. “Nah kalau Ibu Ayuni apa kaitannya? Dia yang menggunakan surat bermasalah ini sebagai barang bukti di pengadilan untuk menggugat saya. Jadi tiga orang yang kena (tersangka),” paparnya.

Januari 2016, Ayuni menggunakan surat keterangan terbitan kedua itu untuk menggugat Felix ke pengadilan. “Tanah ini tidak diserobot, tidak dijual. Dia (Ayuni) berusaha mengambil kembali tanah yang sudah dijualnya ke saya. Terus dia menggunakan surat bermasalah ini untuk menggugat saya.”

“Saya punya sertifikat, ada surat jual beli. Ibu Ayuni ikut tanda tangan di akte jual beli, juga alamarhum Pak Kaskan. Lah anehnya, kenapa Ibu Ayuni menggugat saya atas kepemilikan tanah yang sudah dijualnya ke saya. Alasan dia tidak pernah menjual, ini rekayasa dengan menggunakan surat bermasalah tersebut,” tandasnya. (Ah/Kta/Red/TJ)

Subscribe

Terimakasih Telah Berlangganan Berita Teras Jatim