Setelah Hari Raya, Kini Biaya Anak Sekolah

Setelah Hari Raya, Kini Biaya Anak Sekolah

TerasJatim.com -Usai merayakan lebaran dengan segala pengeluaran anggaran, kini masyarakat, utamanya yang mempunyai anak usia sekolah kembali harus merogoh koceknya dalam-dalam.

Bagaimana tidak, tahun ajaran baru dunia pendidikan sudah di ambang pintu, segalanya tak lepas dari urusan duit.

Bagi yang naik kelas, harus menyiapkan segala sesuatu mulai dari buku, pakaian seragam dan tentu saja daftar ulang, dari nilai puluhan hingga ratusan ribu rupiah.

Belum lagi bagi orang tua yang anaknya baru akan masuk ke jenjang pendidikan, baik TK, SD, SMP, SMA dan kuliah, semuanya harus menganggarkan biaya yang terbilang cukup tinggi.

Pertanyaannya, kenapa masih begitu mahal biaya pendidikan yang sejatinya telah mendapatkan perhatian besar dari pemerintah dengan menggelontorkan anggaran negara yang tidak sedikit?

Nampaknya, gembar-gembor pendidikan murah masih terlalu jauh dari kata teralisasi atau bahkan hanya sekadar isapan jempol belaka. Apalagi pendidikan gratis, tak ubahnya hanya ada dalam mimpi-mimpi belaka.

Dana BOS, atau dana-dana semacamnya yang pada konsepnya untuk meringankan peserta didik nampaknya hanya tinggal konsep. Di banyak tempat, di banyak sekolahan, dana-dana itu disinyalir hanya dipakai untuk akal-akalan semata. Entah siapa yang diuntungkan.

Dunia pendidikan belakangan ini seolah menjadi ajang bisnis guna mengais keuntungan bagi para pegiatnya, sehingga tak jarang beberapa sekolah baik swasta maupun negeri mempola wali murid dengan berbagai kedok kualitas di lembaganya.

Bisa ditebak, ujung-ujungnya ada tarif tinggi yang siap menyergap mangsanya.

Dari sekian informasi yang berhasil dikumpulkan, modus umum lembaga-lembaga pendidikan yaitu merubah istilah bahasa untuk mendapatkan keuntungan.

Misalnya saja, SPP dirubah menjadi Infak, uang gedung menjadi amal jariyah bahkan wakaf, namun ditentukan nilainya. Ya, sekadar kearab-araban saja.

Bukan skeptis apalagi fitnah, banyak kalangan pegiat pendidikan (meski tidak aemua) selalu mengaku hidup dalam perjuangan dan pengorbanan hingga rela hidup sederhana dan serba kekurangan demi mencerdaskan muridnya. Namun di balik itu semua apa yang mereka pikirkan tak lebih hanya soal tunjangan dan insentif belaka.

Walhasil, tidaklah mengherankan bila pendidik atau guru belakangan ini kurang begitu ‘mandi upase’ di mata para muridnya. Karena mereka mengajar bukan atas dasar panggilan jiwa namun lebih hanya pada panggilan pekerjaan semata.

Sekali lagi, tidak semua pengajar atau pendidik dan lembaga pendidikan bermental matre. Masih banyak guru yang dengan tulus ikhlas karena terpanggil jiwanya mau bersusah payah mengabdi jiwa raga demi menebar ilmu pengetahuan didorong rasa kepedulian terhadap anak bangsa.

Tapi persoalannya, mereka malah seringkali ‘gak kopen’ alias terlupakan.

Ini realita, soal mahalnya pendidikan di semua tingkatan di negeri ini masih ada dan makin menggejala. Pendidikan murah hanya sekadar konsep ideal di atas kertas belaka, boro-boro pendidikan gratis hingga jenjang bangku kuliah, semua masih impian semu.

Terakhir, pendidikan tetaplah menjadi prioritas utama mencetak generasi bangsa yang berkualitas dan membanggakan. Namun jika pendidikan masih begitu mahal, akan sulit rasanya generasi cerdas dengan latar belakang ekonomi rendah bakal mampu tampil memimpin bangsa lantaran terganjal mahalnya biaya.

Selamat merogoh kocek dalam demi pendidikan anak-anak kita yang tak lain adalah generasi bangsa.

(Saiq/TJ-ditulis berdasar pengalaman pribadi dan keluhan banyak wali murid yang tak tahu harus berbuat apa)

Subscribe

Terimakasih Telah Berlangganan Berita Teras Jatim